***
Enam bulan kemudian hari-hari Naya dipenuhi dengan kegiatan bedah. Gadis itu ditransver lagi menuju kamar bedah, sebab kamar yang ditempatinya diisi dengan pasien baru yang berpenyakit sama. Enam bulan para dokter ahli itu melakukan pembedahan kepada hampir seluruh tubuh Naya. Mengganti pembuluh darahnya yang rusak digerogoti Humancardiovascularvirulent, sebuah virus baru yang ditemukan baru tiga tahun belakang yang sangat ganas, berbahaya dan mematikan. Virus itu juga menggerogoti sampai pembuluh arteri dan venanya, hampir menuju jantungnya. Kalau sudah sampai di jantung, tentulah tak ada lagi harapan untuk hidup sebab asupan makanan kepada seluruh plasma berhenti total. Aliran darah macet total dan tak berfungsi lagi.
Penyakit yang memiliki 4 stadium ini sebenarnya telah mengantarkan Naya pada stadium 3. Kemurahan Allah melalui tangan Rhian, lewat sediaan yang diformulasinya itu menyelamatkan Naya. Meski, butuh satuan waktu yang cukup lama untuk fisiologis tubuhnya kembali berjalan normal.
Pagi itu adalah operasi terakhir yang dilakukan terhadap Naya setelah sekian lama berlangsung operasi. Para dokter ahli itu memang sangat cekatan dalam pekerjaannya. Sebab, kalau tidak hati-hati sedikit saja, maka bisa fatal akibatnya. Mereka tengah mempertaruhkan nyawa seseorang.
Sepuluh jam kemudian Naya sadarkan diri. Yang pertama kali dilihatnya adalah sosok wanita berjilbab. Jilbab yang dikenakannya adalah jilbab yang dikirimi Rahmah enam bulan yang lalu.
"Bu..b-bu I..i.. Irat?" Kata pertama yang keluar dari mulutnya dengan terbata.
"Iya Nak." Wanita itu menangis. "Alhamdulillah kamu sudah sadar Nak."
"Naya di mana Bu?" Gadis itu ternyata masih linglung. Didapatinya dirinya penuh dengan alat-alat juga di ruangan yang penuh alat-alat aneh.
"Masih disini Nak. Di PRCWH. Sehabis operasi." Naya berusaha mengangkat tangannya. Tangan itu sudah lebih baik dari keadaan sebelumnya. Lalu perlahan dilihatnya wajahnya di kaca. Juga sudah lebih baik dari sebelumnya meski masih jauh dari wajah aslinya.
Adanya pembuluh sintetik itu membantu perkembangan kulitnya. Pembuluh yang dirancang itu akan bersifat permanen nantinya. Meskipun tak sebagus aslinya, asalkan bisa menjaga dengan baik maka ia akan bertahan. Gadis itu harus menjaga pola makan, dan tidak boleh sampai terjadi hipertensi, kolaps, artherosklerosis, angina, aritmia dan berbagai penyakit pembuluh darah lainnya. Sebab itu semua akan membuat pembuluh darahnya pecah dan tak berfungsi sama sekali. Tak ada regenerasi.
Satu bulan kemudian.
Pagi itu Naya sudah rapi. Tak ada yang dibawanya kecuali pakaian yang tengah dikenakannya lalu satu tas mungil yang berisikan Al Qur'an, dompet dan handphone. Sebelum kembali, gadis itu menyempatkan diri untuk mengucapkan terimakasih kepada seluruh staf, peneliti, dan terutama dokter-dokter yang ada di PRCWH. Gadis itu memang dikenal di sana karena keberhasilan Rhian menyelamatkannya. Dia juga dikenal dengan sebutan "Pahlawan HCV (humancardiovascularvirulent)" oleh segenap tatanan PRCWH. Yah, walau bagaimana pun, memang semestinya tak ada manusia yang bersedia menjadi kelinci percobaan bagi penyakit-penyakit sejenis teratogen, karsinogen dan penyakit sejenis lainnya. Pimpinan utama PRCWH memberikan apresiasi yang bagus padanya dan menawarkan agar suatu saat nanti berkunjung kembali ke PRCWH. Setelah mereka tahu Naya adalah mahasiswi kimia, mereka malah menawarkan lapangan kerja di labor analitik PRCWH. Naya menanggapi dengan senyum dan terima kasih. Gadis yang supel itu benar-benar menarik simapti banyak pihak.
Gadis itu juga menyempatkan diri bersama bu Irat untuk menziarahi makam kakek Soleh dan berdo'a di sana. Memang, setiap orang yang meninggal di sana disediakan pemakaman di belakang bangunan bertingkat 15, tak begitu jauh dari tempat itu. Sebab, kalau dikirim pulang, maka mayat itu boleh jadi akan menularkan virus lebih banyak lewat sisa-sisa aliran darah, lewat cairan tubuhnya.
Di makam kakek Soleh gadis itu menangis. Mengingat kenangannya bersama sang kakek. Begitu banyak nasehat yang diperolehnya dari kakek itu. Maafkan Naya Kek, Naya tak dapat menyelenggarakan pemakaman kakek secara Islam. Keadaan Naya pun tak memungkinkan waktu itu. Semoga Allah mengampuni Naya. Semoga Allah mengampuni kakek. Semoga kakek tenang di sana. Semoga tempat kakek adalah peristirahatan yang tenang sebagai taman syurga yang jauh dari percikan api neraka.
"Bu, Naya pasti akan sangat merindukan Ibu."
"Iya Naya. Jangan lupa sering-sering telepon Ibu ya."
"Insya Allah Bu. Mudah-mudahan kita istiqomah."
"Trimakasih ya Naya, atas buku-buku dan jilbabnya. Setiap melihat dan membaca buku-buku itu, Ibu akan selalu teringat padamu Nak." Naya terharu. Tangisnya pecah. Berdua mereka berpelukkan seolah-olah takkan pernah bertemu lagi. Pagi itu dia akan pulang ke Padang.
Naya sudah menganggap bu Irat bagaikan ibunya sendiri. Tempat dia berkeluh kesah, tempat dia menumpahkan tangis, dan tempat dia berbagi tawa. Hati gadis itu benar-benar pilu. Setidaknya, PRCWH adalah potongan episode hidupnya. Tempat yang menyisakan kenangan tersendiri baginya. Tempat di mana ia menuai begitu banyak I'tibar. Tempat di mana hari-harinya bersama Allah begitu terasa sangat indah. Hari-hari yang menempanya menuju kedewasaan. Sekaligus, tempat yang ia rindukan hadirnya cahaya islam di sana.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Penantian Gadis Buruk Rupa
Tâm linhNaya, mahasiswi muslimah berjilbab lebar yang terkenal sebagai aktivis BEM dan orator ulung tiba-tiba mengalami pendarahan, kejang dan membiru serta kehilangan kesadaran ketika perjalanan menuju luar kota bersama pengurus BEM lainnya. Semua orang pa...