11. Berkencan

271 17 6
                                    

Untuk kesekian kalinya, Devian mengajak Flower berkencan. Gadis itu tetap bersikukuh tidak akan pergi. Devian menjengah, berbagai upaya telah digunanya untuk mendesak. Flower tak luluh juga.

"Ini untuk yang terakhir. Jika kau menolaknya, aku tidak akan mengajak lagi," kata Devian. "Flower, nanti malam berkencanlah denganku!" Devian menatapnya dalam.

Flower tak bergeming. Gadis itu tampak berpikir.

"Baiklah. Aku akan pergi," dengus Flower, "hanya untuk malam ini."

Devian berbinar. Saat dirinya mulai pasrah, Flower mengiyakannya. Memang begitulah perempuan, sekeras apapun hatinya, jika terus didesaki ujung-ujungnya pasti luluh. Dan itu salah satu kunci bagi Devian.

"Kenapa tidak dari dulu," sungut Devian, "aku hanya akan mengenalimu pada temanku. Bukan pada orang tua ku." Devian menyeringai.

Flower mendecih, memutar mata malas.

"Tapi, jika kau siap, aku juga akan mengenalimu pada keluargaku." Devian menaik turunkan alisnya.

"Kau," Flower menjeda, "tidak usah banyak bicara."

Devian terkekeh. "Nanti malam aku akan menjemputmu. Kau tidak perlu berdandan cantik."

"Buat apa aku berdandan," Flower mencibir, "aku tidak akan sudi."

"Baguslah," tukas Devian "tanpa berdandan pun, kau sudah mengalahkan bidadari.

Flower membisu. Sungguh malas meladeni bualan Devian.

***

Malamnya.
Di dalam perjalanan. Devian tak henti-hentinya memandangi Flower sambil terus menyungging senyumnya.

Merasa dirinya dipandangi, Flower berkata, "Apa kau belum puas memandangiku?"

"Tidak akan pernah puas."

Flower mendesis. "Lihatlah ke depan, jangan lihat aku. Aku bukan jalan."

"Tidak perlu," kata Devian, "cukup dengan melihatmu saja. Karna kau penunjuk jalan bagiku."

Flower mendesah panjang. "Aku tidak main-main. Lihatlah ke depan! Jika terjadi sesuatu aku tidak akan memaafkan mu."

Devian cekikikan, kemudian menatap lurus ke depan. "Sudah ku bilang, kau tidak perlu berdandan cantik."

"Aku tidak berdandan."

"Penipu." Devian mengembangkan senyumnya.
"Kau terlihat cantik malam ini!"

"Jadi, biasanya aku tidak terlihat cantik, begitu?"

"Bukan begitu maksudku," ralat Devian, "kau sudah lebih dari cantik, dan kau tidak perlu lagi berdandan. Karna aku tidak membutuhkan itu."

Flower menyipit. "Kenapa juga harus kau?"

"Karna malam ini. Kau berdandan untukku, dan aku tidak membutuhkan itu"

Flower menggerutu, "bersikap seakan-akan kau tau segalanya. Padahal tidak sama sekali."

"Sayangnya," Devian menjeda, "aku sudah tau segalanya."

Flower tersenyum kecut, lalu berdehem. "Hm."

Mobil berhenti tepat di depan restoran bernuansa klasik. Melihat Flower hendak membuka pintu mobil, Devian menyergah.

FLOWERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang