Part 6

2.9K 181 3
                                    

Alfa menjadi pendiam setelah berbicara dengan Zahra. Hal itu sangat disadari ibunya, Widya menatap lekat putra semata wayangnya. Ia yakin terjadi sesuatu hingga putranya itu terlihat sedikit melamun.

"Kamu kenapa nak?", tanya Widya sambil menggenggam tangan Alfa.

Alfa sedikit terkejut. Kemudian ia tersenyum menandakan dirinya baik-baik saja. "Alfa sedikit kepikiran sama pasien Alfa yang drop tadi bun".

Widya hanya menganggukkan kepala. Tapi dalam hatinya ia ragu dengan ucapan Alfa. Mungkin benar seperti itu karena putranya tidak pernah berbohong. Tapi pasti ada hal lain lagi yang mengganggu pikiran Alfa.

Sedangkan Zahra yang melihat Alfa tengah berbincang pada ibunya pun merasa bersalah. Ia bukannya tidak sadar akan perubahan sikap pria itu. Hanya saja posisinya serba salah. Ia ingin mengungkapkan apa yang dirasakannya tapi ia tahu akan seperti inilah hasilnya.

Zahra langsung mengalihkan pandangan kala Alfa menangkap basah dirinya tengah memperhatikan pria itu. Ia belum siap jika harus kembali berinteraksi dengan Alfa.

"Uma kemarin waktu di Bali seru banget lho. Om Raffa ajak Meka keliling pantai. Terus Meka di beliin ice cream yang banyakkk" girang Meka menceritakan apa yang dijalaninya saat berlibur ke Bali bersama Raffa.

Suara kecil dan menggemaskan itu mengalihkan perhatian semua orang. Menciptakan tawa kecil ketika melihat bagaimana antusiasnya gadis kecil itu menceritakan pengalamannya di Bali.

"Oh ya? Uma jadi pengin kesana. Apa iya Bali itu indah kaya yang dibilang Meka tadi hmm" balas Riana.

"Ihh...Meka gak bohong Uma, Bali itu pokoknya keren deh. Meka mau kesana lagi. Sama tante Zahra dan om ganteng" ucapan Meka membuat semua tersenyum geli.

Om ganteng? Iya itu panggilan yang Meka berikan untuk Alfa karena wajah pria itu memang tampan. Bahkan gadis kecil itu mengakui lebih tampan Alfa daripada ayahnya. Yang membuat Ali sempat cemburu.

Apalagi Ali sampai mogok ngomong dengan putrinya itu. Hanya lima menit karena Meka berhasil membujuk ayahnya dengan rangkaian kata-kata yang membuat semua orang terenyuh.

"Meka sini!" panggil Zahra. Ia begitu gemas dengan ponakannya itu.

Meka yang merasa terpanggil pun mengahimpiri Zahra. Dengan sigap Zahra langsung memangku ponakan kesayangannya ini. Zahra juga tak tinggal diam dengan mencium kedua pipi gembul milik Meka.

"Tante sedih nih tiga hari gak ada Meka dirumah. Meka kangen tante gak sih?" tanya Zahra. Tak lupa ia kembali mencium pipi keponakannya itu.

"Kangen banget malah. Andai aja tante ikut, kita bisa buat istana pasir disana. Terus minum es kelapa sambil berjemur. Kaya om Raffa" balas Meka dan tak lupa mencium pipi Zahra.

Pemandangan hangat ini menjadi impian semua keluarga didunia ini. Siapapun itu pasti akan berusaha membuat keluarga masing-masing bahagia.

Begitupun Alfa. Ia berharap kelak keluarga kecilnya bahagia dan penuh kehangatan seperti ini. Ia menatap Zahra sendu. Pikirannya masih berkelana tentang kejadian tadi. Yang cukup membuatnya resah. Akankah impiannya terwujud?

"Ekhem. Sebaiknya kita bicarakan rencana pernikahan putra dan putri kita", ucap Razzan tegas.

Razzan tidak ingin mengulur waktu. Semua harus tuntas. Ia ingin ada kepastian untuk putri bungsunya. Ditambah lagi hari sudah semakin malam.

Semua langsung fokus dan serius. Meka bahkan diam kala Riana menyuruh putrinya tidak berbicara dulu. Gadis itu menurut dan memilih menyandarkan kepala dipundak Zahra.

"Gimana kalau bulan depan. Biar gak kesebar fitnah yang aneh-aneh" usul Ferdi.

Zahra terdiam begitu pula dengan Alfa. Mereka berdua larut dalam pikiran masing-masing.

"Aku setuju saja. Lebih cepat lebih baik bukan?" ucap Razzan menyetujui usul dari Ferdi.

"Apa gak kecepetan abi?" tanya Nafisa.

Huh uminya ini memang tahu apa yang ada dipikarannya. Sebenarnya Zahra sangat terkejut. Bagaimana bisa pernikahan diadakan secepat itu. Tapi mulutnya kelu untuk mengeluarkan pendapat.

"Menurut abi itu lebih baik umi" jawab Razzan.

"Bagaimana dengan kalian?" kini giliran Widya yang bertanya pada mereka berdua.

Alfa dan Zahra langsung saling pandang. Tatapan hangat Alfa membuat Zahra kaku. Gadis itu langsung mengalihkan pandangan. Membuat Alfa tersenyum kecut.

"Alfa setuju-setuju saja sama keputusan ini. Tapi kembali Alfa menyerahkan semua ke Zahra" jawab Alfa sambil sedikit melirik Zahra.

"Bagaimana dengan Zahra?" tanya Ferdi.

Zahra diam. Ia bingung dan tidak tahu harus menjawab apa. Kenapa semua keputusan membuatnya tertekan. Ia harus bagaimana? Menolak? Tentu ia tidak sebodoh itu. Ia tidak ingin membuat semua kacau.

"Insyaallah Zahra setuju" ucap Zahra pelan.

Jujur ia masih belum siap. Menjadi seorang istri bukan tanggung jawab yang mudah. Ditambah lagi ia masih sekolah. Dan masih punya hal yang ingin ia habiskan dimasa mudanya. Apalagi tidak sampai setengah tahun lagi ia menghadapi ujian nasional. Rencana pernikahan ini saja sudah menguras pikirannya.

Pernikahan satu bulan lagi? Itu bukan waktu yang lama. Bahkan sangat singkat. Bisakah ia menerima sosok pria dihadapannya. Sosok pria yang akan menjadi suaminya sebentar lagi. Hatinya bahkan belum terbuka untuk Alfa.

"Alhamdulillah".

"Ah mereka berdua sudah setuju. Lebih baik kita langsung saja mengurus persiapannya dengan baik karena waktunya tidak banyak lagi" kata Razzan sambil menatap lembut putrinya. Dibalas Zahra dengan senyuman kecil.

"Hahaha benar. Semua persiapan harus matang. Aku ingin ini menjadi pernikahan yang berkesan. Aku tidak sabar menyambut menantuku" ucap Ferdi.

"Masih calon Fer", ucapan Razzan membuat semua tertawa.

"Suamiku tidak sabaran. Maklum anak satu-satunya. Jadi dia antusias", balas Widya.

"Aku memang tidak sabar. Sepertinya sudah sangat malam. Kalau begitu kami pamit pulang".

Semua berdiri. Dan berjalan kedepan mengantarkan keluarga Alfa.

"Baiklah. Hati-hati dijalan" Razzan menepuk bahu Ferdi.

"Tante senang kamu yang akan menjadi menantu tante", Widya mengelus pipi Zahra. Entah mengapa ia bisa begitu cepat menyayangi gadis cantik ini.

Zahra menggenggam tangan Widya. "Zahra juga senang tante. Mendapat calon mertua yang begitu baik dan sayang sama Zahra walau baru bertemu hari ini".

Widya tersenyum lembut kemudian memeluk Zahra. "Tante tau kamu belum sepenuhnya menerima putra tante. Tapi tante harap kamu perlahan bisa membuka hati untuk Alfa. Semoga kamu bahagia dengan anak tante nanti", bisik Widya membuat tubuh Zahra menegang.

Bagaimana beliau bisa mengetahuinya? Pikiran Zahra kembali kacau.

"Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam"

Sepeninggalan keluarga Alfa, Zahra langsung pamit izin ke kamar. Ia memejamkan mata. Hari ini cukup melelahkan tubuh dan hatinya. Pikirannya bahkan tidak bisa tenang.

"Apa aku salah?", tanyanya pada diri sendiri.

🌸🌸🌸

Assalamu'alaikum guysss.
Apa kabar hari ini? Semoga kalian terus diberi kesehatan.

Hehe maaf ya jarang update. Karena lagi sibuk.

Semoga kalian suka part ini. Komen bila kalian ingin memberi kritik atau saran.

Jangan lupa vote biar aku makin semangat lanjutin cerita ini.

See you next part ♥️

Wassalamu'alaikum

Cukup MengenalmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang