Langit-langit berwarna putih menyambut tatapan Kirana, kondisi sekitar hening. Pengharum ruangan baru saja menyemprotkan wangi lemon yang khas. Tempat ini adalah kamar Kirana. Tepat di samping kiri, Bi Yora terlihat sedang berbincang dengan gadis tadi. Senyum Bi Yora merekah ketika bertemu dengan tatapan Kirana. Mata Bi Yora tampak sembab. Dengan penuh kasih sayang, dia mengelus kepala Kirana. Ada perban yang membungkus kening Kirana. Dengan sekuat tenaga, Kirana mencoba bangkit dan duduk bersandar di dinding. Sekilas, di lihatnya gadis tak dikenal yang telah menjadi pahalawan.
"Kak Jaka mana?" pertanyaan pertama yang keluar dari mulut Kirana.
"Ada di kamarnya," jawab Bi Yora.
"Aku akan lihat," dengan segera Kirana bangkit dan mengejutkan Bi Yora.
"Iya, tapi jalannya pelan-pelan saja ya?" Bi Yora awalnya ingin menolak, tapi dia tidak tega menolak keinginan Kirana setelah apa yang terjadi. Kirana mengangguk
Si gadis yang membantu Kirana tadi berjalan di belakang. Dia ikut masuk ke kamar Kak Jaka menyusul langlah Bi Yora dan Kirana. Pintu kamar Kak Jaka dibuka oleh Bi Yora. Kak Jaka melihat Bi Yora dan Kirana. Tatapan Kak Jaka bertemu dengan tatapan si gadis. Tatapan ramah nan bersahabat milik Kak Jaka beradu dengan tatapan tajam dan dalam milik si gadis, tatapan itu dihiasi dengan bulu mata lentik yang membuatnya nampak manis. Senyum Kak Jaka terlihat begitu rapuh. Air mata Kirana meleleh. Dia merasa bersalah. Kak Jaka tidak pantas menjadi korban. Dia tidak bersalah, dan sebenarnya, tidak ada yang bersalah. Menurut Kirana, ini hanyalah teror salah sasaran.
"Jangan menangis," kata Kak Jaka lembut. Tapi, tangis Kirana semakin menjadi-jadi. Bi Yora mencoba menenangkan Kirana dengan mengelus punggubgnya.
Si gadis berdeham, "Saya pamit dulu," setelah berkata seperti itu, dia menyalami tangan Bi Yora dan langsung pergi. Tidak ada yang tahu bagaimana wajahnya karena tertutup masker.
"Bibi kok bisa ada di sini?" sesaat, Kirana sadar bahwa pertanyaan inilah yang terpenting.
"Tadi, bibi lagi di rumah, habis ngantar Jihan. Gadis yang tadi itu menelpon bibi, awalnya bibi gak percaya, terus dia video call, baru bibi cepat-cepat ke sini." Terang Bi Yora.
"Bibi kenal sama dia?" Tanya Kak Jaka.
"Lha, bibi kira itu teman kamu," kata Bi Yora terkejut.
"Bukan bi, kenal aja enggak," sangkal Kak Jaka.
Mereka mengobrol selama beberapa saat, Paman Aam dan Jihan datang membawa makanan untuk dimakan bersama. Raut kebahagiaan terpancar jelas di raut wajah Kak Jaka dan Kirana.
Malam mulai larut. Bi Yora, Paman Aam, dan Jihan pamit pulang. Awalnya, Bi Yora agak khawatir, tapi Kak Jaka meyakinkan bahwa mereka akan baik-baik saja. Sekarang, hanya ada Kak Jaka dan Kirana. Tidak ada obrolan diantara mereka. Kirana memutuskan untuk pergi ke kamarnya dan tidur.
**********
Hari sudah pagi, Kak Jaka berseragam rapi menuju sekolah. Kali ini, dia hanya sendiri ke sekolah, sementara Kirana tidak. Sejak tengah malam tadi, badan Kirana panas. Mungkin karena kelelahan. Kak Jaka tidak ingin berpikiran negatif.
Bel masuk belum berbunyi ketika Jaka datang. Dikelas, Artha dan Ethel, sahabatnya, sedang mengobrol. Jaka pun bergabung. Sesekali, suara tawa terdengar dari bibir mereka.
"Ka, katanya, rumah lu ada hantunya?" tanya Artha tiba-tiba. Jaka terkejut.
"Lu tau dari mana?" Jaka balik bertanya.
"Semalem rame di grup chat," kata Ethel.
"Lu gak baca?" Artha berdeham kecil. Jaka menggeleng.
Obrolan mereka berubah menjadi perdebatan kecil. Tiba-tiba Maisya, ketua kelas datang dan tersenyum. Mata gadis itu menyipit, kacamata berframe hitamnya tampak menyapa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sixth Sense [COMPLETED]
HorrorBagaimana jika kehidupan normal kalian berubah menjadi hancur? Di selimuti teror-teror yang mengancam nyawa, dan ternyata berasal dari masa lalu? Sepasang kakak beradik mengalami teror yang mereka tidak ketahui asal muasalnya. Namun, teror tersebut...