"Na, ada kegiatan hari ni?" Naya menatap sahabat terbaiknya itu suatu sore sepulang sekolah.
"Kayaknya tidak. Aya naon, atuh?"
"Mau gak ikut diskusi kepenulisan?"
"Aku mah tak bisa nulis, Naya. Kamu saja ya..."
"Ayo lah, ini program rutinnya Kirana nih. Insya Allah, tiap minggu kita ngadain diskusi kepenulisan. Mau ya?" Naya menatap Hanna penuh harap.
Akhirnya gadis itu luluh jua. "Hmmm.. Ya udah, teu nanaon. Tapi, sekali ini saja yaa..."
Berdua mereka berjalan beriringan menuju kearah pojok kiri komplek SMANLie itu. Tepatnya menuju ruang rapat yang letaknya bersebelahan dengan perpustakaan. SMANLie Bogor terkenal dengan sekolah yang berbentuk kotak sabun. Namun, fasilitasnya lumayan memadai dengan total siswa mencapai seribu seratus orang.
"Assalamu'alaikum Tiara." Naya langsung menyapa Tiara, salah satu temannya yang juga tergabung dalam Majalah Kirana dan menduduki sekretaris pula ketika sampai di sana. "Lho, Tiara, kok sendirian, atuh? Jadi kan, diskusi kepenulisannya?" Gadis yang juga berjilbab rapi itu mengangkat wajah. Sepertinya dia tak menyadari kedatangan Naya dan Hanna. Gadis itu kemudian menggeleng pelan.
"Aya naon, atuh?"
"Ketua kita sakit."
"Oh ya? Siapa? Faiz ya?" Naya cuma tau kalo' ketua baru itu namanya Faiz.
"Yap"
"Oo... gitu yah? Eh iya, hampir lupa nih, kenalin ini Hanna, temen sekelas Naya"
"Hanna."
"Tiara." Keduanya saling berjabat dan melempar salam.
"Kok jarang kelihatan, atuh? Pernah ikutan kajian keputrian gak?" Hanna bertanya.
"Hm..., belum sih." Gadis berwajah oval dengan lesung pipi di kiri kanan pipinya itu menjawab malu. " Aku baru berjilbab"
"Oh..., gitu. Tapi, tak mesti berjilbab loh. Siapa saja boleh ikutan."
"Jadwalnya dempet sama jadwal privatku. Cuma, untuk kajian mentoring mingguan mah, sekarang Alhamdulillah udah mulai rutin."
"Oh, gitu..."
Beberapa jenak kemudian kami terdiam. Kehabisan bahan untuk dibicarakan.
"Gimana kalo' kita besuk ketua kita." Ajak Tiara, tiba-tiba. Naya mengerutkan kening tanda berpikir. Wah, Naya mah, tak kenal-kenal amat sama tuh orang. Kabarnya baru ganti yang baru yang kebetulan dia kalo' gak salah nih, ikhwan di ITHRI juga, tapi bukan pengurus, cuma anggota aja. Slama ini, Naya kan jarang sekali ikutan kegiatan Kirana. Bahkan, Naya malah tak tau sama yang namanya Faiz itu. Cuma tau nama doang. Abis, sibuk di OSIS dan ITHRI sih. Tapi, apa salahnya yah? Itung-itung, nambah amal skalian liat tampangnya. Seperti apa sih ketua Kirana itu? He...he....
"Okeh deh. Btw, dia dirawat dimana?" Naya berkata antusias. Sementara, gadis didepannya ini malah menunduk. Wajahnya terlihat sedih.
"Dia teh cuma dirawat di kamarnya. Gak dibawa ke dokter."
"Lho..., kok gitu? Ntar tambah parah penyakitnya kalo dibiarin"
"Nanti kamu juga tau kok, Naya." Ujar Tiara datar.
"Cuma bertiga aja nih?" Tiba-tiba, Hanna yang dari tadi hanya menjadi pendengar setia, nyeletuk.
"Ya. Abis, siapa lagi yang bisa diajak. Anak-anak udah pada pulang, atuh"
KAMU SEDANG MEMBACA
Penantian Gadis Buruk Rupa
EspiritualNaya, mahasiswi muslimah berjilbab lebar yang terkenal sebagai aktivis BEM dan orator ulung tiba-tiba mengalami pendarahan, kejang dan membiru serta kehilangan kesadaran ketika perjalanan menuju luar kota bersama pengurus BEM lainnya. Semua orang pa...