Part 9

2.5K 165 11
                                    

Bel pulang sekolah sudah berbunyi lima menit yang lalu. Zahra dan Firda jalan berdampingan menuju gerbang. Obrolan ringan mengiringi langkah mereka.

"Nanti malam kamu jadi nginep Fir?" tanya Zahra memastikan.

Firda tersenyum simpul. "Jadi kok Ra. Aku udah ijin mama dari kemaren".

"Oh iya gimana kabar tante Sita?" tanya Zahra.

"Alhamdulillah mama baik Ra. Sekarang sibuk ngurusin si gembul" balas Firda sambil tertawa kecil.

"Ahhh Icha....aku kangen sama Icha. Kapan-kapan ajak main ya?!", pekik Zahra tanpa sadar.

Membuat orang yang berlalu lalang di sekitar mereka menoleh. Zahra hanya bisa menunduk malu. Ia memang selalu kelepasan jika sedang senang atau gemas terhadap sesuatu. Firda hanya menggelengkan kepala melihat tingkah sahabatnya itu.

"Iya kalo Icha udah bisa jalan aku pasti ajak dia main ke rumah kamu. Biar ketemu Meka juga. Tapikan Icha masih kecil. Jadi gak boleh terlalu sering dibawa pergi".

"Kapan besarnya? Aku gak sabar pengen lihat Icha" masih dengan nada gemas Zahra membalas ucapan Firda.

Firda tertawa pelan. "Kamu harus sabar nunggu setengah tahun lagi. Oh ya sekarang Icha udah bisa tengkurap sendiri loh".

"Pasti lucu. Ya udah nanti aku aja yang main ke rumah kamu. Nanti aku minta mas Ali anterin" putus Zahra.

"Kenapa gak dianterin pak dokter tampan aja Ra?", goda Firda.

Pipi Zahra sontak merona mendengar ucapan Firda. "Dia kan sibuk kerja Fir. Pasien pasti nomor satu buat dia".

"Kalo buat kamu, aku yakin dia gak bakal mikir dua kali buat bilang iya", Firda kembali tertawa melihat pipi Zahra semakin memerah.

Gadis itu tidak tahan dengan wajah Zahra yang begitu lucu dan menggemaskan saat sedang malu. Firda mencubit pelan pipi sahabatnya itu.

"Kok dicubit sih", rengek Zahra.

"Hahaha habis kamu lucu sih. Apalagi kalo lagi blushing kaya gini".

Zahra mengerucutkan bibirnya. "Jangan ledekin aku dong. Aku kan jadi makin malu".

"Hahaha", tawa Firda pecah. Untung bukan tawa yang menggelegar seperti mak lampir. Tawa Firda masih sopan dan beretika.

"Firdaaaa.... ".

"Iya iya maaf", ucap Firda.

Sekarang hanya tersisa Zahra dan Firda yang berdiri di depan gerbang. Sudah 15 menit mereka berdua menunggu angkot. Tapi tidak ada tanda-tanda angkutan umum berwarna biru itu melintas.

"Kok angkotnya gak lewat-lewat ya?" tanya Zahra lesu.

Firda menatap ujung jalan. Masih tidak ada kendaraan yang mereka tunggu muncul diujung sana. "Gak tau juga Ra. Kalo begini mending kita tadi naik bus".

"Kalo naik bus makin desak-desakan. Tadi aja udah penuh masih maksa buat anak-anak naik".

Firda mengangguk membenarkan ucapan sahabatnya. Sebenarnya tadi sudah ada dua bus yang berhenti di depan sekolah mereka. Tapi banyak teman-teman mereka yang naik berdesakan karena ingin segera cepat sampai ke rumah.

"Selain itu juga bahaya. Tadi melebihi batas muatan yang dibawa".

Zahra memilih berjongkok karena tidak kuat berdiri lama. Apalagi siang ini cuacanya cukup panas. Kepalanya saja sudah mulai pusing.

Firda menatap Zahra kasihan. Ia tahu sahabatnya itu tidak tahan panas.

"Ra naik taxi aja. Biar aku yang telfon".

Cukup MengenalmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang