"Alluna!" seru Ica pada adiknya. Ia berlari tergopoh-gopoh dan menahan badan Luna yang hampir ambruk.
"Ada apa?" tanya Ica cemas. Ia merengkuh adiknya dan menepuk punggung Luna.
"Sepertinya aku harus berhenti saja," ucap Luna serak. Mata Ica pun sempurna membulat.
"Berhenti?" bisik Ica tak percaya. Luna mengangguk lemas.
"Setelah sejauh ini?" tanya Ica. Luna kembali mengangguk. Gadis itu tampak gusar, kesal, lelah, dan sedih bersamaan. Benar-benar ekspresi yang susah di deskripsikan.
Ica hanya terdiam. Ia tak tau harus bagaimana lagi. Ica sempat senang saat semangat Luna kembali muncul. Gadis itu dengan gembira menyambut Sam dirumah mereka. Karena Ica tau, Luna dan Sam sedang berjuang bersama. Namun sekarang, kemana perginya semangat tempo hari itu? Apakah dia sudah kembali hanyut karena tak kuat menopang di pasir yang lemah? Ataukah ia terseret oleh sesuatu yang lebih kuat? Ica tak tahu. Ia ingin sekali bertanya, namun Luna pasti menjawab hal yang sama. Tidak tahu.
***
"Hasil tak pernah mengkhianati usaha. Pada akhirnya hal itu tak selalu berlaku di kehidupan ini," ucap Luna tiba-tiba. Ica menghentikan kegiatannya yang sedang mencuci piring kotor sisa sarapan. Gadis itu menoleh pada Luna dan mengerutkan kening.
"Karena jika kau sudah berusaha, belum tentu hasilnya sesuai yang kau inginkan," sambung Luna lagi. Ica membuka mulut hendak membalas, namun ia urungkan. Ica paham adiknya sedang bersedih, dan ia tak pantas mengatakan hal-hal semacam 'jangan katakan itu' 'berhentilah bersedih' 'cukup, jangan melantur lagi'. Yah, begitulah.
Luna bergumam sambil menatap layar handphonenya. Ica menoleh dan duduk di depan adiknya.
"Ada apa?" tanya Ica.
"Sebuah cerita inspiratif. Ada yang membagikannya di sosial media," jawab Luna.
"Apa isinya?" tanya Ica lagi. Luna pun membacakan tulisan yang di unggah sebuah akun dengan keras.
Bercerita tentang seorang guru muda. Hidupnya kekurangan karena sang ayah sudah meninggal dan ibunya sakit-sakitan. Adiknya ada tiga dan ialah satu-satunya tulang punggung keluarga. Pakaiannya sudah rusak dan banyak tambalan. Seragam adiknya juga sudah kusam. Ia juga sedang butuh alat tulis baru. Namun apa daya, ia tak mampu.
Kemudian, di hari penerimaan rapor siswa, ia dan guru-guru lain mendapat hadiah dari orangtua murid. Dan guru muda ini mendapat paling banyak hadiah. Di rumah, saat ia buka hadiah itu, isinya benar-benar mengejutkan. Pakaian, seragam sekolah, alat tulis dan buku. Betapa harunya guru itu. Ibunya pun berkata bahwa ini adalah jawaban doanya. Semacam karma instan yang sudah ia dapat. Karena Tuhan akan memberikan apa yang kita butuhkan di waktu yang tepat. Jika belum dapat sekarang, berarti memang belum saatnya. Tetaplah bersabar dan tunggu hingga datang.
Ica mengangguk puas. Ia suka sekali cerita itu. Namun Luna tidak tampak demikian. Ia mendongak dan menatap Ica.
"Bukankah cerita inspiratif yang ada di media sosial itu hanya fiksi? Sekedar pengingat yang dibuat-buat," ucap Luna sangsi. Ica terdiam dan balas menatap Luna.
"Lalu apa salahnya?" tanya Ica.
"Tidak salah. Hanya saja, kenapa tidak mencoba untuk lebih realistis?" Luna menopang dagunya dan menutup mata. Ica menghela napas. Motivasi adiknya benar-benar sudah jatuh dan tidak bisa diangkat lagi.
"Kalau ingin lebih realistis, kenapa kamu tidak coba untuk menjadikannya nyata?" tanya Ica.
Luna menelengkan kepala, "Maksud kakak?"
"Yah, praktekkan inti cerita itu lalu jadikan cerita itu tidak hanya sekedar cerita di media sosial yang dibuat-buat," balas Ica. Luna terdiam cukup lama. Mungkin gadis itu sedang bergolak di dalam hatinya.
"Apa menurut kakak aku bisa?" tanya Luna ragu. Ica tersenyum.
"Hancurkan batas apapun dan teriaklah dengan berani bahwa kau bisa," ucap Ica pasti.
"Ingat, sabar adalah kunci dalam meraih kesuksesan," sambung Ica. Luna pun mengangguk. Ia memeluk Ica sebelum beranjak pergi.
"Kemana?" tanya Ica heran melihat semangat Luna.
"Melakukan pilihan kedua!" seru Luna. Ica mengangkat sebelah alisnya sebelum akhirnya tersenyum lebar. Ia ingat kalimat yang selalu dikatakan ibunya.
'Manusia itu punya dua pilihan. Kembali tidur untuk melanjutkan mimpi. Atau bangun untuk menggapai mimpi'
Dan sepertinya Luna sudah yakin dengan apa yang harus ia lakukan. Ica hanya bisa berharap, semangat Luna tidak akan gampang pudar lagi. Ya, semoga saja.
***
"Hidupmu adalah milikmu. Kamu sendiri yang tau baik dan buruknya. Dan kamulah yang memimpin dirimu sendiri, bukan orang lain."
Gemuruh tepuk tangan mengakhiri peluncuran buku kelima belas Luna. Gadis berambut panjang itu turun dari podium dan menghampiri kakaknya. Ica memeluk adiknya dengan bangga. Sebelum akhirnya Luna diserbu oleh awak media.
Pertanyaan demi pertanyaan dijawab Luna. Hingga ada pertanyaan yang menggelitik dirinya.
"Bagaimana anda bisa dengan percaya diri melontarkan kalimat motivasi itu?"
Luna tersenyum, "Terkadang orang menasehatimu bukan karena dia bijak. Namun karena dia pernah mengalami masalah serupa."
Para awak media tertawa lepas. Ica yang mendengar jawaban Luna pun tersenyum simpul. Dan ia tahu bahwa Luna benar. Setelah terpuruk berkali-kali, Luna akhirnya sukses. Dan itu bermula dari Luna menginjak bangku perkuliahan. Lama sekali memang, mengingat Luna terjun ke dunia kepenulisan sejak akhir SMP. Namun seperti kata Ica, itulah rejeki Luna dan itulah waktu yang tepat. Entah bagaimana Tuhan memperhitungkannya, yang pasti itu yang terbaik.
"Jadi Nona Alluna, berarti anda pernah terpuruk? Pernah depresi dan dirundung masalah?" tanya seorang wartawan dengan kacamata tebal.
Luna kembali tertawa. Ia berpikir sejenak sebelum menjawab pertanyaan itu.
"Yah, aku memang gadis remaja yang bermasalah," jawab Luna. Ia kembali tertawa kecil saat mengingat Ica yang direpotkan oleh tangisannya.
"Karena itu percayalah, semua orang punya masalahnya sendiri."
"Dan ingat, jangan iri kepada keberhasilan seseorang. Karena kamu tidak akan tahu, apa yang sudah ia lalui untuk sampai seperti itu," tandas Luna puas.
Jika hidup dianalogikan sebagai game, kita harus melawan boss setiap lantai agar bisa naik ke tempat yang lebih tinggi. Karena setiap jenjang kehidupan memiliki masalah, dan bersabar adalah skill tingkat tinggi yang bisa kita dapatkan setelah melalui berbagai cobaan. Dan di lantai terakhir, boss terkuat sekaligus hadiah terindah menanti kita. Jadi, apakah kamu akan diam di lantai yang mudah saja? Ataukah kamu mau melawan boss monster untuk naik ke lantai selanjutnya? Pilihan ada di tanganmu! Ingat, jangan sia-siakan setiap kesempatan yang ada. Jika kau tidak mau menyesal tentunya...
Pemimpi yang Lelah
-Selesai-=======
Yash, selesai juga~ jangan lupa beri kritik dan saran serta tekan tanda bintang!
-Altair
KAMU SEDANG MEMBACA
Me and Mine (on hold)
RandomHanya sebuah kumpulan cerpen sederhana. Dengan membawakan tokoh utama seorang perempuan, seolah mewakilkan beberapa kisah perempuan dari beragam usia. Dimulai dari hangatnya kebersamaan keluarga sampai dinginnya tenda peperangan. Cerita ringan di ru...