Saat usiaku lima tahun, aku tau nenek dari ayah membenciku.Aku menguping pembicaraan ibu dan bibi saat bibi datang menjenguk. Ketika teh disajikan, ibu menyuruhku pergi untuk bermain. Aku si gadis kecil yang penasaran, hanya mengangguk. Namun aku tidak menuruti kata-kata ibu. Aku duduk di belakang sofa yang ibu duduki sambil memeluk boneka.
Saat itulah aku mendengar suara tangisan ibu. Dan perlahan cerita itu pun mengalir. Saat aku masih ada di dalam kandungan, nenek memberi ibu nasi yang sudah mulai membusuk. Ibu dan ayah yang masih muda dan belum sesukses sekarang hanya bisa terdiam. Protes pun tidak berguna. Saudari ayah bukannya menyayangi ibu sebagai sesama wanita, walau status mereka hanya ipar. Mereka malah ikut-ikutan mencerca ibu. Posisi ibu sebagai menantu pun terpojokkan.
Aku yang pertama kali mendengar cerita itu terkejut sekali. Diriku yang masih berusia lima tahun belum bisa mencerna maksud dari tindakan nenek dan bibi-bibiku. Dan kenapa ibu tidak pernah memberitahuku? Aku benar-benar tidak mengerti.
Saat mengantar bibi pulang, aku masih bisa melihat sisa air mata di sudut mata ibu. Aku mendengar bibi yang mengajak ibu menginap di rumah Tabanan, rumah orangtua ibu. Namun ibu hanya menggeleng lemah. Kejadian itu pun berlalu begitu saja.
Sepuluh tahun kemudian, aku baru menyadari bahwa yang dibenci nenek adalah ibu. Bukan aku.
Aku yang sudah remaja mulai mengerti permasalahan keluarga kami. Tentu saja aku mengetahui semuanya karena menguping. Aku mulai percaya bahwa aku memiliki kemampuan untuk berpura-pura. Misalnya, berpura-pura fokus pada buku bacaanku padahal sedang mendengarkan perbincangan pada orang dewasa. Atau berpura-pura tidur saat ibu bertengkar dengan keluarga ayah di ruang tamu.
Namun lambat laun, merasa aku dan kakakku mulai bisa mengerti, entah kenapa permasalahan semakin menjadi. Dan aku tau akar permasalahan ini.
Dulu, ayah ingin menjadi seorang pegawai negeri sipil namun gagal. Ditengah keterpurukan, ibu tetap setia bersama ayah. Dan hingga ayah sukses sebagai pengusaha, ibu masih ada di sisi ayah. Merasa sudah cukup mapan, ayah pun memberitahu orang tuanya tentang keinginan untuk melamar ibu. Saat itu kakek sangat mendukung ayah, namun nenek menolaknya. Alasannya karena keluarga ibu berasal dari luar desa mereka dan latar belakang ibu bukanlah orang 'bernama' seperti mereka.
Ayah yang sudah membulatkan tekad, tetap menikahi ibu. Walaupun pernikahannya ditentang, ayah tetap bahagia karena ada ibu dan keluarga ibu yang mendukungnya. Mau tidak mau, nenek pun membiasakan diri dengan kehadiran ibu. Namun tetap saja, nenek masih tidak menyukai menantunya. Setiap ada kesempatan, nenek akan mencaci ibu karena kesalahan kecil yang ibu perbuat. Misalkan, nasi yang ibu buat terlalu keras. Nenek pasti akan menimpakan kesalahan pada ibu, seolah ibu sudah membubuhkan racun di nasi itu. Nenek juga suka menggeledah belanjaan ibu yang banyak dan berdecak.
"Apa yang merasuki putraku sampai menikahi wanita yang boros begini?" kata nenek waktu itu. Padahal ibu membeli keperluan untuk sebulan agar lebih hemat. Dan lagipula ibu membeli semua itu dengan uangnya dan uang ayah. Salahkah ibu saat itu?
Aku benar-benar tidak habis pikir.
Aku pernah mendengar orang berkata bahwa orangtua yang tidak merestui pernikahan akan melunak saat cucunya lahir. Dan aku pikir itu akan berpengaruh pada nenek. Karena saat usia pernikahan ayah dan ibu menginjak enam bulan, ibu mulai mengandung kakak. Benar saja, nenek mulai melunak pada ibu. Apalagi saat tau bahwa kakakku laki-laki. Ibu pun bisa menikmati saat-saat kehamilan yang damai. Namun setelah kakak lahir, nenek kembali seperti semula. Ternyata selama ibu hamil, kakek selalu menahan nenek untuk memarahi ibu. Dan sebulan setelah kakak lahir, kakek meninggal dunia.
Tak jarang nenek mencela pola didikan dan perawatan ibu. Nenek bilang bahwa ibu tidak berpengalaman dan tidak tau apa-apa. Ini benar-benar membuatku marah. Kakak adalah anak pertama ibu, jadi bukankah wajar ibu masih belajar karena baru memiliki anak? Tetapi bagi nenek, apapun yang dilakukan ibu tetap salah.
Seperti yang aku dengar saat berusia lima tahun, ibu diberi nasi yang mulai membusuk saat mengandungku. Bahkan saat itu ibu bersusah payah bekerja agar sebisa mungkin tidak perlu meminta apa-apa pada nenek. Aku sempat mendengar ibu menangis sambil berkata bahwa ibu bersyukur aku lahir selamat ditengah cobaan yang mendera. Tentu saja ibu selalu sabar karena yakin langit masih punya mata untuk mengasihaninya.
Tangan Tuhan pun akhirnya turun juga. Mungkin Beliau merasa ibu sudah cukup menerima semua beban ini. Tuhan pun memberikan anugerah dari karir ayah. Perusahaan teknologi yang ayah dirikan menunjukkan kemajuan yang pesat. Ayah dan rekan bisnisnya mulai merencanakan pembangunan di Kabupaten Karangasem. Karena jarak antara Singaraja dan Karangasem cukup jauh, ayah pun memutuskan pindah ke Karangasem. Ibu yang sudah mulai lelah satu atap dengan nenek langsung setuju. Saat usiaku satu minggu, keluarga kecil kami pun meninggalkan rumah nenek.
Selama berada di Karangasem, ibu benar-benar merasakan bebas yang sesungguhnya. Walau rumah yang dikontrak ayah tidak luas, ibu sangat bahagia bisa memiliki 'teritorinya' sendiri. Kehidupan pun berjalan dengan sangat baik. Kakak dan aku juga bisa merasakan kasih sayang ibu dan ayah tanpa ditatap sinis oleh nenek.
Ketahuilah bahwa kehidupan ini tidak hanya tentang kebahagiaan. Pasti ada kesedihan dan luka. Roda kehidupan pasti akan berputar. Jadi jangan terlena saat kau berada di atas dan jangan menyerah saat kau berada di bawah. Seperti hakekatnya, kehidupan akan berubah entah cepat atau lambat.
Dan benar saja, saat kakak hendak bersekolah di taman kanak-kanak, saudara ayah menelepon dan meminta ayah pulang. Karena nenek jatuh sakit.
*****
Hari itu juga, dimana nenek dilarikan kerumah sakit, kami sekeluarga pun pulang.
Selama dua puluh empat jam nenek berada di ugd. Ternyata nenek menderita penyakit jantung. Belum parah syukurnya, namun tetap harus diwaspadai.
Ayah adalah anak kedua dari lima bersaudara. Kakak pertama serta dua adik ayah perempuan. Mereka sama-sama sudah berkeluarga dan tinggal di lain kota. Bahkan adik ayah yang paling kecil merantau ke luar pulau. Adik ketiga ayah laki-laki yang sudah berkeluarga dan tinggal di luar kota juga. Sekarang kelima saudara yang sama-sama merantau ini berdiskusi tentang ibu mereka. Nenek berkali-kali diajak pergi mengikuti paman, namun selalu ditolak. Seperti halnya orangtua lain, mereka pasti segan jika harus merepotkan anaknya yang sudah memiliki keluarga dan tanggung jawab sendiri. Namun, kondisi nenek sekarang tentu tidak memungkinkam untuk tinggal sendirian. Ayah pun sangat diharapkan oleh saudaranya yang lain. Ya, ayah diminta kembali tinggal bersama nenek di rumah asli.
Ayah sangat menyayangi ibu. Jadi beliau selalu menghargai perasaan ibu. Ayah juga tidak tega apabila ibu terus diperlakukan tidak hormat oleh nenek. Tetapi ibu terlalu lembut untuk balik membenci nenek. Belum lagi saudari ayah yang dulu mencerca ibu membujuknya agar mau tinggal dengan nenek lagi. Mereka bersimpuh memohon kepada ibu. Satu hal yang tidak aku sukai adalah, mereka tidak meminta maaf sama sekali! Padahal dulu mereka menghina ibu, lalu sekarang mereka menitipkan ibu mereka pada ipar yang selalu mereka hina? Tidakkah ini yang dinamakan hukum karma?
Sekali lagi aku tegaskan, ibu terlalu baik untuk membenci nenek. Ibu pun menerima hal itu, dengan syarat keluarga kecil kami tinggal di rumah yang terpisah. Dan saudara-saudari ayah harus sering pulang untuk mengecek ibu mereka. Juga tidak boleh membatasi atau mengganggu keluarga kami selama nenek ada dalam tanggung jawab ibu dan ayah. Dengan persetujuan kedua belah pihak, kami pun kembali ke Kabupaten Singaraja dan tinggal di rumah kecil persis selat lima rumah dari rumah nenek.
==========
Gimana? Nenek terlalu kejam? Ahahaha, begitulah dan biarkan kisah ini mengalir~ chap selanjutnya bakal mulai pergantian latar waktu deh~
Sekali lagi semoga tertarik dan jangan lupa kritik saran sangat diperlukan! Juga beritahu saya kalau saya ada typo! Terima kasih~
-Altair

KAMU SEDANG MEMBACA
Me and Mine (on hold)
AcakHanya sebuah kumpulan cerpen sederhana. Dengan membawakan tokoh utama seorang perempuan, seolah mewakilkan beberapa kisah perempuan dari beragam usia. Dimulai dari hangatnya kebersamaan keluarga sampai dinginnya tenda peperangan. Cerita ringan di ru...