Part 12 》Mother's Advice

6 1 0
                                    

Raihan tidak begitu terkejut dengan pernyataan Lyan. Ia awalnya sudah menduga kalau Lyan mempunyai golongan darah itu. Cuma perkataan Lyan di awal membuat Raihan penasaraan. Dan jawaban Lyan ampuh menebas rasa penasaran Raihan.

Raihan memperhatikan wajah Lyan yang ditekuk. Ia tahu betul apa yang membuat Lyan sedih. Lyan sebenarnya sudah memenuhi kriteria yang dikatakan dokter sebagain pendonor darah. Tapi, semuanya juga tidak bisa bertindak seenaknya. Mereka harus mendapat persetujuan Lyan.

Raihan menggenggam tangan Lyan yang tergeletak di atas paha Lyan. Ia mengangkat tangan Lyan dan membungkus tangan Lyan dengan kedua tangannya. Ia menatap Lyan sedih.

"Gue tau lo takut darah. Lo emang memenuhi kriteria yang di bilang dokter. Tapi, kita juga gak bisa maksa lo kalo misalnya lo gak mau. Sekarang gue tanya sama lo. Apa lo mau donorin darah lo buat Ataya?" Tanya Raihan.

Air mata Lyan merebak keluar dari pelupuknya. Tangan kirinya yang bebas ia gunakan untuk menghapus air mata yang jatuh agar tidak terlihat lemah di hadapan Raihan. Bukannya berhenti justru air mata Lyan semakin deras hingga ia menangis mengeluarkan suara.

Raihan yang melihatnya semakin sedih. Ia kemudian melepaskan genggaman tangannya pada tangan Lyan, lalu memeluk Lyan dan mengelus punggungnya guna menenangkan Lyan yang menangis.

Lyan membalas pelukan Raihan. Ia memang membutuhkan sandaran untuk melepas tekanan yang mengarah padanya setelah ia mendapat musibah. Ia menangis di bahu Raihan, hingga sesegukan. Ia bingung apa yang harus di pilihnya. Melawan ketakutannya atau membiarkan ketakutannya tumbuh menjadi penghalangnya untuk maju.

Setelah menghabiskan beberapa menit menangis di bahu Raihan, Lyan melepaskan pelukan Raihan. Ia melirik sedikit pada bahu yang tadi ia tempatkan untuk menangis, dan ia mendapati kaos yang dipakai Raihan terlihat basah karena air matanya.

"Sori. Baju lo basah." Kata Lyan, dengan suara serak dan mata sembab.

Raihan melirik sebentar pada bajunya. Kemudian mengembangkan senyumnya pada Lyan. "Santai. Nanti juga kering." Balasnya.

Lyan menghapus air mata yang mengalir di pipinya di bantu Raihan yang juga menghapus air matanya. Raihan senang ia menjadi orang yang di butuhkan bagi orang yang di sukanya. Ia sama sekali tidak melunturkan senyumnya untuk menularkan rasa bahagianya pada Lyan.

"Gimana? Apa lo mau donorin darah buat Ataya? Semuanya terserah sama lo. Gue atau yang lainnya gak bisa maksa lo buat donorin darah lo." Tanya Raihan.

Lyan menghirup nafasnya dalam-dalam. Ia tidak bisa. Ingatan tentang darah yang membuatnya menjadi takut pada cairan berwarna merah itu menghantui fikirannya. Ingatan itu masih membekas jelas. Berapa tahun lewat pun sepertinya ia tidak akan bisa melupakan kejadian itu.

Ia kemudian menggelengkan kepalanya perlahan. "Gue gak bisa."

(())

"Kenapa gak bisa? Apa yang ngebuat lo jadi kayak gini?"

Posisi Raihan kini di ganti Tirta. Sedangkan Lyan masih tetap berada di taman tanpa berpindah sedikit pun. Raihan tidak membujuknya, Raihan memberikan Lyan kebebasan untuk memilih. Sedangkan Tirta mendesaknya.

Setelah pergi dari taman, Raihan kembali pada perkumpulan teman-temannya yang ada di depan ruang VVIP Lyan dan Ataya. Ia mengatakan pada mereka kalau Lyan tidak bisa mendonorkan darahnya pada Ataya.

Toni dan Lea berusaha mengerti karena mereka tahu apa yang membuat gadis itu takut untuk mendonorkan darahnya. Berbeda dengan Tirta, ia terlihat marah setelah mendengar perkataan Raihan. Ia pun langsung berjalan ke taman dimana Lyan berada.

DIAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang