Verdi menghentak hentakkan kakinya pelan ke lantai. Dia sudah duduk hampir 2 jam di cafe itu bersama dengan Villa. Tapi orang yang ditunggu tak kunjung datang. Villa hampir bosan, makanan yang mereka pesan sudah habis sedari tadi. Hanya ada setengah jus jeruk yang tersisa di gelas. Verdi dan Villa sudah saling mengobrol untuk menghilangkan bosan. Mulai dari percakapan tentang studi sampai binatang peliharaan. Verdi sudah tidak menemukan topik yang baru. Keduanya tengah duduk saling diam sekarang.
Verdi kurang suka akan ketenangan. Jika kalian kira semua dokter itu tenang, sopan dan ramah, maka Verdi adalah bukti yang mengatakan bahwa kalimat itu salah. Belakangan ini entah kenapa Verdi suka sekali memakai jas putih nya saat keluar dari rumah sakit. Seperti hendak pamer kepada seluruh orang kalau dia seorang dokter.
" kak... " panggil Villa menemukan topik baru.
"apa? "
"kenapa kakak mau jadi dokter? Tadi kakak bilang papa kakak itu CEO "
"kenapa nanyak gitu? Mau jadi dokter? "
"yee.. Enak aja. Aku cuman penasaran lagii" Villa mengejek membuat Verdi tersenyum lebar. 2 jam menunggu seseorang yang belum dikenalnya cukup untuk membuatnya kenal baik dengan Verdi. Ini yang pertama kalinya dia keluar bersama pria tinggi itu. Hubungan mereka selama 1 tahun ini tidak lebih dari pasien dan dokter.
Verdi orangnya asik. Asik banget malah. Tidak sulit baginya sedikit pun membuat Villa terbahak. Orangnya tidak pelit senyum dan ramah. Pandai bergaul dan nampak bersahabat.
"jadi kenapa kakak mau jadi dokter? "
"karena gaji nya banyak" jawab Verdi enteng. Verdi serius? Tentu saja tidak. Cowok itu sudah disambut oleh kekayaan tiada batas sejak lahir. Masalah ekonomi tidak ada hubungannya dengan hal ini. Villa juga tahu kalau Verdi tengah bermain main dengan ucapannya sekarang.
"ish.. Ini serius"
"Aku pengen aja. Dan aku jadi lebih pengen sejak menangani kasus kamu"
"me? "
"papa kamu merangkul pundak aku malam itu. Membawaku menjauh dari keluarga yang menangis."
"Papa? "
"beliau menghapus air matanya dan mohon semohon mohonnya untuk aku menyelamatkan kamu. Beliau benar benar takut kehilangan kamu" jawab Verdi jujur.
villa baru tahu akan hal ini. Dia sedikit tersentuh. Papa dan mamanya memang sangat menyayanginya.
"Vill ngemeng ngemeng kamu kelihatan lebih cantik deh hari ini" Sebenarnya Verdi ingin mengatakan hal ini dari tadi. Saat pertama kali Villa datang. Tapi dia khawatir Villa akan salah paham jika itu adalah hal pertama yang dia katakan. Villa hanya tersenyum menanggapi.
"sialan si Rafa. Dia kemana sih? "
Mendengar nama itu, Villa mendapat topik baru lagi.
"Pak Rafa itu umurnya berapaan kak?"
"23"
"waah di usia itu jadi CEO? Gila"
"dia emang pintar " Verdi memikirkan kalimat yang barusan lepas dari mulutnya. Merasa ada yang aneh dengan kalimat itu. "tapi gue lebih pintar " katanya cengir membagusi kalimat yang awal. Sontak Villa juga menarik kedua ujung bibirnya. "kepedeann" cetusnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/143040528-288-k979150.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Villa
Teen FictionVilla divonis amnesia oleh dokter muda berbakat Verdi Setelah kecelakaan tragis yang menimpa dirinya 2 tahun lalu. Beruntung gadis manis itu bisa sadar setelah 6 bulan terbaring tak berdaya di rumah sakit. Selalu dikelilingi benda - benda yang seola...