Sore itu seperti biasa kami akan berlari sepanjang garis pantai. Kemudian tertawa lepas agar penat hilang. Dan tentu diakhiri dengan meminum es kelapa muda di atas batu karang. Kegiatan yang monoton. Namun sangat kusukai. Karena pasti ada yang berbeda dari pertemuan kami.
"Rei, aku senang bisa berteman denganmu," kata Rakhan tiba-tiba. Aku mengangkat sebelah alisku.
"Yah, aku juga senang. Ah Rakhan, terima kasih karena sudah menjadi temanku," entah angin apa yang menggerakkanku, spontan aku berucap begitu. Rakhan tertawa lagi. Tangannya mengusap rambutku pelan.
"Terima kasih kembali, Rei," dan senyum manis Rakhan, membuatku merasa nyaman.
***
Perasaanku selalu menghangat setiap mengingat pertemuan pertamaku dengan Rakhan. Saat itu Rakhan hanya seorang bocah laki-laki usil yang seenaknya merebut tempat favoritku, sebuah batu karang besar. Saat itu pertengahan bulan Agustus, dimana matahari bersinar terik menyengat bumi. Rakhan yang sedang berlibur bersama keluarganya, berteman denganku seorang gadis pesisir pantai. Ia yang tersenyum ramah padaku. Ia yang mengulurkan tangannya saat aku terjatuh. Dan ia yang suka bermain di pantai, bersamaku. Namun semua kesenangan itu berakhir, saat Rakhan pulang ke kota asalnya.
Tapi hei! Nasib tak dapat diprediksi. Karena tidak ada kebetulan, yang ada hanya kelindan takdir yang menunggu untuk diikat erat. Bulan Agustus berikutnya, Rakhan pun kembali datang. Kehadiran Rakhan membawa kesenangan tersendiri bagiku. Ia adalah teman yang menyenangkan. Kami suka berlomba lari di sepanjang pesisir pantai, bermain di batu karang sambil minum es kelapa muda, serta tentu saja kami sangat suka berenang. Ah, itu saat aku hanya menganggap ia teman bermain.
Waktu pun berlalu, perasaan itu mulai berubah. Kehadiran Rakhan kini menjadi sesuatu yang spesial. Setiap tahun aku melewati bulan demi bulan hanya untuk menunggu datangnya bulan Agustus. Karena saat itu, Rakhan akan menemuiku. Entah sejak kapan, aku menyadari bahwa Rakhan memiliki tempat tersendiri di hatiku. Ya, entah sejak kapan, aku jatuh cinta pada bocah yang kutemui sepuluh tahun lalu.
"Rei, apa mimpimu?" suara rakhan membuyarkan lamunanku. Aku menoleh dan tersenyum cerah.
"Aku mau menjadi seorang arsitek," ucapku mantap. Rakhan menatapku bingung.
"Kenapa?" tanyanya lagi. Aku mendongak, menatap langit dengan terik matahari di atas sana.
"Aku suka menggambar, dan juga suka matematika. Simpel," tandasku puas. Aku selalu suka saat membicarakan mimpiku. Hasrat yang menggebu di dada ini sangat menyesakkan, minta disuarakan. Rakhan mengangguk paham. Sesaat hanya suara debur ombak yang terdengar.
"Hebat ya.. Pasti memyenangkan saat kau bisa punya mimpi," ucap Rakhan lirih. Aku mengangkat alisku. Tidak biasanya Rakhan yang ceria bersikap demikian.
"Kau juga bisa punya mimpi kan," balasku. Aku menangkap raut aneh di wajah Rakhan.
"Bolehkah?" tanyanya.
"Pertanyaan bodoh." Aku menyentil kening Rakhan. Rakhan mengusap keningnya lalu tertawa.
"Kalau begitu mimpiku adalah selalu bersamamu." Seketika wajahku memerah malu. Aku memukul Rakhan gemas. Dan tawa kami pun mengalahkan suara ombak.
***
Agustus kembali datang. Agustus ini akan jadi pertemuan ke sebelasku dengan Rakhan. Yeah, Agustus ke sebelas yang sangat kunanti. Sama seperti agustus-agustus sebelumnya.
Pagi itu aku mandi dengan riang. Dengan semangat aku menyematkan jepit rambut pada rambut pendekku. One piece selutut yang biasa kugunakan saat bermain di pantai, menyelimuti tubuhku. Aku berputar beberapa kali sambil menatap pantulan diriku di cermin dengn puas.
Suara ibu terdengar dari lantai satu. Aku menjawab dan bergegas menuruni tangga. Aroma manis pai tercium dari arah dapur. Langkahku terhenti saat melihat sepasang suami istri asing duduk di sofa. Mengangkat alis, aku berusaha mengingat wajah yang cukup familiar itu. Entah kenapa rasanya aku pernah melihat garis wajah mereka. Ibu mengisyaratkan dengan tangannya agar aku mendekat. Menurut, aku berjalan dan menunduk memberi salam. Mendadak terdengar isakan dari si wanita.
"Eh.. Err.." Aku menjadi salah tingkah. Pria di samping wanita itu merengkuh bahunya, menguatkan. Aku menatap ibu bingung. Entah kenapa raut wajah ibu juga terlihat sedih. Ada apa ini?
Mereka menolak menjelaskan. Akhirnya kami sarapan bersama di tengah keheningan. Saat sedang mencuci piring, ibu menyuruhku pergi ke belakang rumah. Walau heran, aku tetap menurut. Halaman belakang rumahku tersambung dengan jalan menuju pantai. Melihat tidak ada siapa-siapa, aku melangkah cuek ke pantai.
Dan di batu karang, aku melihat pasangan suami istri yang tadi sarapan bersamaku. Mendekat, aku memutuskan untuk menyapa mereka. Dan mereka tersenyum padaku. Kami mengobrol tentang banyak hal. Sambil duduk di atas batu karang, menikmati angin laut yang berhembus, obrolan berjalan hangat. Hingga nada mereka menjadi serius.
Aku menatap tak percaya. Penjelasan mereka terlalu mendadak. Dan terlalu menusuk hati. Si wanita mengelus bahuku. Dan pasangan suami istri yang tengah berduka itu berlalu. Meninggalkanku sendirian. Angin serta ombak seolah meneriakkan segala luka dan air mata.
Aku selalu membayangkan bagaimana pertemuanku dengan orangtua Rakhan. Makan bersama kah? Atau berbincang santai di sunbed? Ataukah nanti saat Rakhan melamarku? Ah, memikirkannya selalu membuatku malu.
Namun ternyata, nasib memang tidak bisa diprediksi. Pertemuan pertamaku dengan orang tua Rakhan tidak seindah bayanganku.
Ini adalah bulan Agustus terburuk yang pernah ada. Karena kali ini, aku tak lagi bersama Rakhan. Orangtua Rakhanlah yang menemuiku. Dan menjelaskan semuanya.
Rakhan yang kusayangi ternyata mengidap kanker otak. Ia sering keluar masuk rumah sakit. Dan karena pertemuan kami, Rakhan selalu meminta pada orangtuanya untuk pergi ke pantai di bulan Agustus. Ia menjelaskan bahwa dia sudah memliki motivasi untuk melanjutkan hidup. Pengobatan Rakhan pun menunjukkan hasil yang baik. Namun, seperti yang kukatakan tadi, nasib tak dapat diprediksi. Awal bulan Agustus ini--yang harusnya jadi bulan agustus kesebelas, Rakhan meninggalkan dunia.
Meninggalkan orang yang dikasihi dan mengasihinya. Meninggalkan segala kenangan kami. Saat matahari bersinar terik di bulan Agustus, aku menangis sendirian di batu karang---tempat kami pernah tertawa bersama.
Menangisi bulan Agustus ke sebelas yang tidak penah datang...
Batu Karang Kenangan
-Selesai-========
Satu cerita lagi yang sudah selesai~ tunggu cerita menarik selanjutnya ya! Jangan lupa vote dan komen
-Altair

KAMU SEDANG MEMBACA
Me and Mine (on hold)
AcakHanya sebuah kumpulan cerpen sederhana. Dengan membawakan tokoh utama seorang perempuan, seolah mewakilkan beberapa kisah perempuan dari beragam usia. Dimulai dari hangatnya kebersamaan keluarga sampai dinginnya tenda peperangan. Cerita ringan di ru...