☁️ ten ☁️

1.4K 154 34
                                    

Special for Vernon flashback

13 tahun yang lalu. Gue yang lahir di New York, harus pindah ke Korea karena ayah gak bisa ninggalin kota kelahirannya gitu aja. Jadi, ibu dan ayah sepakat buat pindah kesana di umur gue yang baru nginjak 5 tahun. Dan lo pengen tau gak? Betapa susahnya perjuangan gue buat belajar Bahasa Korea yang gak begitu gue paham. Ya, sebenarnya ibu juga keturunan Amerika. Tapi, karena udah terbiasa ngobrol berdua sama ayah, jadi ibu bisa dengan mudah mengobrol dengan orang Korea.

Pas banget gue lagi belajar di teras rumah sama ibu, seorang bocah embul mungkin seumuran gue yang lagi lewat di depan rumah gue sambil makan permen lollipop ngeliat gue berjuang buat belajar Bahasa Korea.

 "Yu neu tetangga disini?" Tanya bocah embul. Karena gue yang gak ngerti apa yang diomongin si bocah, gue liatin ibu. Minta di terjemahin. Dan ibu pun paham apa yang gue pengen. Ibu dan si bocah terlibat dalam percakapan.

"Dia bilang, namanya Seungkwan. Dia seumuran sama kamu. Dan dia pengen temenan sama kamu. Ah, akhirnya kamu ada temen juga ya. Hahaha." Jelas ibu. Tentu aja gue bahagia banget.

 "Tentu saja, aku ingin menjadi temanmu. Omong-omong, namaku Hansol." Ucap gue. Sedangkan dia cuma masang muka bingung. Ah, gue kok goblok sih. Dia kan gak ngerti. Gue mandangin ibu lagi, minta terjemahin buat dia.

Dan semenjak saat itu, gue tambah dekat sama Seungkwan. Akhirnya kita mutusin buat jadi sahabat.

Umur 7 tahun, gue baru masuk sekolah dasar. Dan betapa bahagianya gue pas tau kalo gue sekelas sama Seungkwan. Kemana-mana, gue berdua sama Seungkwan. Sayangnya, wajah gue yang lebih dominan ke barat daripada ke asia jadi bahan ejekkan. Gue gak bisa ngapa-ngapain. Jadi gue mutusin buat diam aja.

"Kalian kok jahat banget sih? Masa sama teman sendiri begitu sih." Bela Seungkwan.

"Udah. Aku gapapa kok." Balas gua sambil menarik lengan Seungkwan. Berharap ia berhenti.

"Ga bisa, Non! Anak begini harus dapat pelajaran." Bentak Seungkwan.

BUGH!

Seungkwan di dorong oleh anak itu sampe dia jatuh. Gue yang ada di belakang Seungkwan, langsung ngebantu dia buat berdiri.

"Kamu ngebela dia? Hei, babi."

Mungkin habis dikata 'babi', Seungkwan langsung nonjok muka anak yang nge-bully gue. Oke sip, kaki gue gemetar. Karena baru kali ini gue ngeliat dia marah. Karena pas Seungkwan nonjok anak itu ada guru lewat, dia langsung di bawa ke kantor kepala sekolah dan dipanggil orang tuanya. Gue yang mutusin buat bolos pelajaran, ngikutin Seungkwan dari kejauhan ke kantor kepala sekolah. Di depan pintu, gue bisa nge-dengar orang tua dari anak itu minta pertanggung jawaban sama orang tua Seungkwan karena muka anaknya udah bonyok gitu. Ya, Seungkwan langsung gak terima lah. Dan ada percekcokkan yang terjadi di dalam sana.

Beberapa jam kemudian, pintu ruangan kepala sekolah terbuka. Gue bisa liat wajah orang tua anak itu ngeliat sinis orang tua Seungkwan. Sedangkan si anak yang lewat depan gue, sinisin gue. Ya, gue bingung lah. Anak sama orang tua kok pada sinis-sinisan sih?

"Udah, gapapa. Dia gak bakalan ngolok kamu lagi." Hibur Seungkwan. Gue yang merasa di lindungi, langsung nangis sejadi-jadinya. Beginikah rasanya punya sahabat?

"Yak! Kenapa kamu nangis? Sud--"

"T-ter-terima k-kas-kasih, K-kwan. Hiks... hikss..."

"S-sudah, jangan nangis lagi dong."

Dan berakhir dengan kita nangis bersama.










☁️☁️☁️



Just YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang