Semarang, 23 Mei 2017

1.1K 66 1
                                    

Kau tahu? hujan kali ini telah berhasil melunturkan rindu yang sudah melekat seperti noda bandel pada pakaian dan pertemuan adalah detergen paling ampuh untuk membersihkannya.

Tidak lama setelah aku, Mama dan Lisa melepas kepergian Radit, Yudha datang dengan dua tumpuk kardus Pizza. Aku menduga sepertinya dia ingin mencari perhatiaan keluargaku setelah dia tidak berhasil menarik perhatianku.

Menit berikutnya kami berkumpul di meja makan membuka satu kardus Pizza untuk dimakan bersama. Lisa bisa saja tertawa terbakah-bahak di depan Yudha tetapi aku mengulurkan tangan untuk mengambil potongan Pizza itu saja tidak. Lebih baik aku menyimpan tanganku di bawah meja meninggikan keegoisanku di depan Yudha secara cuma-cuma.

Kau tahu, saat Mama mengatakan bahwa nanti sore akan pergi ke stasiun bersama Yudha yang juga ikut ke Bandung untuk membantu mencarikan Lisa indekos di sana, aku sungguh benar-benar kecewa dan merasa dibohongi. Bagaimana tidak Mama ataupun Lisa tidak pernah mengatakan hal itu kepadaku. Aku langsung berdiri dan segera pergi ke menuju kamar.

Melihat tas ransel penuh pakaian di atas yang kemarin malam aku persiapkan untuk pergi, aku langsung mengankatnya menuju lemari. Aku ingin mengemebalikan semua pakaian yang ada di dalam tas tersebut dalam artian aku mengurungkan niatku pergi ke Bandung dan Yudha alasan terbesarnya.

Ketika aku membuka lemari pakaian aku menjumpai boneka beruangku yang sejak minggu lalu aku mengurungnya di sana. Kau tahu, boneka itu tampak bahagia mungkin karena tuannya berada di dalam rumahku. Ya, menit berikutnya aku mengesampingkan tas ranselku menyeret kasar boneka beruang sampai ke meja makan meletakkan dia di atas meja.

"Kurasa boneka ini bahagia kembali kepada tuannya." Yudha menatapku dengab tatapan yang berusaha ramah padahal aku tahu dia ingin sekali membalikkan meja makan di depannya. "Mama aku tidak jadi ikut ke Bandung, kan sudah ada Yudha. Lagi pula aku ada janji mendadak dengan dokter Syarif." Mama kala itu mengngagguk.

Aku segera pergi dari meja makan, kembali menuju kamar dan duduk di depan meja belajar menukis semua ini. Menulis semua yang terjadi pada pagi ini

***

Aku merasakan bahwa udara masih terasa dingin sekarang karena sejak pagi tadi hujan lebat melanda kota Semarang. Beruntung aku tidak terjebak di toko buku dan aku hampir saja membasahkan buku yang baru saja kubeli.

Kau tahu, Radit datang di saat hujan mulai mengguyur, beruntung aku bisa berlindung pada payung yang dibawa olehnya. Jujur Aku setengah tidak menyangka akan bertemu dengannya seperti ini. Selama sisa hujan dan perjalananku menuju rumah, aku bahagia bersamanya waktu itu, menikmati kesyahduan aroma hujan dan suara rintikkan yang merdu, setelah berminggu-minggu aku merindu.

Aku dan dia mencoba berhenti di swalayan hanya sekadar untuk berteduh di depannya karena hujan semakin lebat dan angin bertiup kencang. Kubu-kubu jari tanganku memucat karena aroma hujan dan dinginnya udara yang mengikat aku mencoba untuk memegang erat-erat buku yang aku bawa dan mendekapnya di dada. Sedangkan dia ternyata juga sama memeluk buku yang cukup tebal dan sepertinya banyak.

"Beli buku apa?" katanya padaku dengan gemetar.

Sebentar? Kenapa aku baru menyadari sekarang. Radit membawa buku waktu itu berarti sangat tidak menutup kemungkinan kami berada di toko buku yang sama. Kenapa aku tidak bertemu dengannya waktu itu? Atau karena aku terlalu asik dengan memilih novel-novel terjemah mana yang akan aku beli untuk mengatasi kebosananku selagi menunggu panggilan Koas dokter dari dr. Sharif.

Aku tidak menjawab pertaannya karena bibirku terasa membeku, jadi aku hanya menunjukan kantong keresek berisi buku kepadanya. Lalu kembali mendekap buku itu di dada.

Aila dan Radit (OPEN PO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang