Your vote and comment are so precious for me.
Jadi, sebelum baca alangkah baiknya divote lalu dikomen tiap paragrafnya.
Oh iya, Bacanya jangan pake hati karena ini cuma fiksi.
Kalau udah emosi kamu perlu tarik napas terus ditahan sampe besok pagi wkwk.***
Pada dasarnya masalah tidak akan pernah berhenti menghampiri. Entah untuk sekedar singgah atau terus berlanjut hingga patah.
—Shouldn't Be***
"Bisa-bisanya ya, calon ketua MPK ngelakuin hal serendah itu. Di area sekolah pula."
"Love hate relationship? Menjijikan."
"Kemarin sok-sokan buat artikel karena nggak terima helmnya diambil, eh sekarang malah mau kissing."
"Cowok mah sama aja, kalau disuguhi bibir mana bisa nolak."
"Katanya calon ketua MPK, tapi kelakuannya minus banget."
"Dua-duanya sama-sama murahan."
"Gue nggak bakal milih dia!"
Arka melirik satu per satu siswa yang mengucapkan kalimat tersebut. Ia berusaha tidak menanggapi, meski kini hatinya berkecamuk penuh emosi. Arka tidak ingin memperkeruh suasana dengan menanggapi mereka. Sebab ia sadar bahwa tidak akan ada satu pun siswa yang percaya dengan pembelaannya.
Arka juga sejujurnya sudah memprediksi hal semacam ini akan terjadi. Ia sudah bisa membayangkan bagaimana respon negatif dari siswa di Gemintang setelah foto itu beredar. Dirinya yang bulan lalu diresmikan sebagai calon ketua MPK jelas menarik perhatian. Masalah sekecil apapun pasti akan meledak dan menjadi bahan perbincangan.
Hanya saja, Arka tetap tidak siap mengalami hal ini meski sudah mempersiapkan diri. Ia belum sepenuhnya rela jika harus menerima cercaan dari semua orang untuk hal yang lagi-lagi tidak ia lakukan. Arka juga tidak rela jika imagenya semakin buruk di mata semua siswa. Ia tidak mau karena hal itu mimpinya sebagai ketua MPK yang menjadi taruhannya.
Arka sadar sesadar-sadarnya bahwa tidak seharusnya ia terlibat dalam masalah seperti ini. Dirinya sebagai kandidat ketua MPK tidak seharusnya membuat kontroversi yang mendatangkan banyak komentar negatif. Hal semacam itu tentu akan mempengaruhi posisinya ke depan. Mengingat SMA Gemintang sangat disiplin dalam menentukan pilihan.
Sejak pertama kali Arka menginjakkan kaki di SMA Gemintang, ia tidak pernah sekalipun membuat atau terlibat dalam masalah. Hidupnya serba mujur dan teratur, serta bergerak pasti sesuai apa yang sudah direncanakan dari awal. Arka juga sebisa mungkin menaati peraturan dan menghindari permasalahan. Pemuda itu selalu berhati-hati dalam setiap tindak tanduk perbuatan.
Bohong rasanya jika Arka mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja. Karena pada kenyataannya, sejak ia bertemu dengan Crescencia hidupnya jadi tidak leluasa. Cia seakan sengaja menariknya dalam permainan gila yang tidak berujung. Gadis itu seperti sengaja menghancurkan hidupnya dan semua mimpi yang ia punya.
"Arka."
Langkah kaki Arka berhenti bergerak bersamaan dengan suara Samantha yang mengudara. Gadis itu terlihat sedang menuju ke arah Arka dengan kipas elektrik di tangan kanannya. Samantha pagi itu mengenakan cardigan biru muda yang hampir sama dengan milik Arka. Dia terlihat sangat menawan meski bibirnya mencebik kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shouldn't Be
Teen Fiction"Hadirmu bukan sebagai obat, melainkan cacat yang membuatku sekarat." *** Arkananta Abraham nampaknya tidak mengerti apa yang dimaksud dengan lika-liku dunia. Hidupnya yang serba mujur dan teratur membuat ia lupa bahwa segalanya bisa hancur lebur. A...