Become Friend?

2.1K 142 5
                                    

Bara terlihat gelisah di atas tempat tidurnya. Berulang-kali dia menghadap ke kiri dan ke kanan. Namun dirinya belum juga bisa terlelap. Sudah beberapa hari semenjak kejadian di tempat billiard, Gia seperti menghilang di telan bumi. Tak ada kabarnya.

Biasanya Bara akan menerima banyak pesan singkat dari tunangannya itu, tapi sudah beberapa hari ini dia hanya menerima pesan dari kekasihnya.

Bahkan Gia tak menampakkan dirinya di kampus. Bara tahu, Gia pasti akan mencari waktu atau kesempatan untuk datang ke jurusannya hanya untuk melihat dirinya. Tapi Bara menyadari kalau dia tak melihat Gia.

Apa Bara merindukan Gia? Oh, yang benar saja!

Bara menggeleng menepis pikiran itu. Tak mungkin dia merindukan Gia. Dia hanya merasa ada yang berbeda saja karena Gia tak ada kabar berhari-hari.

"Apa Gia memutuskan menyerah?" Bara mendecak. "Baguslah, setidaknya mudah buat gue untuk membatalkan pertunangan."

Sepertinya Bara tidak terima jika Gia memutuskan menyerah untuk membuatnya jatuh cinta. Karena mungkin sebenarnya Bara sudah jatuh cinta kepada Gia? Tapi memikirkan untuk membatalkan pertunangan dengan Gia membuat perasaan Bara campur aduk.

Rasanya seperti untuk sesaat dirinya bisa bernapas lega lalu kemudian merasa sesak kembali.

Bara mengambil ponselnya di atas nakas. Sekali lagi dia lihat tak ada pesan dari Gia. Tanpa sadar dia membuka kontak whatssap dengan nama AsmaraGia. Jari-jarinya mulai mengetik sesuatu lalu dia menghapusnya kembali.

"Enggak! Gue enggak boleh menghubungi cewek alien itu duluan!" Bara menaruh ponselnya kembali di atas nakas. "Apa peduli gue kalau Gia mau menyerah? Sadar Bar, sadar! Itu yang lo mau selama ini!" batinnya kepada dirinya sendiri.

Bara memutuskan memejamkan matanya, lalu bayangan Gia yang menunduk sambil memeluk erat teddy bear-nya dengan kedua telunjuknya beradu terlihat sempurna.

Bara mendesah kemudian membuka matanya kembali. Tatapannya menerawang ke langit-langit kamar. "Gue tahu lo nangis, Gi." gumamnya.

Ya! Bara menyadari Gia menangis meski gadis itu mencoba menahan isakan tangisannya di sepanjang perjalanan pulang selepas dari tempat billiard. Gia hanya terdiam dan menunduk. Tapi Bara tahu betul kalau Gia sedang menangis dan dia juga tahu kalau kata-katanya sudah menyakiti hati Gia teramat dalam.

∆ ∆ ∆

Clarissa yang sedang mengerjakan tugas kuliahnya mengkerutkan dahinya ketika mendengar bel apartemennya berbunyi. Dia merasa tak memiliki janji dengan siapapun hari itu.

"Apa Bara yang datang ya? Tapi dia enggak ngabarin." Clarissa memeriksa ponselnya dan memang tidak ada pesan apapun dari Bara. Dia lalu memutuskan untuk membukakan pintu. "Alan?"

"Hai! Sorry, gue enggak ngabarin mau datang."

"It's okay, lo sendirian?"

"Yup," Alan mengangguk. "Gue enggak ganggu lo kan?"

"Well, agak sedikit mengganggu sih. Gue lagi ngerjain tugas kuliah." Clarissa mempersilahkan Alan masuk. "Gue pikir Bara yang datang."

"Cowok lo pasti ngabarin kalau mau datang kan?" Clarissa mengangguk. "Maaf kalau gue udah ganggu waktu lo, tapi ada hal penting yang mau gue bicarain."

"Oh ya? Hal penting apa?" Clarissa membuka kulkas lalu mengambil minuman kaleng bersoda. "Tunggu dulu, lo ke sini disuruh Bara?"

"Enggak, gue ke sini ya karena kemauan gue sendiri. Gue...," Alan melirik Clarissa menimang-nimang apa perlu cewek dihadapannya ini tahu kalau dia lagi bertengkar dengan Bara dan Alan memutuskan untuk tidak memberitahu Clarissa.

THE UGLY BRIDE [SUDAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang