“Seneng banget sih yang mau di lepas behelnya.” Adira mencibir ketika melihat Gia senyum-senyum memasuki mobilnya.
Gia lantas langsung menyengir lebar. “Adira mau tahu sesuatu enggak?”
Dira menstarter mobilnya. “Enggak ah, paling soal Bara lagi, iya kan?”
Gia langsung cemberut. “Ih Dira mah, Gia lagi seneng juga.”
Dira tertawa melihat Gia cemberut. “Lagian emang benar kan ini soal Bara?” Dia melajukan mobilnya keluar dari kompleks perumahan.
Gia mengangguk dengan bibir melengkung ke bawah yang sempurna.
“Emang lo mau kasih tahu apa sih?” Dira berpura-pura penasaran, padahal dia sama sekali tak penasaran. Tapi dia tak tahan melihat sahabatnya cemberut.
Gia langsung berbinar-binar. “Jadi, beberapa hari yang lalu pas Gia abis pulang dari puncak sama Adnan. Gia ketemu Bara di depan rumah pagi-pagi,” Dengan semangat dia bercerita sedangkan Adira hanya mengangguk-angguk. Dira sudah tahu hal ini dari Adnan. “Terus Bara ngajak Gia sarapan di kedai bubur kan, tahu enggak Bara ngomong apa waktu Gia bilang mau membatalkan pertunangan?”
“Eh? Lo serius mau membatalkan pertunangan?”
“Tadinya,” Kedua telunjuk Gia saling beradu lalu dia menyengir melirik Adira. “Tapi Bara enggak mau batalin pertunangannya.”
“Bara beneran ngomong gitu?” Gia mengangguk. “Terus, pacarnya gimana?”
“Mereka udah putus.”
“Putus?” Adira mengkerutkan dahinya. Dia sedikit tidak percaya kalau Bara benar-benar putus dengan Clarissa. Tapi dia tak mau mempersoalkan itu. Setidaknya jangan sekarang, di saat Gia sedang bahagia. Dia tak mau membuat Gia kepikiran.
“Oh ya, lo kenapa enggak minta Bara aja yang anterin lo lepas behel?” Adira mencoba mengalihkan topik pembicaraan.
Gia refleks menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Dia menggeleng sambil melirik Adira.
“Loh kenapa? Biar Bara jadi orang pertama yang lihat senyuman lo tanpa behel.”
“Enggak ah, Gia malu.”
“Kenapa harus malu? Padahal gue yakin kalau Bara lihat senyum lo tanpa behel pasti dia jatuh cinta sama lo.”
Gia menyengir. “Nanti aja, biar jadi kejutan buat Bara.”
Adira memutar bola matanya malas. “Semoga aja bukan lo lagi yang dapat kejutan dari Bara.” batinnya.
∆ ∆ ∆
Mobil Dira akhirnya sampai di sebuah Klinik gigi khusus untuk pemasangan kawat gigi. Klinik itu lumayan sepi dengan beberapa pasien yang sedang mengantri untuk kontrol. Gia sendiri mendapat antrian nomor tujuh dan dia harus menunggu karena pasien dengan antrian nomor lima baru saja memasuki ruang pemeriksaan.
“Gi, abis kontrol gigi nanti lo mau langsung makan siang enggak?” Gia mengangguk lalu tertawa. “Lah? Lo kenapa ketawa deh?”
“Dira gimana sih? Kan Gia mau lepas behel bukan ganti karet behel.”
Dira menepuk jidatnya. “Astaga lupa!” karena sudah menjadi kebiasaan Dira menemani Gia ganti karet behel – kawat gigi – jadinya dia sedikit lupa dan setelah ganti karet behel Gia biasanya hanya bisa memakan bubur karena giginya terasa sakit. Malah kadang Gia enggak mau makan dulu sampai rasa sakit giginya agak mereda.
“Nanti abis kontrol kita makan sepuasnya di Hanamasa, yuk? Gia yang traktir deh!”
Dira hampir saja melonjak kegirangan. “Beneran nih mau traktir gue Hanamasa?” Gia mengangguk mantap, dia tahu restoran itu adalah favoritnya Adira.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE UGLY BRIDE [SUDAH DITERBITKAN]
RomanceTELAH DITERBITKAN! SEBAGIAN PART SUDAH DIHAPUS ==================== Asmara Bahagia, akrab dipanggil Gia. Cewek gemuk, pake behel, manja, cengeng dengan sikap dan tingkah seperti anak kecil. Baginya, Bara adalah cinta hidup matinya. Kumbara Pancakawi...