Part 4

3.1K 224 0
                                    

Zahra duduk disamping uminya. Gadis itu sibuk bercanda dengan Meka yang sekarang pindah ke pangkuannya. Tingkah lucu Meka tak bisa membuatnya menahan diri untuk tidak mencubit pipi gadis kecil itu.

"Tante pipi Meka jangan dicubit. Nanti melar kaya karet", cemberutnya.

Semua terkikik geli,  termasuk Zahra.  "Biarin aja. Habis tante gemes sama kamu. Tau gak? Tante tuh kangen banget sama kamu".

"Tante kenapa gak ikut ke Bali aja? Disana kita bisa main bareng-bareng. Meka aja betah".

"Meka betah banget ya? Gak kangen gitu sama uma? ", Riana menanggapi ucapan putrinya dengan wajah yang pura-pura di sedihkan.

Gadis itu langsung menggelengkan kepala. Ia menatap umanya dengan lembut. Ia begitu menyayangi umanya walau terkadang galak. Mana mungkin ia tidak kangen. Bahkan ketika di Bali, dirinya sempat menangis minta pulang karena kangen umanya dan tantenya.  Untuk Ali?  Meka tidak begitu merindukan abinya.

"Meka kangen banget sama uma. Meka kan pernah telfon uma sambil nangis. Itu tuh Meka kangen tau", cemberutnya.

"Haha cucumu sangat lucu, Zan. Saya tidak sabar ingin cepat-cepat menimang cucu", ucap Ferdi membuat semua ikut tertawa.

Berbeda dengan Zahra yang tubuhnya kaku dan tegang.  Ini bukan kode kan? Ia bahkan belum sepenuhnya menerima lamaran ini. Tapi calon mertuanya sudah berharap mendapatkan cucu dari dirinya? Ingin rasanya Zahra menangis.

Ia bahkan belum siap lahir dan batin menjadi seorang istri. Itu tanggung jawab yang besar. Bukan status main-main. Apalagi menjadi seorang ibu? Benar-benar ia tidak siap.

Ia jadi membayangkan jika ia hamil tapi masih menjalankan proses sekolahnya. Apa kata sahabatnya? Apa kata teman-temannya? Apa kata gurunya? Apa kata semua orang? Bagaimana reaksi mereka?

"Zahra tenang. Jangan panik. Pasti tadi om Ferdi hanya bercanda. Lagian juga aku yakin jika pernikahanku pasti dilaksanakan beberapa tahun kedepan. Aku kan masih kecil. Masih sekolah juga" batin Zahra.

"Tidak usah tegang nak. Om Ferdi cuma bercanda tadi", tenang Widya yang melihat Zahra terkejut karena ucapan suaminya.

Ferdi terkekeh, "Iya om cuma bercanda. Walau om juga maunya sih kalian cepet nikah".

"Pah", peringat Widya.

Razzan mengelus puncak kepala putrinya.  "Gak usah dipikirin".

Dan hanya dibalas anggukan oleh Zahra. Gadis itu masih sensitif jika mendengar hal-hal yang menyangkut akan pernikahan.

"Tante mau nikah?", tanya Meka menatap Zahra penuh tanya.

Apalagi sekarang? Belum cukupkah Ferdi membuatnya gelisah sekarang keponakannya malah menambahi beban pikirannya. Untung sayang.

"Iya sayang. Tantemu itu mau nikah sama om ganteng", bukan Zahra yang menjawab tapi Riana.

"Om ganteng uma?", tanya Meka antusias. Semua hanya mendengus geli.

"Iya. Omnya ganteng. Meka pasti suka. Eh maksud uma tantemu juga pasti suka".

Zahra melotot kecil. Sedari tadi Riana maupun Ali tidak henti-henti menggodanya. Malah semakin menjadi. Ingatkan dirinya untuk menghukum kakak laki-lakinya beserta istrinya itu.

"Gantengnya ngalahin abi gak uma?"

"Iyaaaa.. abi lewat deh".

"Meka ga sabar mau ketemu om ganteng yang gantengnya ngalahin abi".

Semua tertawa kecuali Ali. Pria itu berdecak sebal.

"Ck mana ada. Abi tuh paling ganteng", balas Ali tidak terima karena istri dan putrinya memuji pria lain daripada dirinya.

Cukup MengenalmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang