Di karenakan jam kuliah pagi kosong. Darwin dan Albert berkunjung ke rumah Devian. Dua sejawat ini sibuk berkutik dengan Playstation. Devian tidak ikut bermain, dia bersantai di atas sofa memerhatikan mereka bermain tatapannya tertuju ke layar permainan, namun hati dan pikirannya menerawang kemana-mana.
Darwin dan Albert berhenti bermain kala mendengar kekehan dari belakang. Karena mereka duduk di kaki sofa, keduanya menoleh juga mendongak. Di dapatinya Devian tengah ketawa-tawa, tersenyum-senyum sambil menggeleng kepala tak menentu.
Mereka keheranan melihatnya. Di ikutinya arah pandangan Devian. Tak lain, layar yang menampilkan balapan F1 saling kejar-mengejar, bukan adegan humor atau yang mengundang gelak tawa, dan Devian tertawa tak karuan.
"Dia kenapa?" bisik Albert.
Darwin mengangkat bahu. "Dia tidak seperti dulu lagi, bukan!? Yang suka senyum-senyum sendiri."
"Mungkin!" Albert melambai tangannya di depan wajah Devian. Lelaki itu tetap tersenyum.
Darwin dan Albert semakin keheranan, mereka menggedik, mendekatkan wajahnya melihat Devian yang kian mengembang.
"WOI." Teriak mereka.
Devian sontak terkejut, ia menutup telingannya rapat-rapat. "Apa-apaan kalian ini," gerutunya menarik-narik telinga.
"Kau yang apa-apaan," sungut Darwin, "senyum-senyum sendiri, kesambar apa kau?"
"Ooh," singkat Devian, ia kembali tersenyum. Membuat sejawatnya ini menjanggal.
"Kau sakit?" tanya Darwin, jengkel.
Devian menoleh. "Tidak!"
"Kau waras?"
"Iya,"
"Kau gila?"
"Hm, iya."
Darwin melongo. "Sakit? Tidak. Waras? Iya. Gila? Iya," ulangnya mangut-mangut, "hubungi RSJ sekarang!"
"Kau pikir aku gila," celoteh Devian.
"Kau bilang gila barusan."
"Aku juga bilang iya masih waras," desis Devian, "daripada itu, kalian tidak penasaran!? Kenapa aku sampai begini."
"Memangnya kau kenapa?" tanya Albert. Darwin mengangguk saja.
"Aku..." Devian menjeda. "Baru jadian!"
"APA!!" Teriak Darwin dan Albert bersamaan.
"Kau bilang apa?" ulang Darwin tak percaya.
"Aku baru jadian." Devian menegas.
"Sama siapa coba? Sama siapa?" Darwin menarik-narik kerah baju Devian.
Ia menyentak tangan Darwin. "Kau ini berlebihan sekali!" ujar Devian membenarkan kerahnya.
"Siapa lagi kalau bukan Flower. Gadis tempo hari dia kenalin," tukas Albert tepat sasaran.
"KAU GILA."
Satu jitakan berhasil mendarat di kepala Darwin.
"Kau gila-gila saja dari tadi," dengus Devian.
Darwin mengusap-usap kepalanya. "Benar-benar gila! Kau baru berapa hari kenal dengannya?"
"Semenjak kalian ke Brussels, kira-kira dua minggu lebih," ujarnya setelah berpikir beberapa detik.
"Kau bahkan belum tau dia berasal dari keluarga mana? Keturunan apa?"
"Aku tidak peduli lagi akan hal itu!"
"Setidaknya kau harus peduli!" seloroh Albert, "kau tidak merasa aneh dengan gadis itu!? Dia sering tak menampakkan diri, identitasnya juga belum sepenuhnya benar."
KAMU SEDANG MEMBACA
FLOWER
RomanceDevian Austin seorang lelaki tampan berjurusan Penelitian di University Clevehard. Universitas paling ternama. Akhir-akhir ini Devian menjadi pendiam. Padahal Dia terkenal periang, Ia sering melamun sambil senyum-senyum sendiri. Itu terjadi semenjak...