“Dira!!! Kita berhenti dulu ya? Gia capek!” Gia menyeka keringat di dahinya dan napasnya tersengal-sengal. Tubuhnya sedikit membungkuk menahan rasa capeknya.
“Ya ampun Gia! Lo baru satu putaran keliling taman udah capek?” Dira mengomel.
“Diraaa, Gia beneran capek! Gia kan enggak kuat lari!” kini gadis itu sudah terduduk dengan kaki yang diselonjorkan. “Udah ya satu putaran aja?” rengeknya.
“Enggak! Lo harus lari sepuluh putaran!” Dira menarik tangan Gia agar berdiri. “Katanya mau buat Bara jatuh cinta? Gini aja udah nyerah!”
“Iiiiih, Gia bukannya nyerah! Tapi Gia beneran capek! Lagian apa hubungannya si lari-lari begini sama buat Bara jatuh cinta sama Gia?”
Ck. Dira mendecak. “Lo inget kan perjanjiannya? Oke kalau gitu gue enggak mau bantuin lo lagi!”
“Ih Dira mah marah!” Gia langsung berdiri dan menahan sahabatnya itu. “Iya deh iya, Gia lari lagi, tapi satu putaran aja ya? Ya? Ya?” pintanya.
“Yaudah terserah!” Dira bersidekap. “Gue nyuruh loh lari dan olahraga itu juga demi kebaikan lo! Biar badan lo enggak tambah melebar!” dia kemudian mendesah. “Lo tau kan tipe ideal ceweknya Bara?”
Gia memanyunkan bibirnya lalu mengangguk perlahan. Dia kemudian menunduk memandang tubuhnya. Terlihat genangan air mata mulai jatuh dari sudut matanya.
Gini amat ya ingin membuat Bara jatuh cinta?
Mengetahui sahabatnya akan menangis, Dira langsung memeluknya. “Maafin gue, yauda kalau lo emang capek kita berhenti aja dulu.”
Gia langsung tersenyum khas anak kecilnya. “Jadi, Gia boleh pulang kan?”
Dira mengernyitkan dahinya. “Kok pulang? Gue bilang kita berhenti dulu, istirahat.”
Gia kembali mengerucutkan bibirnya. Kedua telunjuknya kini saling beradu. “Tapi Gia mau pulang, Gia mau ketemu Bara.”
“Ketemu Bara? Emang lo ada janji sama Bara?”
Gia menggeleng. “Tapi… Gia kan emang tiap pagi harus ketemu Bara dulu.”
Dira menyipitkan matanya. “Jangan bilang lo mau masak nasi goreng buat Bara sarapan?”
Gia mengangguk cepat sambil menyengir kuda dan Dira memutar bola matanya dengan malas. “Yaudah deh, kita pulang aja!”
∆ ∆ ∆
Begitu sampai di rumah, Gia langsung menuju dapur. Memulai kegiatannya memasak nasi goreng buat Bara sarapan. Sambil bersenandung dia membayangkan Bara memakan nasi goreng buatannya.
Bukan yang pertama kali Gia membuat nasi goreng untuk Bara sarapan, sudah cukup sering dan kini menjadi hal yang rutin. Gia tak pernah tahu, apakah Bara memakan nasi goreng buatannya atau tidak? Namun Gia, dengan ketulusan hati tetap membuat nasi goreng untuk Bara tiap pagi.
Gia dan Bara yang sudah kenal sejak kecil karena mereka tinggal satu komplek, sedangkan rumah Adira dan Adnan bertetangga dengan rumah Gia. Sejak kecil sebenarnya mereka sudah saling mengenal hanya saja, Adnan dan Adira tak terlalu dekat dengan Bara, sedangkan Gia bisa kenal dekat dengan Bara karena ibu mereka yang bersahabat.
“Duh, non Gia pagi-pagi udah sibuk aja di dapur, pasti lagi masak nasi goreng buat den Bara ya?” celetuk si Bibik, pembantu rumah tangga di rumah Gia.
“Iya Bik, Gia kan lagi belajar jadi istri yang baik buat calon suami.” Gia terkekeh malu.
“Ya ampun, gak nyangka Bibik, non Gia sekarang udah gede,” si Bibik menepuk-nepuk bahu Gia. “Padahal sepertinya baru kemarin non Gia mengompol di depan den Bara.” lanjutnya menahan tawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE UGLY BRIDE [SUDAH DITERBITKAN]
RomanceTELAH DITERBITKAN! SEBAGIAN PART SUDAH DIHAPUS ==================== Asmara Bahagia, akrab dipanggil Gia. Cewek gemuk, pake behel, manja, cengeng dengan sikap dan tingkah seperti anak kecil. Baginya, Bara adalah cinta hidup matinya. Kumbara Pancakawi...