Pandangan mata Kirana terus tertuju ke arah pagar. Berharap orang yang selama ini dia nanti-nanti datang. Rumah nya di datangi banyak tamu, karena ada acara peringatan lima tahun kepergian sang Ayah untuk selama-lamanya. Duka terdalam yang pernah dia rasakan. Menorehkan banyak luka yang dalam. Luka yang hingga saat ini masih belum sembuh total. Masih Sakit. Sakit sekali.
Kamu tahu siapa orang yang di tunggu-tunggu Kirana? Orang itu adalah Bunda. Orang yang melahirkannya dan Kak Jaka. Orang yang bersamanya hingga usia delapan tahun. Jika hari ini tepat lima tahun Ayah meninggal, maka pada hari ini pula, tepat lima tahun sang Bunda pergi. Hingga saat ini, tidak ada yang tahu dia di mana. Sejak saat itu, Kirana tinggal dengan Jaka, kakak laki-laki nya. Satu-satu nya penyemangat yang Kirana miliki. Mereka tinggal di rumah peninggalan orang tua mereka. Kirana menggantungkan hidup pada Kak Jaka yang bekerja paruh waktu- sore hingga malam- di sebuah restoran.
Sebenarnya, mereka pernah di tawari tinggal di rumah Bi Yora, adik dari Bunda. Tapi tawaran itu di tolak, dengan alasan tidak ingin merepotkan orang lain dan ingin belajar mandiri.
Tangan hangat menyentuh bahu Kirana. Tangan milik kakaknya. Tatapan mereka bertemu. Kirana melihat Kak Jaka. Remaja laki-laki yang saat ini duduk di kelas 11, memiliki kulit kuning langsat, mata hitam yang indah, dan hidung mancung, rambutnya acak-acakan. Wajahnya mirip sang Bunda. Kak Jaka tersenyum. Kirana menunduk, air matanya tumpah, membasahi pipi.
"Kamu masih menunggu nya?" tanya Jaka.
"Kakak tidak boleh begitu, itu kan Bunda. Bunda ku, Bunda kakak juga..." Kirana mencoba tersenyum. Senyuman palsu yang menyakitkan.
"Iya-iya, kakak minta maaf. Tapi kamu jangan terlalu memikirkannya...." ucapan Kak Jaka terputus, "Toh, dia juga enggak pernah mikirin kita,"
Kirana kembali tertunduk. Mau bagaimanapun, ucapan Kak Jaka benar. Entah mengapa, Kirana masih menyayangi orang yang telah meninggalkannya begitu saja disaat dia dan kakaknya butuh banyak dukungan.
"Ayo, sebentar lagi acaranya di mulai," Kak Jaka berkata lembut.
"Aku harap Bunda pulang..."
Kak Jaka hanya tersenyum. Dalam hati yang paling dalam, dia masih berharap, orang yang di panggil 'Bunda' itu pulang dan memberikan pelukan hangat. Dia mengelus kepala Kirana. Mencoba menyemangati. Kirana tidak boleh di biarkan kosong, karena dia... berbeda.
**********
Malam mulai larut. Satu persatu tamu mulai pulang. Masih tersisa Bi Yora, Paman Aam-suami Bi Yora- yang membantu membersihkan rumah. Acara ini adalah idenya Bi Yora. Bi Yora juga yang membiayai semua keperluan acara. Bi Yora mengalihkan pandangan ke arah Jaka yang sedang mencuci piring.
"Bibi salut sama kamu, kalian maksud bibi," Bi Yora tertawa renyah.
"Aku cuma melakukan apa yang seharusnya dilakukan," senyum terlukis di wajah Kak Jaka. Tatapan matanya menerawang.
"Kamu kakak yang baik, ngomong-ngomong, bagaimana pekerjaan mu?" tanya Bi Yora.
"Baik kok, semua nya baik," jawab Kak Jaka.
Setelah semua terselesaikan, Bi Yora dan Paman Aam bergegas pulang. Kirana membungkuskan makanan untuk Bi Yora dan Paman Aam.
"Bibi enggak mau nginap aja?" tanya Kirana.
"Maaf ya sayang, Bibi gak bisa, kan, besok harus kerja," Bi Yora tersenyum.
"Paman gak sekalian di tanyain?" canda Paman Aam.
"Ya, sekalian lah, hahaha," Jaka menimpali. Semua tertawa.
Paman Aam menyalakan mobil. Bi Yora masuk dan membuka kaca mobil sembari melambaikan tangan. Kirana balas melambaikan tangan dengan hebohnya dan tertawa. Mendengar suara tawa Kirana,Kak Jaka ikut tersenyum. Sudah lama adiknya tidak tertawa lepas seperti itu.
Kirana membuka pintu, dia masuk di susul Kak Jaka. Mereka mengunci pintu dan memeriksa semua jendela. Kirana merebahkan diri di atas sofa empuk yang ada di ruang tamu.
"Besok enggak sekolah ya kak, capek," nada bicara Kirana terdengar seperti rengekan.
"No! Kamu kan sehat, jadi besok harus sekolah. Katanya besok ada ulangan matematika," Kak Jaka meraih sebuah surat kabar yang tergeletak di atas meja.
"Hhh... iya deh iya," Kirana pasrah, dia tidak mungkin bisa menang jika berdebat dengan orang yang keras seperti Kak Jaka.
Kirana bersih-bersih dan sikat gigi, bersiap untuk tidur. Dia berjalan menuju lantai atas. Langkahnya terhenti ketika mendengar suara seperti gesekan ranting pohon. Awalnya dia tidak peduli, tapi suara itu makin keras dan angin bertiup. Bulu kuduk Kirana meremang. Sebuah tangan menepuk pundak Kirana. Sedetik kemudian dia berteriak.
"Aaaaaaaaaaaaaaaaa!!!"
Sejurus kemudian, Kirana membalik kan badannya. Ternyata yang tadi menepuk bahunya adalah... Kak Jaka! Kak Jaka pun nyaris terjengkang ke belakang karena tetkejut.
"Apa sih?!" suara Kak Jaka meninggi, alisnya bertaut.
"Kak, kakak dengar suara gesekan ranting tidak?" tanya Kirana.
"Tidak..., ah sudahlah, kamu sekarang tidur, nanti kesiangan," komando Kak Jaka. Kirana mengangguk.
Sepersekian detik kemudian, pintu depan di ketuk. Semakin lama, suara ketukan semakin keras. Kak Jaka dan Kirana bertukar pandangan. Kirana berjalan duluan untuk membukakan pintu.
Tepat saat Kirana berdiri di depan pintu, ketukan tersebut berhenti. Kirana membatalkan niatnya. Tapi, baru selangkah dia pergi, suara ketukan itu semakin menjadi-jadi. Dengan kesal, Kirana membuka pintu. Yang di hadapannya sekarang.... Tidak Ada! Tidak ada seseorang pun. Angin kembali bertiup. Terlihat kelebatan bayangan menbus kabut yang entah datang dari mana. Kirana menyipitkan matanya untuk melihat lebih jelas.
Kak Jaka yang melihat Kirana, segera menarik tangan Kirana dan menutup pintu. Tindakan tadi membuat kesadaran Kirana sepenuhnya kembali.
"Apa yang kamu lihat?" tanya Kak Jaka, suaranya terdengar panik.
"Tidak jelas, terhalang kabut,"
"Sekarang tidur," Kak Jaka mengunci pintu dengan was-was. Kirana mengangguk.
Kirana menebak-nebak apa yang di lihatnya tadi. Itu bisa jadi orang, atau mungkin, itu adalah 'sesuatu' yang hanya bisa dilihat oleh orang-orang sepertinya. Dia menuju kamarnya di susul Kak Jaka.
Sudahlah, jangan terlalu di pikirkan, Kirana membatin. Dia berbaring di kasurnya. Udara malam ini begitu dingin. Perlahan-lahan, matanya memberat dan kesadarannya hilang. Kirana tertidur. Lelap sekali...
Maaf kalau ada yang kurang, masih pemula soalnya,
KAMU SEDANG MEMBACA
Sixth Sense [COMPLETED]
HorrorBagaimana jika kehidupan normal kalian berubah menjadi hancur? Di selimuti teror-teror yang mengancam nyawa, dan ternyata berasal dari masa lalu? Sepasang kakak beradik mengalami teror yang mereka tidak ketahui asal muasalnya. Namun, teror tersebut...