Billiard

1.9K 149 3
                                    

Setelah beberapa hari Gia memikirkan perkataan Dira, Gia meyakinkan dirinya harus bertanya pada Bara. Apa benar dugaan Dira? Kalau Bara memiliki perasaan untuknya? Karena Gia tidak yakin laki-laki itu sudah jatuh cinta pada dirinya.

Gia mempercepat langkahnya di koridor kampus. Dia hendak menuju gedung jurusan di mana Bara berkuliah. Untungnya, satu mata kuliah terakhir dosennya tidak hadir jadi Gia bisa pulang lebih awal sore itu.

Sesampainya di gedung jurusan manajemen Gia langsung menyusuri setiap kelas dan area gedung tersebut namun Bara tidak ditemukannya. Gia lalu pasrah hendak kembali kemudian dia terhenti saat melihat beberapa mahasiswa berkumpul di gazebo yang terletak di sudut parkiran motor.

Gia melihat mereka dengan dahi berkerut. “Mereka bukannya teman-teman Bara ya?” gumamnya.
Gia melihat lagi ke arah para mahasiswa itu berkumpul dan mencoba mengingat-ngingat. Dia lalu menganggukkan kepalanya. “Benar! Mereka temen-temennya Bara!” Lalu Gia menunjuk mereka satu-persatu. “Alan, Samuel, Edgar…,” Kemudian bibirnya mengerucut. “Enggak ada Bara.”

Antara bingung dan takut untuk menghampiri mereka, Gia menggigit bibir bawahnya dan kedua telunjuknya beradu. “Samperin mereka enggak ya?Gia ingin sekali bertanya keberadaan Bara, namun dia ingat kalau teman-teman Bara tidak ada yang tahu pertunangan mereka kecuali Clarissa, Ya! Clarissa tentu tahu tentang pertunangan itu karena dia kekasih Bara.

Gia masih berdiri di balik tembok sambil sesekali mengintip ke arah gazebo berharap Bara muncul di sana namun hampir setengah jam, Bara tidak juga muncul. Gia mulai gelisah, dia sungguh harus bertemu Bara.

“Bikin alasan apa ya kalau mereka nanya, Gia siapanya Bara?” Sambil memainkan kedua telunjuknya Gia memutar otak. “Ah! Bilang aja temennya Bara?” Gia menyengir. “Iya! Bilang aja temannya Bara!” Dia lalu mengangguk dan meyakinkan dirinya kemudian berjalan pelan ke arah gazebo.

Dengan memeluk erat boneka Teddy Bear-nya, hal yang selalu dilakukannya jika takut yaitu memeluk benda yang selalu dibawanya itu, Gia mendekati teman-temannya Bara. Dan ketika dia sudah berada selangkah lagi dengan mereka, suara tawa dan obrolan yang tadi terdengar tiba-tiba menjadi hening.

Gia berdiri kaku di hadapan ketiga teman Bara itu yang memandangnya bingung dan heran seolah-olah belum pernah melihat wanita tambun yang sedang memeluk boneka seperti anak kecil. Terlihat Alan dan Samuel saling berbisik lalu tertawa,

“Dek, kau ini cari siapa? Kau tidak sekolah?” tanya Edgar.

“Gar, gue pikir dia adek lo?” Alan terkikih.

“Bukanlah! Parah kali kau Lan! Kalau adikku ngapain aku tanya dia?”

Samuel lalu mendekati Gia dan menyentuh bahunya. Reflek Gia mundur perlahan. “Tenang aja dek, Abang enggak bakal apa-apain kamu,” Gia menunduk takut. “Nama kamu siapa? Kamu cari siapa di sini? Cari abang kamu?”

“Bu-bukan, Gia mau cari Bara. Kalian teman-teman Bara kan?”

“Oh, nama kamu Gia?” Samuel mengkerutkan dahinya. “Kamu cari Bara? Maksudnya, Kumbara Pancakawirya?”

Gia mengangguk. “Kalian tahu di mana Bara?”

“Emang lo siapanya Bara?” selidik Alan.

“I-itu, Gi-gia temennya Bara.”

“Teman Bara? Aku baru tahu si batu bara itu punya teman di bawah umur?”

“Gia enggak di bawah umur kok!” Dengan cepat Gia mengeluarkan kartu mahasiswa dan KTP. “Gia juga kuliah di sini.”

Alan, Samuel dan Edgar melihat kartu mahasiswa dan KTP Gia bergantian. Lalu mereka saling melirik kemudian menatap Gia dengan perasaan tidak yakin.

THE UGLY BRIDE [SUDAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang