Part 8 》Learn About Love

20 2 0
                                    

Suasana sekolah masih terlihat sepi. Karena jam baru menunjukan pukul 6. Dan masih jauh dari bel masuk sekolah sekitar satu jam lagi. Raihan sengaja menjemput Lyan terlalu pagi dengan alasan untuk menyalin pekerjaan rumahnya pada Lyan.

Tentang kejadian sabtu malam. Lyan sudah tidak ingin mengingatnya lagi karena pasti akan menambah perih di hatinya. Ditambah Tirta yang sama sekali tidak menanyakan kabarnya ataupun memberi kabar dari kemarin seperti Tirta benar-benar melupakan janjinya pada Lyan.

Lyan bangun di minggu pagi dengan ibunya yang berdiri di dapur membuat makanan. Tidak biasanya ibunya memasak sepagi itu. Untung saja ibunya tidak mengetahui keadaan Lyan yang kehujanan. Dia baru mengetahui penyebabnya ketika ia melihat Raihan yang tertidur di sofa ruang keluarganya.

Sudah lama ia berdiri di sofa itu. Hingga tak lama Raihan bangun dan menyadari Lyan yang berdiri terdiam memerhatikannya. Ia mengembangkan senyumnya. Lyan juga membalas senyumannya.

Awalnya ia khawatir melihat Raihan yang sedikit menggigil di bawah selimut yang menutupi tubuhnya. Tapi melihat Raihan tersenyum, ia yakin laki-laki itu berusaha menyembunyikan apa yang dirasakannya sekarang.

Ia juga sudah memeriksa ponselnya berkali-kali. Tapi yang di terimanya hanya notifikasi celotehan dari grup kelasnya. Ia menghela napas lelah. Mungkin nanti Tirta akan memberi tahunya secara langsung.

Lamunanya buyar ketika mendengar seseorang memanggil namanya dan Raihan. Keduanya menoleh ke asal suara yang berasal dari arah kiri parkiran. Lea.

"Hai. Udah baikan, Ly?" Tanya Lea.

Lyan mengerutkan dahinya bingung dengan pertanyaan Lea. Yang ditanyakan Lea, keadaannya sekarang setelah tabrakan atau keadaannya yang sabtu malam pingsan setelah dari taman?

Tapi, Lyan tidak merasa menceritakan tentang dirinya yang membuat janji dengan Tirta dan batal. Jadi, mungkin yang ditanyakan Lea adalah keadaannya sekarang setelah tabrakan.

Mulutnya sudah terbuka untuk menjawab pertanyaan Lea. Tapi, suara lain mewakilkannya dengan jawaban yang membuatnya mengerutkan keningnya.

"Tadinya udah baikan. Tapi, kayaknya badannya panas lagi karena kena hujan." Sahut Raihan.

Lea mengerutkan keningnya terkejut. Ia langsung memeriksakan dahi Lyan menggunakan punggung tangannya. Kemudian berpindah pada leher Lyan lalu memegang lengan Lyan untuk merasakan panas yang di bilang Raihan.

Lyan agak risih ketika Lea memeriksa dirinya. Ia juga tidak ingin melihat sahabatnya khawatir karena badannya panas. Ditambah kalau Lea tahu tentang Tirta yang mengingkari janjinya.

"Gak terlalu panas sih. Tapi, kok bisa lo kena hujan? Main hujan-hujanan?" Tanya Lea.

"Karena seseorang yang gak bisa tepatin janjinya." Sahut Raihan.

Lyan memejamkan matanya sebentar merutuki kebodohan Raihan. Lyan membuka matanya dan mendapati wajah Lea yang terkejut sekaligus marah. "Tirta? Lo janjian sama Tirta di taman kan? Gue dengar waktu lo ngobrol sama dia di gazebo taman belakang sekolah. Gue kira lo gak sebodoh itu Ly nerima ajakan dia." Kata Lea.

"Yaudah. Gak ada masalah kali." Jelas Lyan.

"Lo ngomong enak banget sih, Ly? Lo itu baru keluar dari rumah sakit. Dan langsung kena hujan. Seharusnya-"

Perkataan Lea terhenti ketika mendapati Tirta berjalan di koridor mengarah pada Lyan. Bukan. Mengarah pada Lyan, Raihan, dan Lea yang berdiri di ujung koridor.

Setelah sampai dihadapan mereka, Tirta langsung menghamburkan pelukan pada Lyan. Lyan sempat terhuyung karena Tirta yang terlalu kencang menghamburkan pelukan pada tubuh Lyan. Untung Raihan sempat menahan punggung Lyan agar tidak terjatuh.

DIAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang