"ada kalanya kamu rela merasakan sakit demi adanya jawaban untuk hati yang penasaran"
----
"dia nanya elo minum obatnya teratur gak disekolah."
"elo jawab apa?"
"bolong"
-------
"tumben kamu gak sama om dan tante." Verdi menyiapkan kursi untuk Villa.
"lagi sibuk kak. Makanya datangnya bareng Reza" kata Villa yang duduk di kursi yang Verdi siapkan. Sementara Reza menunggu gusar diluar ruangan.
"Vill... Ada yang ingin kakak tanyakan sama kamu" Verdi memasang ekspresi serius. Membuat Villa mengangkat alisnya penasaran.
"semalam... Saat kamu merasakan sakit di kepala, kenapa kamu tidak memakan obat yang kakak berikan minggu lalu? "
Villa terdiam. Lalu malah kembali bertanya
"kakak bilang sama papa mama soal obat yang kemaren kakak kasi ke Villa? "
"benar dugaan kakak. Kamu enggak kasih tau tante soal obat yang kakak titip kan" Verdi mulai bersandar di kursinya.
namun lagi - lagi Villa bukannya menjawab pertanyaa Verdi, tapi malah bertanya hal yang serupa.
"kakak belum memberitahu mereka kan?"
"kenapa?"
"hm? " Villa menegakkan kepalanya. Dia belum menyiapkan jawaban untuk ini.
" padahal kakak bilang kalau kamu makan obat itu memory yang mengusik kamu akan hilang dan sakit itu akan berhenti. Tapi kenapa kamu malah memilih membiarkannya sampai pingsan berkeringat? "
"kak, Vill Villa-"
"tunggu. " Verdi bangkit dari duduknya. Berjalan mengarah ke pintu lalu mengunci pintu tersebut. Reza yang mendengar bunyi pintu telah dikunci dari luar benar benar menahan diri untuk tidak mendobrak. Verdi lalu kembali duduk berhadapan dengan Villa.
"kenapa dikunci kak?" tanya Villa heran. Biasanya saat ia, papa dan mamanya datang untuk cek up dokter Verdi tidak pernah mengunci pintunya.
Namun alih - alih menjawab pertaanya dokter Verdi malah bertanya balik.
"kenapa kamu bolong minum obat di sekolah?"
"kakak tau dari Vona ya"
"iya. Sekarang jawab kakak, kenapa kamu gak minum obat penghilang rasa sakit dan gak minum obat utama 3 kali sehari?"
"Vill.. Villa cuman.... Enggak tahu kak. Hanya saja Villa.. Villa merasa-"
"kamu ingin ingat lagi kan? " kalimat Verdi ini membuat Villa menegakkan kepalanya dan menatap Verdi lekat.
Villa tidak berani mengatakan 'ya' dan 'tidak'. Ini perasaan yang sulit dia mengerti. Jujur dia ingin menghancurkan potongan memory aneh yang selalu saja menyiksanya. Membuatnya pingsan dan benar benar menyerangnya tanpa ampun. Dia ingin seingin inginnya untuk hidup normal dan tidak merasakan itu lagi. Tapi ada sebagian kecil dari hatinya yang seolah memohon untuk diingat. Ada sesuatu yang berteriak dari hatinya tidak ingin dilupakan. Dan yang paling tidak Villa mengerti debaran kencang di dada nya begitu mengingat kembali apa yang ingin disampaikan otaknya padanya. Terdapat orang - orang baru di ingatannya, suasana baru, gaya hidup yang baru dan perasaan yang baru. Tapi setaunya, Villa tidak pernah menjalani kehidupan seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Villa
Teen FictionVilla divonis amnesia oleh dokter muda berbakat Verdi Setelah kecelakaan tragis yang menimpa dirinya 2 tahun lalu. Beruntung gadis manis itu bisa sadar setelah 6 bulan terbaring tak berdaya di rumah sakit. Selalu dikelilingi benda - benda yang seola...