14. Kemana dia

257 19 6
                                    

Devian pulang ke rumahnya tanpa memberitau siapapun. Ia terus saja menaiki tangga yang akan menuju ke kamarnya.

"Devian." Seseorang memanggilnya. Ia berhenti, lalu menoleh.

"Evelyne!! Kau di sini." Devian memerhatikan Evelyne yang memakai celemek sambil memegang sodet di sebelah tangannya.

"Iya, aku di sini, sempat pulang dan secepatnya kembali lagi."

Devian mangut-mangut. "Kau sedang memasak?"

"Ya." Evelyne mengangguk cepat, "aku membuat makan malam untuk kita. Marilah ke ruang makan!"

Devian mengurungi niatnya ke kamar. Ia meneruskan langkahnya ke ruang makan.

Sampainya di sana, ia melihat banyak makanan tertata rapi di atas meja. Evelyne melepas celemeknya dan menyerahkan sodet kepada pelayan yang berdiri di sana.

Di rumah Devian hanya ada beberapa pelayan, mereka tidak terlalu membutuhkan banyak pelayan, dengan maksud. Jika ada yang bisa dikerjakan sendiri, tidak perlu meminta bantuan orang lain. Walaupun orang itu bekerja dengan cara dibayar.

Devian menarik kursi, mendudukinya. Diikuti dengan Evelyne yang berhadapan dengannya.

"Ini semua kau yang memasaknya?" tanya Devian.

"Tidak! Aku dibantu bibi Letty dan pelayan rumahmu."

Devian celingak-celinguk. "Mama sama Papaku kemana?"

"Mereka berdua baru saja keluar, katanya sebentar."

"Hm," dehem Devian seraya mengisi piringnya.

"Kau ke mana saja?"

"Dari rumah Albert," jawabnya tanpa berpikir.

Evelyne menyipit. "Aku sudah menghubungi Albert, katanya dia tidak bersamamu."

Devian tergeragap. "Maksudnya, aku ke rumahnya sebentar, setelah itu ke Laboratorium."

Evelyne membulatkan bibirnya, "Mamamu juga mengatakan jika kau berada di laboratorium."

"Tentu." Devian tersenyum lega, tepat memilih alasan. Dia belum siap mengatakan yang sebenarnya.

Lagi, Devian melamun memikirkan Flower, teringat saat Flower berselisih terhadapnya sore tadi.

"Kita sudah lama tidak makan malam berdua. Lain kali kita makan diluar, bagaimana?"

Tidak ada sahutan dari Devian. Evelyne mengangkat wajahnya melihat lelaki dihadapannya.

"Devian."

Devian terlonjat.

"Kau tidak mendengarku?"

"Tentu saja aku mendengarmu Evelyne!"

"Tapi tidak dengan perkataan terakhirku."

Devian menggaruk tengkuknya. "Baiklah. Aku mengaku, kau bilang apa yang terakhir!?"

"Sudahlah, lupakan saja." Evelyne melanjuti makannya.

Devian menghela mendapati Evelyne yang ketus, juga atas kesalahannya.

***

Tempat yang dituju sampai. Denaya meminta Darwin menghentikan mobilnya. Darwin melotot kecil saat melihat tempat yang akan mereka masuki.

"Kau mengajakku ke tempat perawatan kucing," dengus Darwin, "kau tau bukan, kalau kekasihmu ini alergi terhadap bulu-bulunya."

"Tau," desis Denaya, ''kalau bukan mengajakmu, aku harus mengajak siapa lagi." sambungnya, mayun.

"Baiklah, aku menunggu di sini saja."

FLOWERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang