Part 5 | What Happen?

904 453 600
                                    

Matematika memiliki seribu satu cara untuk menghasilkan angka dua. Selayaknya semesta yang tak pernah kehilangan cara untuk mempermainkan kita.
-Crescencia Agdanifansya

***

"Dasar cowok kepedean, ngeselin, kurang ajar. Kok bisa SMA Gemintang milih cowok pecundang kayak dia sebagai calon ketua MPK?" Cia berkata sembari membereskan buku pelajaran yang berceceran di lantai. Gadis itu sejak tadi mencibir Arka dengan berbagai macam kata dan hinaan. Cia benar-benar merasa kesal pada pemuda itu. Ia masih berkeinginan kuat untuk memukul kepala Arka yang telah membuat artikel bohong mengenai dirinya.

"Jadi cowok bego banget, dia pikir gue anak kecil apa bisa dibohongi kayak gitu? Pake segala acara nyuruh orang lain buat minta maaf lagi. Bilang aja dia mau mempertahankan image baiknya biar tetap didukung jadi ketua MPK," lanjut Cia.

"Dan apa katanya, gue lagi nyari perhatian dia? Najis banget!" Kata Cia mengulang ucapan Arka saat berada di lorong. "Dia pikir dia siapa sampai gue harus dapet perhatiannya? Cowok yang berlindung dibalik uang dan kekuasaan nggak masuk dalam list hidup gue." Cia menumpuk buku terakhirnya secara kasar. Mulut gadis itu terus saja bergerak mengomentari semua hal yang Arka lakukan.

"Wajah pas-pasan, sikap nggak bertanggug jawab, merasa sok paling berkuasa, kok bisa cowok modelan kayak dia disukai Samantha. Tuh cewek kayaknya buta sampai rela belain Arka segitunya. Pake acara ngancem gue lagi." Cia melangkahkan kakinya untuk meletakkan tumpukan buku ke atas meja belajar. Gadis itu kemudian berbalik dan bergabung kembali bersama Areta dan Tere di atas ranjang.

"Lihat aja, gue nggak bakal diem aja sama apa yang udah dia lakuin. Enak aja dia buat artikel itu dan ngebiarin gue dihujat sana sini. Gue bakal kasih dia balasan! Gue bakal ngasih lihat ke semua orang kalau Arka yang selalu mereka agung-agungkan adalah cowok munafik yang suka nyebar fitnah!"

"Lo kenapa selalu nyalahin Arka, Cia. Padahal ini kan terjadi juga karena lo beneran ngambil helm dia." Areta yang merebahkan diri bersama Tere berkata. Ia menyanggah ucapan Cia dan memberikan tanggapannya pada gadis itu.

Cia memicingkan mata. "Gue nggak ngambil helm tuh cowok, gue cuma minjem dan gue juga udah ngembaliin itu ke dia. Arka aja yang lebay sampai buat artikel bohong itu di laman sekolah," bantah Cia pada Areta.

"Lebay apanya? Arka dapet poin merah dan hukuman kalau lo lupa. Lo sendiri aja yang ngelakuin kesalahan itu nggak mau kan dapet hukamannya?" Tanya Areta. Gadis cantik itu menatap sang sahabat berusaha memberi penjelasan.

Areta tidak suka melihat Cia yang terus menyalahkan Arka. Ia tidak suka dengan sikap denial Cia yang tidak mau mengakui kesalahannya. Gadis itu sejak tadi hanya mengomentari Arka tapi tidak mau intropeksi diri. Dia hanya terus membahas masalah artikel tapi melupakan fakta bahwa dirinyalah yang mengawali semua masalah ini.

Areta tidak membenarkan apa yang telah dilakukan Arka. Sebab ia tahu, bahwa artikel itu memang membawa dampak yang negatif bagi sang sahabat. Hanya saja dirinya juga tidak suka dengan sikap keras kepala Cia. Dirinya ingin Cia mengakui kesalahannya dan meminta maaf pada Arka lalu menyelesaikan semuanya dengan kepala dingin.

"Iya gue tahu kalau gue salah. Tapi dengan ngebuat artikel itu Arka nggak cuma ngebales apa yang udah gue lakuin ke dia. Hukuman sama poin merah yang dia dapat nggak sebanding dengan hinaan yang gue dapet. Gue juga dibully Samantha kalau lo lupa," balas Cia dengan wajah kesal.

"Arka bukan orang yang buat artikel itu, Cia. Sahabatnya udah ngaku kalau—"

"Lo jadi orang jangan polos-polos, Reta. Si Marvin itu pasti disuruh Arka buat ngelakuin hal kayak tadi. Arka mau gue percaya kalau bukan dia yang ngelakuin itu. Dia berharap gue nggak nyalahin dia dan nggak nyebarin fakta itu ke semua orang," kata Cia tak ingin mendengarkan ucapan Areta. Gadis itu masih kekeuh pada opini dan asumsinya sendiri.

Shouldn't BeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang