Udara pagi ini sangat dingin. Langit mengucurkan tetes-tetes air. Gerimis. Kabut tipis menyelimuti pagi, matahari masih bersembunyi di tempatnya, seolah masih tertidur dan enggan untuk terbangun dan bersinar. Kirana terbangun, dia menggigil. Beberapa detik kemudian, Kirana menyadari bahwa dia sudah tidak lagi di atas kasur. Dia ada di lantai. Kepalanya pusing, semua terasa berputar-putar. Mungkin dia terjatuh saat tidur dan kepalanya terbentur cukup keras? Ah, peduli apa dia? Kirana berdiri sembari memegangi kepalanya. Dia membuka gordyn dan membuka jendela, udara dingin merayap masuk. Kirana memeluk badannya sendiri. Dingin, Kirana membatin. Gerimis tadi berubah menjadi hujan yang cukup lebat. Matanya melirik ke arah jam. Sekarang pukul 06.00, pantas saja matahari belum muncul. Atau mungkin karena hujan?
Gagang pintu yang terbuat dari besi terasa sedingin es. Kirana merasa segan untuk turun kebawah, apalagi ketika dia membayangkan saat harus bersentuhan dengan air. Pintu kamar Kak Jaka terbuka, nampak Kak Jaka yang sudah berseragam rapi. Mata Kak Jaka langsung melotot ketika melihat Kirana yang masih acak-acakan. Kirana tahu kakaknya sudah menyiapkan kata-kata untuk menyerang. Seketika, Kirana langsung berlari ke kamar mandi sebelum kena marah Kak Jaka.
Setelah mandi, Kirana merasa tulang-tulangnya membeku. Bibirnya bergetar. Rasanya, dia masih bersyukur karena tidak mati kedinginan. Kirana melesat ke kamarnya. Memakai seragam dengan terburu-buru, memakai dasi, dan menguncir rambut. Tangan Kirana sibuk mencari-cari kaus kaki sebelah kanan.
Kirana menuju meja makan. Tiba-tiba, dia mendengar suara pintu terbuka. Dia mencari pintu manakah yang terbuka. Ternyata, pintu yang terbuka adalah pintu kamar yang dulu di pakai Ayah dan Bunda. Kirana terdiam. Apa pintu kamarnya tidak di kunci? Bersamaan dengan itu, wangi bunga mawar dan daun pandan menyeruak di seluruh ruangan.
"Apa kakak lagi masak?" gumam Kirana.
Terdengar suara seperti nyanyian. Lagu yang sangat asing di telinga Kirana. Matanya menangkap sosok bayangan. Bayangan putih yang sedang tertunduk. Entah apa yang terjadi, tapi kaki Kirana seperti berjalan sendiri menuju ke arah bayangan tersebut. Ada aura aneh yang membuatnya penasaran. Bertepatan dengan itu, Kak Jaka yang berdiri di tangga heran melihat tingkah Kirana. Sejurus kemudian, Kak Jaka berlari dan menutup pintu dengan kencang.
BLAM!
Mata Kirana membulat, terkejut. Dia kebingungan. "Apa yang terjadi?"
"Harusnya kakak yang tanya begitu,"
"Aku..."
"Lupakan! Ayo sarapan, nanti terlambat,"
Kak Jaka berjalan di belakang Kirana. Sesekali dia menengok ke belakang, memastikan apa yang di lihat Kirana. Mereka duduk berhadapan. Kirana tidak berani melihat ke arah Kak Jaka yang seakan-akan ingin melempar sebilah pisau. Tangan kanan mereka secara bersamaan meraih roti. Kirana mendongak.
"Kakak duluan," kata Kirana.
"Kamu aja dulu," balas Kak Jaka.
"Oh, yasudah," Kirana mengambil roti duluan dan mengoleskan selai cokelat di atasnya.
Dasar cewek, Kak Jaka membatin. Tanpa dia sadari senyumnya kembali terlukis. Selesai sarapan Kak Jaka memesan taksi berbasis online. Tidak lama kemudian taksi tersebut datang. Kak Jaka duduk disebslah supir sedangkan Kirana duduk di bangku penumpang. Rintisan air hujan membuat kaca mobil berembun. Kirana melihat 'mereka' berjalan lalu lalang tanpa arah serta tujuan dan tanpa takut tertabrak. Kirana membayangkan, bagaimana rasanya menjadi 'mereka?'
Handphone milik Kak Jaka berdering membuyarkan lamunan Kirana. Gadis itu menoleh penasaran kearah Kak Jaka. Tapi tampaknya bukan hanya Kirana yang penasaran, supir taksi pun ikut menoleh. Kak Jaka lantas mengambil handphone yang ada disaku seragamnya. Terdengar suara decakan dari mulut Kak Jaka, dia mematikan handhpone.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sixth Sense [COMPLETED]
HorrorBagaimana jika kehidupan normal kalian berubah menjadi hancur? Di selimuti teror-teror yang mengancam nyawa, dan ternyata berasal dari masa lalu? Sepasang kakak beradik mengalami teror yang mereka tidak ketahui asal muasalnya. Namun, teror tersebut...