Mawar

1.6K 115 2
                                    

Aku memang bukan tokoh utama dari cerita ini, tapi... inilah sedikit dari kisah hidupku.

                         **********

Namaku Mawar. Hanya Mawar. Tanpa ada embel-embel apapun. Aku tidak tahu kenapa namaku sangat singkat, tapi yang jelas, namaku Mawar karena ibuku sangat menyukai bunga Mawar. Terutama Mawar merah. Jujur, aku tidak mengenal sosok ibu. Dia meninggal sesaat setelah melahirkanku. Aku tahu cerita ini dari Ayah. Kata Ayah, Ibu memberiku nama Mawar, karena Ibu ingin aku menjadi anak yang cantik, penuh cinta, dan kuat. Tapi, Ibu meninggal sebelum sempat melihatku.

Saat umurku 7 tahun, Ayah menikah lagi. Istri baru Ayah adalah wanita yang cantik, dia juga punya dua anak. Keduanya laki-laki. Satunya berusia 3 tahun lebih tua dariku, sementara satunya lagi lebih muda satu tahun dariku. Awalnya, aku pikir Tante Clara - ibu tiriku - adalah orang yang baik. Tapi, ternyata Tante Clara adalag orang yang amat cuek, dia juga kerap berlaku kasar. Begitupun kedua anaknya. Jika bukan karena Ayah, aku sudah lama pergi dari rumah.

Selain itu, aku juga punya satu rahasia besar. Aku bisa melihat 'mereka', para hantu. Aku juga bisa berkomunikasi, dan mengeluarkan hantu yang merasuki tubuh seseorang. Aku tidak tahu kemampuan ini kudapat dari mana. Mungkin sudah ada dari lahir? Ah, entahlah.

Ayah. Pria berusia 42 tahun. Laki-laki yang paling aku sayangi, sekarang, sudah nampak guratan-guratan halus diwajahnya. Sebenarnya saat Ayah menikah dengan Tante Clara, aku tidak setuju. Aku tahu, Ayah masih menyayangi Ibu, tapi Ayah tidak mau berlarut-larut dalam kesedihan, selain itu, saat itu aku juga masih membutuhkan kasih sayang seorang Ibu. Ayah adalah orang yang sangat sibuk. Sulit sekali untuk bertemu beliau, bahkan aku yang sudah tinggal satu rumah. Wajar jika terkadang, aku bertingkah seperti anak kecil demi di perhatikan oleh Ayah.

Sekarang, aku bersekolah di SMA Melati dan kini tengah duduk di bangku kelas 11. Teman? Aku tidak punya teman. Aku adalah tipe anak pendiam, tapi juga bisa menjadi pemberontak. Tidak ada tempat berkeluh kesah. Aku menyimpan senuanya sendiri. Tak heran jika aku sudah beberapa kali di bawa ke psikiater karena depresi berat. Sudah beberapa kali aku melakukan tindakan bodoh yang menyakiti diri sendiri. Menurutku, aku tidak perlu psikiater. Aku hanya butuh teman.

                       ***********

Kakiku mau lepas rasanya. Aku habis belanja bulanan sesuai perintah Tante Clara. Jarak dari rumah ke supermarket sekitar 650 m, dan aku harus berjalan kaki. Ingin sekali berteriak, dan menangis sekencang-kencangnya. Tapi mau bagaimana lagi, jika macam-macam sedikit, aku bisa mati konyol di tangan Tante Clara.

Dua anaknya, Kevin dan Jupiter juga ikut-ikutan membuat hidupku tambah sengsara. Mereka sering memerintah ini itu bahkan untuk hal  yang sangat sepele, mengambil air minum, contohnya. Padahal mereka punya tangan dan kaki. Huhhh! Dasar manja! Mana ada laki-laki seperti itu!

"MAWAAAARRRR!!!" teriak Tante Clara. Aku datang menghampirinya.

"Ada apa Tante?" tanyaku.

"Ini, baju-baju kotor kok gak dicuci? Kita ini gak punya pembantu! Kamu sebagai anak perempuan harusnya punya inisiatif!" omel Tante Clara, aku hanya diam, dan mulai bergerak mencuci pakaian. Tante kan juga perempuan...

Baju-baju kotor sudah selesai ku cuci, tapi ternyata, salah satu baju Tante Clara luntur. Aku menelan ludah. Baju itu sangat mahal, jika di suruh mengganti, aku punya uang dari mana? Suara langkah kaki milik Tante Clara mulai terdengar, keringat dingin sudah memenuhi keningku. Mata Tante Clara nyaris keluar ketika melihat bajunya luntur. Amarah seolah sudah mencapai ubun-ubun. Aku hanya berdoa, semoga ini bukan akhir dari hidupku. Izin kan aku hidup lebih lama lagi Tuhan...

"MAWAAARRRRR!!! Ini baju-baju Tante kenapa jadi begini!! Kamu enggak tahu ya kalau baju ini mahal!" bentak Tante Clara. Kevin dan Jupiter berlari mendatangi kami.

Sixth Sense [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang