"Kamu kapan mau ngajak Gia jalan?" Julianna -Mamanya Bara- tiba-tiba bertanya saat makan malam.
Kontan saja Bara langsung tersedak karena hendak menelan makanan yang sudah dikunyahnya. Dengan cepat laki-laki itu mengambil segelas air putih di atas meja lalu meneguknya sampai habis.
Erlangga -Papanya Bara- melirik putranya itu. "Jadi, setelah acara pertunangan itu, kamu belum mengajak Gia jalan?" tanyanya.
Bara baru akan bersuara namun adiknya, Kumaira Pancakawirya lebih dulu berbicara. "Mah, Pah, Kak Bara mana mau sih jalan sama 'bakpao berjalan' kayak Kak Gia." dia pun terkikik.
Baik Julianna maupun Erlangga langsung memelototi anak perempuannya itu.
"Aira! Jaga ucapan kamu!" Erlangga sedikit membentak.
Julianna mencoba untuk tidak emosi. Dia meletakkan sendok dan garpu di atas piring. "Aira, dengarkan mama baik-baik. Kakak kamu akan menikah sama Gia, kelak wanita yang kamu sebut 'bakpao berjalan' itu akan menjadi kakak ipar kamu," ucapnya menasihati. "mama sendiri sudah menganggap Gia sebagai putri mama selain kamu."
Aira mendengus kesal. "Tapi dia bukan putri kandung mama! Lagipula Aira enggak pernah setuju Kak Gia nikah sama Kak Bara! Mending Kak ica yang jadi kakak ipar Aira!" didorongnya mundur kursi yang dia duduki lalu beranjak pergi dari meja makan, seketika Aira tak bernapsu untuk melanjutkan makan malam.
Erlangga dan Julianna hanya bisa mendesah dan menggelengkan kepala tak habis pikir kenapa putri mereka itu sangat tidak menyukai Gia?
Bara sendiri bukannya tidak menyukai Gia, ada perasaan yang tak bisa dia jelaskan kepada wanita itu. Perasaan seperti saling memiliki tanpa harus ada status hubungan apapun dengannya.
Sikap Bara yang selalu jutek dan dingin kepada Gia itu sesungguhnya sifat aslinya. Keburukan yang tak pernah dia tunjukkan kepada siapapun, baik kepada kekasihnya Clarissa, maupun kepada teman-temannya.
Bara seakan-akan menjaga citra dirinya. Namun, di hadapan Gia, dia tak pernah harus menjaga citra dirinya. Segala keburukannya dia perlihatkan apa adanya. Dan Gia? Dia pun menerima Bara apa adanya. Gia tak pernah merasa sakit hati dengan perlakuan Bara. Gia juga tak pernah mempermasalahkan keburukan Bara itu.
Bagaimana bisa Gia sakit hati dan mempermasalahkan itu semua? Di saat dirinya sudah jatuh sejatuh-jatuhnya kepada seorang Kumbara Pancakawirya?
Maka, tidak heran jika Adira gemas sekali dengan Gia yang menurutnya terlalu naïf dan Adnan kesal sekali kepada Bara yang menurutnya tak bisa menghargai perasaan Gia.
Jujur saja, Bara bukannya tak bisa menghargai perasaan Gia. Dia bisa saja namun sayang, ego terlalu menguasai dirinya. Kalau saja ada sedikit niat di hatinya untuk menghargai perasaan Gia, mungkin Bara tak harus bersikap buruk pada Gia.
Bara menyadari, dia sedikit kesal mendengar perkataan adiknya yang menyebut Gia 'bakpao berjalan'. Bukan sekali itu saja adiknya menghina Gia, namun ini sudah ke sekian kalinya. Kalau saja Gia ada bersama mereka saat itu, Gia pasti hanya tersenyum semringah dan menerima semua hinaan Aira.
Dan Bara bersyukur Gia sedang tak bersama mereka, karena Bara tak sanggup dalam situasi di mana Gia dihina oleh adiknya sedangkan dia tak bisa berbuat apa-apa.
Bukannya tak bisa, Bar! Tapi tak berniat!
"Bara?" laki-laki itu pun mendongak menatap Ibunya setelah beberapa saat berkutat pada pikiran-pikirannya. "kamu kapan mau ngajak Gia jalan? Gimana sih kamu, udah tunangan tapi jalan saja enggak pernah berdua?"
Bara mengkerutkan dahinya. Jalan sama Gia? Serius Bar?
"Coba kamu tanya Gia baik-baik, dia maunya di ajak jalan ke mana?" kali ini papanya angkat bicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE UGLY BRIDE [SUDAH DITERBITKAN]
RomanceTELAH DITERBITKAN! SEBAGIAN PART SUDAH DIHAPUS ==================== Asmara Bahagia, akrab dipanggil Gia. Cewek gemuk, pake behel, manja, cengeng dengan sikap dan tingkah seperti anak kecil. Baginya, Bara adalah cinta hidup matinya. Kumbara Pancakawi...