Seorang gadis berambut biru. Denaya, duduk didepan Air mancur taman kota. Air mancur terlihat indah di malam hari dengan di kelilingi beberapa lampu yang berbeda-beda warna, sehingga pantulan lampu tersebut membuat Air mancur seperti pelangi.
Denaya sesekali melihat jam tangannya. Sambil bergumam.
Devian, lama sekali. Aku sudah bosan menunggu.
Devian yang di tunggunya belum juga datang. Dia memutuskan menunggu beberapa menit lagi, setelah itu akan segera pulang.
Tak lama, seseorang memanggilnya dari belakang."Denaya!"
Ah, akhirnya datang juga.
Denaya berdiri dari duduknya. "Devian, kenapa kamu lama seka-" Denaya menghentikan kalimatnya ketika melihat yang berada di depannya bukan Devian, melainkan Darwin.Kenapa Darwin ada disini? Aku harus bagaimana? Aduh!! Jantungku tak bisa ku kontrol lagi. Jangan sampai dia mendengar detak jantungku.
"Sedang apa kamu disini?" tanya Darwin membuyarkan kegugupan Denaya.
"Oh, Aku disuruh Devian kemari. Kamu sendiri sedang apa disini?"
"Aku juga disuruh kemari sama Devian."
Devian apa-apaan ini. Denaya membatin.
"Kamu, ada perjanjian apa sama Devian?"
"Devian bilang. Surat yang kutitipkan sama dia hilang. Jadi, dia menyuruhku mengasih surat yang sama, terus."
"Mau kasih surat buat siapa?" tanya Darwin memotong.
"Buat... Eh." Denaya menutup mulutnya rapat-rapat. Dia baru sadar, surat yang dibicarakan ada hubungannya dengan Darwin.
"Suratnya ada sama Aku. Tidak hilang."
Denaya menunduk. Dia tidak bisa berkata-kata lagi, melihat Denaya menunduk. Darwin mengangkat wajah Denaya. Melihatnya lebih dekat.
"Aku malu..." ucap Denaya, canggung.
"Kenapa?" tanya Darwin. Denaya hanya menggeleng.
"Seharusnya aku yang malu, Nay. Harusnya Aku duluan yang menyatakan perasaanku. Padahal, Aku sudah lama menyukaimu. Tau-taunya keduluan."
Denaya tersenyum mendengar pernyataan dari Darwin. Mereka saling bertatapan satu sama lain. Darwin mulai mendekatkan wajahnya, sehingga Denaya dapat merasakan hembusan napas Darwin, semakin dekat. Mereka memejamkan matanya masing-masing.
"HEY KALIAN!"
Darwin dan Denaya menghentikan kegiatannya begitu mendengar Devian meneriaki mereka.
"Pulang sana." Darwin balas meneriaki. Sedangkan Denaya menunduk menyembunyikan wajah meronanya.
"Wew, sepertinya aku salah waktu," ucap Devian, "anggap saja sekarang Aku tidak ada. Kalian bisa lanjutkan yang tadi, jarang-jarang Aku dapat pemandangan seperti itu," sambungnya.
Darwin membuang nafas kasar. "Kau harus tanggung jawab."
"Aku? Tanggung jawab? Atas apa?''
"Atas terganggunya hari jadian kita," ujar Darwin menarik pinggang Denaya mendekat, ''kau harus merayakan hari jadian kita."
"Woe... Kalian yang jadian. Aku yang harus rayakan. Hebat!!" ucap Devian disertai tepukan.
"Jangan hiraukan perkataan Darwin. Dia tidak serius mengatakannya," elak Denaya.
"Aku serius!"
"Hah," Denaya kaget.
"Baiklah, karna Aku sudah mengganggu. Aku akan merayakan hari jadian kalian, tempatnya di kediaman Aku sendiri."

KAMU SEDANG MEMBACA
FLOWER
RomanceDevian Austin seorang lelaki tampan berjurusan Penelitian di University Clevehard. Universitas paling ternama. Akhir-akhir ini Devian menjadi pendiam. Padahal Dia terkenal periang, Ia sering melamun sambil senyum-senyum sendiri. Itu terjadi semenjak...