Bandung, 8 April 2020

419 31 2
                                    

Kau pastinya tahu jika hari ini Radit sedang berjuang menggapai cita-citanya, setelah salat subuh dia sudah membangunkanku katanya dia merasa gugup. Anehnya apakah ini lomba pertamanya, padahal setahu aku dia sudah sepuluh kali ikut ajang perlombaan ini dari saat dia masih pelajar, mahasiswa dan sarjanapun dia juga ikut.
Waktu itu aku hanya mampu membuatnya terseyum, ya aku berhasil dengan suara emasku yang mampu membuatnya akhirnya tertidur setalh seharian penuh ia berjaga. Sekitar pukul enam aku berusaha membangunkannya. Dia sangat berterima kasih kepadaku karena pukul tujuh dia harus sudah berada di lokasi perlombaan dan beruntung bagi diriku mampu membangunkan Radi walau hanya via telepon.

Hari ini memang aku cukup lengan di puskesma yang aku lakukan untuk mengisi waktu luanglu adalah memperhatikan foto Radit yang lucu sekali saat dulu kali pertamaku jalan bersamanya di Sermarang, rasanya aneh aku memandang foto itu merasa tidak menyangka pria yang dulu menganggap diriku sebagai adik di depan teman-temannya kini dia telah menjadi suamiku. Boleh jadi waktu itu aku senyum-senyum sendiri memikirkan hal-hal yang belum pernah terbayangkan olehku yang pernah dilakukan Radit kepadaku. Semua terasa indah seolah mengarungi kebun bunga di musim semi.

Terhanyut dalam kisah indah, seketika langsung bubar karena ada yang menepuk pundakku dan akupun terjingkat sehingga membuat ponselku terjatuh kelantai. Kau tahu, layar ponselku setelah itu tidak bisa menyala sudah aku otak taik namun hasilnya sia-sia. Setelah kewajibanku di puskesmas selsai aku langsung mencari tempat untuk memperbaiki ponsel, walaupun di kota Bandung ada banya sekali namun aku mencari yang mampu memperbaiki secepat mungkin karena aku tidak sabar mendengar kabar kemenangan dari Radit.

Cukup jauh dari puskesmas dan kontrakan aku akhirnya menemukan yang aku butuhkan, akan tetapi aku perlu menunggu hingga dua jam lamanya untuk masa perbaikan ponselku. Dengan sabar dan perasaan yang sungguh penasaran akhirnya waktu yang membosankan itu berakhir  pemilik tempat itu pun membirakn ponselku dalam keadaan yang sempurna, dokter yang hadal dia dalam mengatasi organ-organ di dalam ponsel. Rasa bahagia seperti menyengatku karena bertepatan dengan radit yang meneleponku, segera aku menganggkatnya. Namun seperti bunga yang lama tida disiram air mataku langsung menetes aku merasa tersedak dengan kata-kata yang saling dorong di otakku, aku sama sekali tidak mampu mengutarakan apapun dan hanya mampu terdiam menyimak.

Yang meneleponku memang berates namakan radit namun yang bicara adalag bang Alan, kau tahu apa yang dikatakannya waktu itu?

“Aila, akhirnya kamu bisa aku hubungi, ini aku Alan sepupunya Radit,” katanya dengan nada keras “Sebenarnya aku tidak ingin kamu mengetahui ini karena takut kamu akan khawatir.”

Aku menjawab, “Jika itu tentang suamiku Radit ceritakan bang?”

“Ai, maaf tadi seperjalanan dia menuju tempat perlombaan dia mengalami kecelakaan mobil, satu lembaga dari surabaya tidak dapat ikut serta termasuk Radit.”

Tanpa ada stimulus dari otak air mata langsung mengalir di pipi, sebelum bang Alan menceritakan semuanya kepadaku, boleh jadi orang-orang di sekitarku mungkin mereka kebingungan melihatku yang tiba-tiba mersimpuh di lantai.

“Radit sekarang berada di mana?” tanyaku saat bang Alan belum selesai menceritakan kejadiannya. Setelah sia menjawabnya aku langsung menutup sambungan dan segera mencari taksi, selam perjalan menuju kontrakan pun aku mencari-cari tiket kereta ke bandung yang terdekat dengan waktu saat itu. hingga akhirnya dapat aku setelah aku mengemas barang-barangku aku langsung menuju ke stasiun. Ketika di kereta aku hanya mampu membayangkan keadaan Radit saat itu. sampai aku menulis cerita ini pun perasaan itu tetap sama.

Walaupun rasanya aku tidak mampu lagi menangis karena rasa khawatir ini akan tetapi air mataku kian mengalir setetes demi setetes, kertas ini pun lagi lagi koyak karena tempat muara cairan tidak berwarna ini.

***

Perjalanan yang panjang pikiranku masih melayang terlihat jelas siluet saat-saat Radit kini terbaring di ruang gawat darurat dalam keadaan yang tidak sadarkan diri. Aku tiba di rumah sakit sekitar pukul lima pagi, yah hari sudah berganti tetapi aku masih menganggap bahwa hari ini dan kemarin adalah sama. Di rumah sakit pun aku masih merasa was-was karena waktu itu sudah ke sana dank e mari namun tidak kunjung menemukan Radit berada.

Hingga akhirnya aku bertemu dengan bang Alan yang waktu itu terikejut melihatku tidak menyangka aku tiba di Semarang. Dia sempat mengernyir ketika menatapku dengan kagok dia memberikan amplop cokelat kepadaku berukuran besar dan tertera nama Raditian Nugraha, bang Alan juga sempat mengatakan bahwa itu adalah hasil CT Scan bagian tubuh Radit yang mengalami masalah.

“Aku akan tanyakan kepada dokter Syarif mengeni ini dia yang menangani oprasi Radit tadi malam,” kata bang Alan akan tetapi aku tidak memperhatikan itulasung segera berlari dengan cepat menuju ruangan dokter Syarif berada.
Kau tahu apa yang dokter Syarif katakan kepadaku waktu itu? ya, aku masih mengingatnya dan rasanya basih bedengung di telingaku sejak tadi tidak menghilang dari sana.

“Pasien bernama Radit mengalami cidera pada tulang belakang sehingga menyebabkan kelumpuhan sementara pada anggota gerak bagian bawah, kami masih belum mengetahui perkembangan dari pasien karena pasien belum sadarkan diri sejak kemarin.”

Aku tahu itu adalah sebuah kemungkinan namun faknya memang seperti itu saat Radit sadarkan diri dia merasa sangat frustasi karena kakinya tidak bisa digerakan, aku tidak mampu melihat Radit secara langsung waktu itu aku hanya mendapatkan cerita dari bang Alan atas apa yang dengan di depan ruangan. Aku merasa bodoh waktu itu tidak menemui suamiku sendiri, seharusnya aku memeluknya dan memberinya semangat namun nyatanya aku langsung berlari pulang ke rumahku yang di Semarang dengan kedua kakiku.

Duduk di teras dan membuka buku merah ini lagi mencoba menulis yang tidak semua mampu aku ceritakn karena aku sudah merasa lumpuh di tambah lagi aku mendapatkan teguran karena aku absen di puskesmas sekarang, aku merasa sangat kacau lagi-lagi aku merasa gagal menjadi istri. Aku sendiri tidak tahu apakah Radit mampu memaafkan kesalahanku.

((BERSAMBUNG))

Saat aku berada di bawah walau aku tidak menemukan ragamu aku yakin doamu menyertai namaku.

Aila dan Radit (OPEN PO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang