Part 21》Merelakan

17 1 0
                                    

Playlist > Armada - Asal Kau Bahagia

(())

Kakinya terus berlari kencang melawan arah angin. Tangannya juga ia gerakkan, seolah gerakan tangannya menjadi pacuannya berlari. Ia tidak memperdulikan keringat yang mengucur pelan dari keningnya hingga ke lehernya. Terkadang, tangannya mengusap keringatnya itu. Panas terik matahari juga ia acuhkan. Semuanya bukan apa-apa dibanding berita yang ia dapat barusan.

Tirta sadar.

Kalimat itu kembali berulang di kepalanya. Dan setiap mendengar kalimat itu, kecepatan berlarinya otomatis bertambah kencang. Sebenarnya, dia bisa aja menunggu kendaraan yang lewat untuk mengantarnya ke rumah tanpa harus berlari. Tapi, itu terlalu lama. Jadi, dia memutuskan berlari dari sekolah ke rumahnya. Kebetulan Tirta masih ada di rumahnya.

Dengan alasan yang sama. Lyan takut ketika bangun nanti, Tirta akan dimarahi oleh kakaknya ataupun kedua orang tuanya. Lagipula, ibunya juga tidak masalah dengan keberadaan Tirta yang mabuk. Dan hari ini, ibu Lyan sedang libur dari kantornya.

Sedikit lagi. Lyan sudah berada di depan komplek perumahannya. Dia berhenti sebentar mengatur nafasnya. Tangannya ia tumpu pada kedua lutut kakinya. Badannya juga ia bungkukan. Satu tangannya ia gunakan untuk mengusap keringat yang mengalir ke wajahnya. Sebelum akhirnya berlari lagi menuju rumahnya.

Pagar rumahnya terbuka. Menandakan ada seseorang yang keluar ataupun masuk. Dan ia yakin, ibunya pasti keluar ke pasar sedangkan Tirta di dalam rumahnya sendirian.

Ia langsung terburu masuk ke dalam. Tapi, langkahnya terhenti hanya sampai depan pintu rumahnya. Wajahnya menampilkan ekspresi terkejut. Napasnya yang tidak beraturan semakin tidak beraturan. Dadanya juga sesak. Tadinya ia sesak karena berlari, tapi rasa sesaknya berubah menjadi sesak karena melihat pemandangan yang tersaji di depannya.

Di depannya. Tepatnya di ruang tamunya ada Tirta. Tapi, bukan hanya Tirta yang dilihatnya.

Ada Ataya.

Lyan tidak mengetahui kedatangan perempuan itu ternyata hari ini. Tapi sepertinya Ataya datang ke Jakarta bukan karena pagelaran busananya sudah selesai. Tapi, untuk mengunjungi Tirta yang sakit.

Mereka berdua terlihat saling memeluk satu sama lain di ruang tamu rumah Lyan. Tirta terlihat seperti menangis, sedangkan Ataya, Lyan tidak tahu karena perempuan itu membelakanginya.

Lyan segera menyingkir dari pintu yang terbuka. Dia langsung bersembunyi di dinding sebelah pintu rumahnya. Badannya merosot ke bawah. Mulutnya sudah ia tutup dengan kedua tangannya. Dirinya menangis dalam diam ketika mengingat Tirta dan Ataya berpelukan di dalam. Dirinya sulit bernapas. Dadanya bertambah sesak seperti di timbun sesuatu.

Awan yang semula terang, matahari yang semula mendominasi kini mulai bersembunyi di balik awan gelap. Angin polusi berganti menjadi angin sejuk. Bertanda, perubahan suhu sedang terjadi.

Tangisnya sesegukan. Tapi, ia berusaha untuk tidak menimbulkan suara dan meninggalkan kecurigaan kalau misalnya Tirta dan Ataya mendengar suaranya menangis.

Dia menelungkupkan kepalanya ke lekukan tangannya yang ia tumpu pada lutut kakinya. Lyan menghapus serpihan air mata yang mengalir ke pipinya. Dia menghirup napasnya dalam-dalam. Kepalanya ia tadahkan ke atas. Menatap langit-langit teras rumahnya.

Dia bingung apa yang harus dilakukannya. Dia tidak mungkin masuk ke dalam dan merusak kebersamaan mereka. Dia juga tidak mungkin duduk terus disana  dan menunggu ibunya pulang dan menyuruhnya masuk. Tapi, dia harus kemana?

Kemudian dirinya teringat. Hubungannya dengan Raihan belum bisa dibilang baik. Setiap kali bertemu mereka pasti saling membuang muka. Seperti tidak saling melihat. Mereka juga sudah jarang bertemu dalam jarak dekat apalagi saling menghubungi lewat panggilan telefon.

DIAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang