Gia kini sudah berganti pakaian dan dia sedang menunggu Adnan. Dengan memeluk boneka teddy bear kesayangannya, Gia senang sekali akan diajak pergi oleh Adnan. Sejenak dia lupa kalau hatinya sedang terluka karena Bara.
Emang cuma Adnan yang bisa bikin lo senang, Gi!
“Udah siap?” tanya Adnan.
Gia mengangguk senang dan tubuhnya bergoyang ke kanan dan ke kiri.
“Lo udah izin nyokap belum?”
Gia menggeleng. “Mama belum pulang kerja kan?”
“Iya ya? Nyokap lo belum pulang kerja.”
“Tapi Gia udah titip pesan kok sama Bibik, kalau Gia pergi sama Adnan.”
“Enggak apa-apa emang kalau cuma titip pesan?”
“Enggak apa-apa, kan perginya sama Adnan,” Gia menyengir. “Mama enggak akan marah.”
Adnan tertawa kecil. “Nyokap lo percaya banget ya sama gue?”
“Iya lah! Adnan kan sahabat Gia yang terbaik setelah Adira.”
“Sahabat!” Adnan tersenyum miris mendengar Gia menyebutnya sahabat. “Yaudah kalau gitu kita berangkat sekarang?” Gia mengangguk. “Eh tapi tunggu dulu,” Adnan menahan tangan Gia lalu menatap Gia yang mengenakan kaos lengan pendek biasa dengan celana jeans yang sesuai dengan ukuran tubuhnya yang gemuk. “Tunggu sebentar Gi.” Kemudian Adnan sedikit berlari ke kamarnya.
Gia hanya bisa menuruti Adnan menunggunya di ruang tamu. Beberapa menit kemudian Adnan keluar dengan membawa hoodie berwarna abu-abu miliknya yang lumayan besar.
“Pakai ini Gi, nanti lo kedinginan.”
Gia mengkerutkan dahinya. Tapi dia menurut dengan memakai hoodie yang cukup besar itu yang ternyata tak terlalu kebesaran dipakai Gia.
“Lo abis kehujanan, jangan sampai lo kedinginan nanti lo sakit,” Adnan mengelus lembut puncak kepala Gia. “Gue enggak mau lo sakit.”
Gia tersenyum dan mengangguk. “Tapi enggak apa-apa nih hoodie-nya Gia pakai?”
“Enggak apa-apa, buat lo juga enggak apa-apa.”
Yaelah, Nan! Apa sih yang lo enggak kasih ke Gia? Ck.
“Ih apa sih? Nanti Adnan enggak punya Hoodie lagi kalau ini buat Gia.”
“Tenang aja, kan gue bisa beli lagi.” Adnan terkekeh. “Daripada lo yang sakit?”
“Emang kenapa kalau Gia sakit? Masa Adnan mau ikut-ikutan sakit?”
Adnan mengangguk. “Kalau lo sakit, gue pasti ikut sakit.”
“Adnan…,” Gia mencebikkan bibirnya. “Jangan sakit karena Gia.”
“Mangkanya, lo jangan sampai sakit ya? Janji?”
Gia mengangguk dan tersenyum polos. “Gia janji!” Lalu dia mengeluarkan jari kelingkingnya kemudian menautkan di jari kelingking Adnan.
Melihat Gia bertingkah seperti itu dengan senyuman polos khas dirinya membuat Adnan gemas dan membatin. “Astaga Gia! Gue benar-benar jatuh cinta sama lo!”
∆ ∆ ∆
Setelah beberapa jam perjalanan, akhirnya Adnan menepikan mobilnya di sebuah restoran. Matahari sudah benar-benar tidak terlihat digantikan malam. Adnan membawa Gia ke puncak, dia ingin Gia melihat pemandangan yang indah dari atas puncak gunung.
Begitu mobilnya sudah terparkir, Adnan hendak mengajak Gia turun dari mobil namun dilihatnya Gia ketiduran jadi dia tidak tega untuk membangunkannya. Perjalanan jauh dari Jakarta tentu saja membuat Gia mengantuk. Padahal di awal perjalanan tadi, Gia tampak bersemangat dan tidak bisa berhenti berceloteh.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE UGLY BRIDE [SUDAH DITERBITKAN]
RomanceTELAH DITERBITKAN! SEBAGIAN PART SUDAH DIHAPUS ==================== Asmara Bahagia, akrab dipanggil Gia. Cewek gemuk, pake behel, manja, cengeng dengan sikap dan tingkah seperti anak kecil. Baginya, Bara adalah cinta hidup matinya. Kumbara Pancakawi...