Lucas
Valerina sangat cantik. Dia punya rambut coklat gelap yang menawan, bibir yang seksi dan tentu saja tubuh yang akan membuat pria ingin menyentuhnya, tapi ini membuatku muak. Fakta bahwa dia cantik hanya membuat pernikahan kami menjadi masuk akal. Akan lebih baik jika dia mengerikan.
"Apa kau benar-benar menginginkan pernikahan ini?" dia akhirnya bicara setelah satu jam penuh hanya duduk diam di sampingku.
Ayahku sungguh sialan. Aku tidak akan terjebak di ruangan ini bersama gadis yang bahkan tidak berani menatapku jika bukan karena dia.
"Tidak," jawabku. Dia mendongak sekarang, memberiku tatapan terkejut dan sedikit patah.
Sial! Aku seharusnya tidak mengatakan itu, 'kan?
"Lalu kenapa?" dia bertanya, bergeser lebih jauh lagi dariku. Melihatku seolah aku pembunuh mematikan. Yah itu memang tidak salah.
"Val, dengar ... ini bukan tentang keinginanku, ini tentang menjalin hubungan baik antara Chicago dan Atlanta. Dan aku yakin kau tahu pasti bagaimana ini bekerja," ucapku.
Dia melihatku dengan mata jijik sekarang seolah aku lelaki paling rendah yang pernah dia lihat. "Kalau begitu batalkan. Aku tidak ingin terjebak dengan pria yang bahkan tidak menginginkanku sedikit pun."
Dia tidak sebodoh itu ternyata.
"Aku tidak bisa. Aku sama tidak berdayanya denganmu di sini," balasku.
Itu karena ayahku berengsek. Dia tidak akan memberikan posisinya sebelum mengikatku dengan hubungan sialan konyol ini. Itu atau aku mengambil cara kotor, beresiko tapi sepadan. Membunuhnya akan menyelesaikan banyak hal. Bahkan mungkin aku bisa membawa Gabriella kembali, meski itu akan memicu perang dengan New York.
"Kau calon Capo, kau bisa melakukan apa pun yang kau inginkan. Ucapanmu adalah hukum," ucapnya. Melihatku, berharap aku akan membenarkan ucapannya. "Aku juga tidak menginginkan pernikahan ini."
"Calon. Kau perlu menggaris bawahi itu. Aku baru calon, ucapanku hanyalah ucapan. Ucapan ayahku adalah hukum," jawabku. "Maafkan aku."
"Apa?" dia bertanya, terkejut sekali lagi.
"Maaf. Aku tidak bermaksud mengacaukan hidupmu, Val."
Aku tidak tahu kenapa tapi ucapanku kali ini membuat pipinya memerah. Dia berkedip beberapa kali sebelum kembali bicara, "Kau bukan pria berengsek seperti yang mereka katakan, 'kan?"
Aku tersenyum menggoda, membungkuk ke arahnya hingga aku dapat melihat pupil di matanya melebar. "Aku tidak tahu apa yang dikatakan orang di balik punggungku. Tapi ... aku jelas menyukai wanita yang cantik."
Dia menahan napasnya sekarang, rona merah menyebar di wajahnya. Ini menarik tapi saat ini yang kuingat justru wajah penari itu. Leona. Dia tidak menunduk di depanku. Dia tidak pernah berpaling dari tatapanku. Berani. Menggoda. Menantang.Dan bibirnya, tubuhnya. Aku menghela napas, menjauh dari Valerina. Ini gila. Bagaimana aku bisa mengingat segala sesuatu tentang Leona, itu cukup mengerikan. Dan bagaimana aku menginginkannya, ini tidak sama. Leona seperti terus menerus berpusar di otakku.
Sialan! Dia hanya wanita. Gadis yang lain.
"Lucas," Valerina mendesis masih terlihat gugup dari kejadian barusan. "Jangan ... jangan lakukan itu lagi."
"Aku tidak akan menjanjikan apa pun," ucapku.
Berbalik, aku keluar dari ruang duduk yang sudah membuatku muak. Ini masih pukul 6.00 p.m, satu jam sebelum aku menjemput Leona untuk kencan pertama kami. Tapi aku sangat ingin melihatnya lagi. Lebih. Aku ingin menyentuhnya, merasakan bibirnya. Kulitnya yang lembut di jemariku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Terminating Past (Past Series)
RomanceWARNING KONTEN DEWASA 21+ MOHON BIJAK DALAM MEMBACA!!! Leona tidak ingin adiknya kecewa atau membencinya tapi dia juga tidak dapat berbohong kalau dia benar-benar mencintai Lucas Sylvester, orang paling berharga dalam hidupnya setelah adiknya sendi...