Part 2

3.8K 223 6
                                    

Zahra masih mengurung diri di dalam kamar. Tangisannya mereda tetapi isakan kecil masih muncul dari bibirnya. Matanya sudah sembab karena sedari tadi ia terus menangis. Bibirnya juga pucat.

Pikirannya kosong. Ia hanya menatap sendu pintu kamarnya yang sedari tadi diketuk oleh keluarganya. Segala bujukan tidak mempan padanya.

Sungguh ia sangat terluka. Lebih tepatnya kecewa. Ia paham apa yang dilakukannya sekarang itu salah. Tapi hatinya begitu hancur setelah mendengar pernyataan beberapa jam yang lalu.

Dilamar? Itu bahkan tidak pernah sekalipun terlintas diotaknya. Ia masih sangat muda untuk mengarungi bahtera rumah tangga. Sikapnya pun masih labil seperti kebanyakan remaja diluar sana.

Ini bukan masalah menerima atau menolak. Tapi ini tentang masa depannya. Kehidupan yang selanjutnya. Ini tentang perjalanan hidupnya.

Ia tidak menyalahkan abinya. Ia tahu abinya tidak akan pernah mengambil keputusan secara asal-asalan. Keputusan ini pasti sudah dipertimbangkan dengan hati-hati.

Tetap saja ini hidupnya. Ia ingin mengambil keputusan untuk hidupnya. Ia ingin menjalani semua sesuai keinginannya. Ia punya banyak rencana untuk masa depannya.

Ia berencana setelah lulus SMA akan kuliah di Kairo seperti kakak perempuannya. Ia ingin memperdalam ilmu agama. Setelah lulus ia ingin membangun pesantren untuk orang-orang diluar sana yang kurang begitu fasih dengan agamanya sendiri.

Baru ia memikirkan siapa yang akan menjadi imamnya kelak. Yang ia harapkan suaminya nanti adalah orang yang sangat dicintainya. Lelaki baik, sholeh, dan mengerti dirinya.

Tapi, rencana itu hanya sebuah angan. Kini ia telah dilamar. Oleh seseorang yang tidak dikenalnya. Seseorang yang tidak ia tahu bagaimana sosok dan sikapnya. Ketakutannya adalah orang tersebut bukan yang terbaik untuknya.

Drtt.. drtt..

Suara dering ponselnya membuat lamunannya buyar. Zahra mengerjapkan mata. Tak tersadar satu tetes air mata kembali mengalir. Tangannya terulur keatas meja disamping tempat tidurnya. Ia mengambil ponselnya lalu melihat siapa yang menelfonnya. Tertera nama 'Mbak Syafa Tomboy'.

Melihat kakak perempuannya yang menelfon, air mata Zahra kembali mengalir. Sungguh ia butuh kakaknya. Ia begitu rindu padanya. Zahra sangat begitu dekat dengan Syafa. Bahkan keberangkatan Syafa ke Kairo membuat Zahra murung hingga berbulan-bulan.

"Assalamu'alaikum adek mbak yang jelek", suara Syafa menyapa indra pendengaran Zahra.

"Wa-wa'alaikumsalam mbak hiks..", balas Zahra disusul isak tangis.

Diseberang sana Syafa merasa hatinya teriris mendengar tangisan adiknya. Ia tau jika adiknya itu telah dilamar seseorang. Tadi abinya menelfon dan memintanya ikut membujuk. Awalnya Syafa pun sangat terkejut. Tapi mendengar alasan dibalik diterimanya lamaran itu membuat Syafa mengerti.

"Sutssss... Adik cantiknya mbak jangan nangis dong. Mbak jadi ikut sedih nih. Dek..".

"Mbak. Kenapa? Kenapa harus Zahra mbak?" Zahra yakin jika kakaknya itu tau perihal lamarannya.

Syafa menghela nafas. Ia paham jika adiknya itu begitu terkejut dan memikirkan hal-hal buruk yang seharusnya tidak muncul dipikirannya.

"Dek. Dengerin mbak. Kamu percaya bukan dengan yang namanya takdir tertulis? Allah sudah menuliskan takdir dan perjalanan hidup manusia sejak ia lahir. Kita mempunyai keistimewaan untuk merubah takdir kita jika kita bersungguh-sungguh dan yakin dengan kebesaran Allah. Semua makhluk hidup didunia tidak ada satupun yang luput dari kasih sayang Allah. Contohnya kamu sekarang. Kamu dilamar seorang pria itu sudah menjadi takdir kamu. Dan kamu sebagai hamba-Nya harus menjalaninya dengan ikhlas. Tidak ada takdir yang salah dek. Allah menyayangimu dan dengan baiknya mengirimkan seseorang menjadi imammu. Agar ia bisa menjagamu,  melindungimu, membimbingmu, dan menunjukanmu kasih sayang yang paling mulia".

Cukup MengenalmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang