Leona
Aku yakin Lea akan membunuhku jika dia tahu aku berniat untuk bekerja di sini. Aku dan dia selalu punya dua pemikiran yang berbeda meski itu karena kami saling mengharapkan yang terbaik untuk satu sama lain. Tapi aku butuh uang, dia butuh uang, dan kami butuh hidup. Jadi aku hanya perlu membuat dia tidak tahu tentang ini.
Aku melangkah masuk ke dalam klub, seperti biasa cahaya redup dan musik menyambutku kemudian aku menemukan Robbie berdiri di dekat meja bar dengan setelan hitam licinnya, rambut yang tertata rapi dengan gel, dan senyum yang merekah penuh kehangatan.
"Leona ... sudah sangat lama," dia menyapaku riang. Menghampiriku dan kami memiliki satu momen pelukan panjang dan ciuman yang basah.
"Kau menakjubkan Rob, kau berubah total." Dia hanya menyeringai dan mencium pipiku sekali lagi.
"Begitulah, dan aku sangat terkejut saat mendapat panggilan darimu. Jadi apa yang bisa aku lakukan untukmu, Babe?" dia bertanya dan menuntunku untuk duduk di salah satu bangku sementara dia tetap berdiri dan bersandar pada meja bar.
Aku hanya tersenyum saat mendengarnya masih memanggilku Babe, itu sudah empat tahun berlalu dan kami tidak benar-benar menjalin komunikasi yang baik selama ini.
"Apa yang kamu minum?" dia bertanya tapi tidak menunggu jawabanku. "White Russian?"
Aku menyeringai tanpa sadar. "Kau masih mengingatnya."
Dia tidak membalasku tapi mengedipkan sebelah matanya dan berteriak pada bartenders untuk menyiapkan satu White Russian dan sebotol Vodka.
"Aku tidak tahu sekarang kau meminum vodka," ucapku dan dia mengedikkan bahunya terlihat tak acuh.
"Orang-orang berubah. Selera berubah. Dan dunia juga berubah," ucapnya terdengar melankolis. Aku tidak sepenuhnya mengerti dengan itu. Tapi ya, orang-orang berubah.
"Ya. Itu benar," gumamku.
Aku dan Lea juga berubah. Terutama Lea, dia dan semua hal buruk yang menimpanya. Aku sedih untuknya dan bagaimana pun aku ingin memberi sedikit penghiburan untuknya meski tentu saja aku tidak benar-benar bisa melakukan itu. Di sini di Atlanta cukup sulit untuk menemukan klub dansa tango yang mau menerimaku bekerja sebagai instruktur. Dan hampir tiga tahun ini aku hanya bekerja menjadi pelayan di restoran dan itu jelas tidak menghasilkan cukup uang. Itu bukan berarti seperti kami kekurangan atau semacamnya, lagi pula kami punya Sylvia jika kami benar-benar terdesak. Hanya saja sekarang bisa dibilang aku bergantung pada adikku. Dia bekerja di perusahaan, menjadi seorang PA. Menanggung biaya hidup kami berdua dan itu menempatkanku pada posisi tidak berdaya yang sangat aku benci. Aku lelah merasa bergantung padanya, dimana seharusnya akulah yang menjadi penopang dan merawatnya. Jadi pada titik tertentu kupikir aku harus mulai mencari lebih banyak uang dan memulai bisnis lamaku. Aku pernah menjalankan tempat kursusku sendiri dan itu berjalan dengan sangat baik di Seattle tapi seperti yang sudah kukatakan banyak hal berubah dan kami harus meninggalkan Seattle dan pergi ke Atlanta untuk penyembuhan adikku. Atau lebih baik jika aku menyebutnya proses pemulihan, meski sejujurnya aku tidak yakin apakah dia akan benar-benar pulih. Sudah tiga tahun sejak kejadian itu dan aku masih mendengarnya menjerit di tengah malam karena mimpi buruk, satu-satunya hal yang baik dari Atlanta adalah aku tahu dia sudah melupakan keinginan untuk mengakhiri hidupnya. Dan itu menjadi alasan yang cukup untukku terus bertahan di sini bersamanya.
White Russianku siap dan Robbie mengambilnya dari bartenders dan menyerahkannya padaku. Aku meminumnya dan aku selalu suka rasa kopi dan krim yang bercampur dengan kerasnya vodka. Robbie meminum miliknya sendiri dan aku sadar dia serius tentang berubah. Aku dapat melihatnya dengan jelas. Bagaimana dia sekarang memiliki otot yang jauh lebih menonjol dari terakhir kali aku melihatnya dan bekas-bekas luka yang berada di leher dan rahang yang sebelumnya tidak kusadari. Selaian itu pembawaannya sangat berbeda, dia masih hangat dan ramah seperti dulu tapi sekarang itu diimbangi dengan kewaspadaan yang membuatnya tapak seperti benar-benar seorang pria.
Dia sepertinya sadar aku sedang mengamati dan menilai dirinya dan kurasa dia memutuskan kalau ini saat yang tepat untuk memulai percakapan. "Kau sudah memberitahuku di telepon kalau kau butuh bantuan, jadi apa itu?"
Tidak ada lelucon dari suaranya kali ini, dan aku mendesah dengan lelah. "Aku butuh uang."
Dia tidak bersaksi dengan itu. Ini bukan pertama kalinya aku mengatakan kalimat itu padanya.
Dia mengangguk dengan keprihatinan dan kesedihan yang jelas di wajahnya. Aku sangat tahu kalau dia masih peduli padaku. "Berapa?"
Aku menggeleng. Dulu aku memang menerima bantuan instan darinya tapi dulu hubungan kami berbeda. Kami kekasih dan jelas saling jatuh cinta tapi semenjak dia pergi aku tidak lagi berada pada konsep itu. Empat tahun adalah waktu yang cukup untukku berhenti dari mencintai seseorang. Dan meski saat dia pergi dia mengatakan kalau dia masih mencintaiku dan pergi bukanlah keinginannya, itu tidak berarti apapun untukku. Aku tidak lagi menyimpan perasaanku yang lama dan itu berlalu. Kami teman, begitulah kami sekarang.
"Aku tidak bisa menerima uangmu lagi," ucapku dan dia mengangguk penuh pengertian. Dia tahu aku tidak akan mengambil itu darinya.
"Itu berarti menyisakan satu hal," ucapnya dan dia meminum vodkanya lagi. "Kau ingin pekerjaan dariku?"
"Yeah. Itu yang kuharapkan," jawabku dan ia terlihat muram. Ada banyak. Sangat banyak konflik di wajahnya. "Tapi jika kau tidak bisa membantu, itu tidak masalah, Rob," ucapku. Dan ia tersenyum miring, dia tahu itu hanya penghiburan.
"Ini bukan tempat yang bagus. Aku tidak bisa menyeretmu ke dalamnya. Lebih tepatnya tidak ingin," ucapnya.
"Aku mengerti," ucapku pada akhirnya. Dia terlihat menyesal tidak bisa membantuku tapi dia juga tidak mencoba untuk menawarkan sesuatu yang lain.
"Membutuhkan pekerjaan?" Aku menoleh ke arah suara berat itu. Dia pria yang tinggi lebih tinggi dari Robbie dengan kulit coklat gelap, rambut hitam, dan mata yang membuatku gelisah.
"Javier, ini bukan urusanmu!" Robbie berdiri di depanku sekarang dan kupikir akan ada konfrontasi di antara mereka tapi sejauh ini mereka hanya saling beradu tatapan.
Pria bernama Javier itu tertawa. "Apa kau serius Rob?"
"Lucas menyerahkan bisnis ini untuk kuurus dan kau tidak bisa masuk ke dalamnya untuk ikut campur!" ucap Robbie. Dia tidak berteriak atau semacamnya tapi sangat jelas kalau itu adalah ancaman.
"Dia bahkan belum menjadi Capo," balas Javier.
"Aku akan menjaga ucapanku jika jadi kau," balas Robbie. Yang satu itu dia mengucapkannya dengan menggeram.
Javier tidak menangkap itu sebagai peringatan tapi dia beralih padaku. "Rob mengatur beberapa hal di sini dan aku juga." Dia tersenyum tapi aku tidak melihat itu sebagai sesuatu yang bagus. "Dan aku punya pekerjaan jika kau masih menginginkannya."
"Kau tidak bisa Javier!" Rob kembali menggeram dan kali ini maju lebih dekat ke arah Javier.
Pria itu hanya mengabaikan Robbie. "Kami butuh beberapa Stripper, jika kau berminat kau bisa ikut aku ke kantorku."
Aku kehilangan napasku saat itu tapi aku segara dapat menangani diriku sendiri. "Apa itu hanya menari?"
Robbie menoleh padaku dengan raut wajah shock dan ia memberiku isyarat untuk tidak melanjutkan ini. "Leona. Kau tidak melakukan itu."
Javier terlihat lebih tertarik lagi sekarang. "Ya, hanya menari. Itu peraturannya."
"Berapa banyak yang aku dapat?" aku kembali bertanya.
Aku sangat yakin sekarang, Lea akan membunuhku.
"Kita lebih baik membicarakan ini di kantorku," ucap Javier. Aku mengangguk dan Robbie tidak mengatakan apapun lagi. Dia hanya menatap belakang kepala Javier dengan tatapan yang akan meledakkan kepala itu.
"Tidak seburuk itu, Rob," ucapku. Dia menghembuskan napas dengan sedih dan aku akhirnya mengikuti Javier.
***TBC***
KAMU SEDANG MEMBACA
The Terminating Past (Past Series)
RomanceWARNING KONTEN DEWASA 21+ MOHON BIJAK DALAM MEMBACA!!! Leona tidak ingin adiknya kecewa atau membencinya tapi dia juga tidak dapat berbohong kalau dia benar-benar mencintai Lucas Sylvester, orang paling berharga dalam hidupnya setelah adiknya sendi...