Selamat malam Surabaya, kenapa Surabaya?
Lebih tepatnya aku sekarang sudah di Surabaya, ternyata kota ini cukup dingin mungkin karena hujan. Kota yang sama ramainya dengan kota Semarang akan tetapi aku merasa kota ini sangat berharga namun bukan berarti kota Semarang tidak.
Kepergianku ke ibu kota Jawa Timur ini adalah untuk liburan setelah aku berpusing-pusing dengan ujian akhir dokter yang cukup memberatkan. Aku rasa aku perlu mendinginkan pikiranku dengan bertemu Radit di sini. Aku akan sebulan di sini sampai pengumuman hasil ujian keluar.
Boleh jadi kota Surabaya berusaha menyambutku dengan tirai-tirai perak dari langit malam ini, aku senang akhirnya bisa sampai setelah perjalanan naik kereta yang cukup menyerukan. Aku tiba sekitar pukul tujuh malam di Stasiun Pasar Turi. Sengaja aku tidak bilang kepada Radit jika aku datang ke kota pahlawan ini. Kau pasti tahu kenapa?
Selama perjalanan di kereta aku mendapatkan teman baru seorang pria yang ramah, asik dan menyenangkan. Namanya Rendy, katanya dia berkerja di Semarang pergi ke Surabaya karena akan menghadiri pernikahan mantan kekasihnya. Mungkin terasa sulit bagi Randy untuk datang akan tetapi sepertinya dia tahu bahwa kisahnya bersama mantan kekasihnya itu adalah sebuah masa lalu yang pantas untuk dikenang namun tidak untuk diulang karena kenangan hanyalah sebuah pengalaman untuk perbaikan di masa depan. Sedikit puitis, tapi itu yang dia katakan padaku.
Ceritanya membuatku teringat pada sosok Yudha atas pesan yang dia kirim di awal tahun ini. Aku tidak tahu apakah dia sanggup datang ke pernikahanku besok. Apakah dia sanggup sama seperti Rendy. Jika Rendy menganggap masa lalu sebagai perbaikan di masa depan lantas Yudha menganggapnya apa?
Aku dan Randy pergi ke minimarket untuk membeli minuman lalu duduk-duduk di depannya sekadar berbincang-bincang sebelum aku menghubungi Radit. Awalnya terasa canggung mungkin karena kami sama-sama belum terbiasa dengan orang baru sama halnya aku dengan Radit dulu. Rendy sampai meminta izin padaku untuk menghisap rokok katanya perasaannya mulai tidak enak karena berjam-jam di kereta dia menahannya. Aku tidak terlalu suka dengan asap rokok namun bukan hanya Rendy yang merokok juga ada seorang pria paruh baya perpakaian kemeja biru sedang asik menghisap sebatang rokok dengan nikmatnya seolah itu adalah chiken wing. Jadi aku mengizinkan Rendy untuk merokok karena aku sudah cukup terbiasa dengan asap rokok sekarang.
Lagi-lagi Rendy bercerita tentang kehidupannya sebelum aku sempat melontarkan pertanyaan padanya. Katanya dia sudah mulai menyukai seorang wanita lain namun wanita itu berada jauh di Kalimantan. Aku mengiranya waktu itu wanita itu berada di kali tempat para mantan namun itu sepertinya hanyan karena aku salah fokus. Dia merasa kurang yakin mampu mendapatkan wanita yang dia dambakan.
Aku pun mengatakan seperti ini kepadanya. "Kalau kamu benar suka sama dia datangi dia ke Kalimantan. Everything is possible. Kamu tahu aku dengan tunanganku selama ini juga melakukan hubungan jarak jauh, awalnya aku ragu karena aku memiliki pengalaman buruk dengan kekasihku yang dulu tetapi tunanganku mampu menyadarkanku bahwa jarak tidak akan mengartikan apa-apa jika keduanya memang saling suka."
Waktu itu dia menganggukan kepala lalu dia menunjukan ponselnya kepadaku kemudian berkata, "Ini wanita itu."
Aku memperhatikan foto wanita itu sejenak sambil meraih ponsel itu dari tangannya. Dari apa yang aku lihat dan aku rasakan wanita itu cantik senyumnya yang manis dengan leaung pipi di bagian kiri, aku menatao Rendy lalu berusaha menimbang dan aku rasa mereka berdua memang cocok.
Aku bertanya kepadanya apakah sering bertelepon dengan wanita itu. Dia mengangguk tersenyum padaku sejenak lalu mengatkan. "Aku boleh minta nomor ponseln kamu? Mungkin kita akan bertemu atau kalau ada kesempatan aku akan datang ke pernikahan kamu."
Tanpa berpikir panjang aku langsung mengtik nomor ponselku di ponselnya. Suatu ketika saat aku sedang asik dengan ponselnya sedangkan Rendy asik menghisap rokok ada suara pria yang tidak asing di telingaku dan kau tahu dia siapa? Ya, dia Radit. Seketika itu aku meletakkan ponsel Rendy di atas meja lalu mendongak ke arah priayang sedang berdiri di samping meja.
"Boleh aku bergabung," kata Radit waktu itu. Tampaknya Rendy tidak tahu jika pria yang berkata itu adalah tunanganku jadi dia hanya menganggukan kepala lalu menawarkan rokok kepada Radit.
Waktu itu ototku seperti tersetrum listrik bertegangan rendah membuat ototku tegang. Aku bingung harus bagaimana tidak menyangka Radit akan datang padahal aku belum memberinya kabar. Aku langsung berdiri dan memperkenalkan Radit kepada Rendy, dia langsung salah tingkah dan ikut berdiri mengulurkan tangan kepada Radit untuk berjabat tangan. Aku tidak menyangka waktu itu Radit dengan tangan terbuka menyambut tanga Rendy.
Tetapi Radit tidak jadi duduk dan malah menggandeng tanganku untuk mengajak pergi dari teras minimarket. Sebelumnya aku dan Radit berpamitan kepada Rendy untuk pergi terlebih dahulu namun sebelum Rendy menjawab Radit sudah menyeretku menjauh.
Aku naik ke mobil Radit, aku tidak tahu selama perjalanan Radit tampak membisu seperti dia sedang bergelut dengan pikirannya, mungkin waktu itu dia kesal melihat aku sedang berdua dengan Rendi sedang aku tidak memberi kabar ke padanya jika aku datang ke Surabaya secara tiba-tiba.
Karena aku sedikit tidak nyaman degan suasana di dalam mobil yang cukup mencekam akhu akhirnya bertanya kepadanya bagaimana dia bisa mengetahui jika aku berada di Surabaya. Bisa ditebak dia tidak menjawab dan malah menawarkanku untuk menginap di apartemennya namun aku menolak karena aku sudah memesan kamar hotel sebelum tiba di Surabaya.
Dia mengantarkanku sampai ke kamar hotel dia membawakan koperku lalu berpamitan untuk pulang namun sebelumnya dia berjanji padaku bahwa besok akan menjemputku pukul sembilan. Aku sendiri tidak tahu Radit akan membawaku ke mana. Sambil melepasnya pergi di lobi hotel otakku masih memikirkan hal yang sama atas bagaimana bisa dia mengetahui jika aku di Surabaya. Mungkin besok jika suasana hati Radit akan membaik, sampai saat ini dia tidak meneleponku dan baru aku sadari ternyata ponselku mati. Pantas saja.
Aku rasa samapi di sini aku mampu menulisnya, kau tahu sejak tadi kasur itu sudah memanggil namaku dan mengajakku untuk segera tidur di atasnya. Lagipula punggungku juga terasa sakit setelah berjam-jam di kereta hanya bisa duduk.
Samapi bertemu besok di kota Surabaya.
((BERSAMBUNG))
Aku bukan marah namun aku kecewa, namun rasa kecewa itu terobati setelah aku menyadari bahwa aku tahu kamu tidak akan berpaling.
![](https://img.wattpad.com/cover/98872309-288-k298695.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Aila dan Radit (OPEN PO)
ChickLit!!!SEGERA TERBIT!!! COMPLETE Setiap manusia mempunyai jalannya masing-masing, setiap langkah yang diambil adalah penentu takdir di masa mendatang. Jika salah maka akan terperangkap ke dalam jurang, maka berhati-hatilah. Keputusan Radit untuk mencint...