Part 3

3.2K 206 0
                                    

Selesai sholat isya' bersama, keluarga Razzan menunggu keluarga calon suami Zahra. Semua bercengkrama dengan santai. Tak jarang pula mereka menggoda Zahra.

"Loh dek ada bekas lipstick digigi kamu", ucapan Riana membuat Zahra refleks menutup mulut dengan tangan.

Gadis itu menatap kakak iparnya dengan mata melotot kecil. "Beneran mbak? Yang mana? Mbak..."

"Itu dek gigi bagian atas".

Umi terkekeh pelan melihat putri bungsunya yang dijahili menantunya itu. "Mana ada sih dek. Mbak mu cuma bercanda".

Zahra mengerutkan dahinya. Ia langsung menoleh kearah Riana. Ketika itu pula kakak iparnya tertawa kecil. Adik iparnya ini memang mudah ditipu. Riana berhenti tertawa ketika Zahra menatapnya dengan bibir cemberut.

"Bercanda dek. Jangan baperan.  Udah dilamar juga", lihat bukan? Kakaknya Ali malah ikut menggoda dirinya.

"Mbak Riana bohong", Zahra mengerucutkan bibirnya lucu.

"Kamu aja yang mudah ditipu. Seperti anak SD. Is is is".

"Aku sudah besar! Mas Ali tuh yang kaya anak kecil. Udah punya anak juga masih suka nonton Doraemon".

Ali tidak terima dengan ucapan adik manjanya itu. "Gak ada. Mas hanya temani Meka nonton. Gak suka".

"Bohong giginya ompong! Mau??", omel Zahra.

"Eh eh gak bisa gitu dong", lagi dan lagi Ali mengelak.

"Hahaha mas kamu kalah sama Zahra. Udah ngaku aja", sekarang malah Riana beralih menjahili suaminya.

"Udah. Nanti malah berantem", lerai sang umi.

"Mbak Riana sama mas Ali yang mulai umi. Mereka ngeledekin Zahra".

Riana menggelengkan kepalanya cepat. Ia malah menunjuk suaminya yang ikut menggeleng juga. Jadilah Riana dan Ali saling tunjuk menunjuk. Sungguh tingkah sepasang suami istri yang sudah memiliki satu orang anak itu terlihat seperti anak kecil.

Tapi Zahra dengan wajah sebal terus menyalahkan kedua orang itu. Gadis itu tidak terima dibilang seperti anak kecil. Cara jitunya yaitu mengadu kepada abi dan uminya.

"Loh loh kok mas juga disalahin. Mas gak ikut-ikutan dek. Mbak mu yang mulai duluan".

"Mas kamu tuh yang bilang kamu kaya anak SD. Bukan mbak", Riana membela diri.

"Mbak Riana ngeledekin Zahra. Mas juga ikut-ikutan. Pokoknya Zahra ngambek. Mulai besok Zahra gak mau buatin mas Ali kopi. Buat sendiri aja".

Ali langsung melotot. Itu ancaman terkejam yang Ali pernah alami. Ia tidak bisa diperlakukan seperti ini. Oke bisa saja ia meminta istri tercintanya membuat kopi. Tapi ini beda. Kopi buatan Zahra begitu nikmat. Bukan hanya Ali yang kecanduan, abi pun juga seperti itu.

"Gak bisa gitu dong dek. Ancamannya sadis banget sih? Tega kamu sama mas? Kopi kamu itu sudah seperti oksigen bagi mas.  Sangat dibutuhkan di hidup mas".

Riana mendengus geli. Kenapa suami bijaknya jadi lebay seperti ini? Kemana Ali yang tegas?  Pendiam dan berwibawa? Jika orang melihat ini mungkin akan sangat terkejut. Bersyukurnya ia adalah istri dari pria tampan itu. Sehingga melihat tingkah kocak dan ajaib pria itu sudah bukan lagi hal yang perlu dihebohkan.

"Kalian ini debat terus. Umi heran loh. Ali kamu udah punya istri. Punya anak lagi. Masih aja berantem kaya anak kecil. Ngalah sama adiknya", ucap umi.

Ali menghela nafas, "Astagfirullah umi. Kenapa hanya Ali yang disalahin. Zahra dulu yang ancam Ali".

Ucapan Ali begitu menggelitik perut mereka. Riana yang tidak tahan pun tertawa. Bukan tawa yang menggelegar. Karena ia tahu adab dan sopan santun.

Cukup MengenalmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang