Thomas menghabiskan sisa hari dengan berdiam diri di pantai, menikmati pemandangan matahari tenggelam. Dia akan segera pergi ke Denver. Dia tidak tahu kapan akan kembali ke Safe Haven, tidak tahu berapa lama hingga dia bisa menyaksikan senja di pantai lagi. Di Denver, mereka mungkin akan menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan, bertarung, lari, dan bersembunyi. Mereka tidak akan memiliki cukup waktu untuk bersantai, apalagi menyaksikan matahari tenggelam.
Ombak bergulung-gulung. Air laut merayap di pasir. Thomas menglurukan tangannya, menyentuh air laut itu. Kulitnya terasa sejuk. Kesejukan itu mengalir ke seluruh tubuhnya. Dia mendesah. Untuk pertama kalinya, sejak tinggal di Safe Haven, dia dapat benar-benar menikmati pemandangan itu. Sebagian dari dirinya masih hilang. Tapi, harapan untuk kembali bertemu dengan teman baiknya dapat menjadi kunci untuk membuka kebahagiaannya.
Matahari menghilang di balik garis semu cakrawala. Thomas tersenyum. Di Labirin, tidak lama lagi pintu akan tertutup. Dia sama sekali tidak mengira akan merindukan bunyi mengerikan ketika pintu tertutup. Bunyi berdentum yang sangat keras tepat ketika keempat pintu tertutup seakan bergema di telinganya. Kelebatan kenangan membayang di depan matanya. Dia menutup matanya sebentar, lantas beranjak.
Thomas langsung menuju dapur. Dia tidak akan melewatkan makan malam bersama teman-temannya. Dia melangkah lamban sambil memandangi sekitar. Ada dua ratus orang lebih di Safe Haven. Setelah sebulan, dia belum dapat mengenali semuanya. Tapi, hampir semua orang mengenalnya. Atau paling tidak mengenali wajahnya. Tentu saja.
Thomas berhenti mengegerakkan kepalanya ketika melihat Brenda sedang bersama beberapa anak kecil. Mereka tampak bersenang-senang. Brenda melihat ke arahnya, melambai padanya. Dia tidak tahu apa yang dikatakan Brenda kepada anak-anak itu. Anak-anak itu segera berlarian, beradu cepat munuju dapur. Sementara, Brenda tetap di tempatnya.
“Bagaimana keadaanmu?” Brenda bertanya ketika Thomas mencapainya. Dia segera berjalan, bersisian dengan Thomas.
Thomas tersenyum. “Kamu menanyakan itu setiap kali melihatku. Itu artinya, sudah lima kali sehari ini.” Meski begitu, dia tidak bosan mendengarnya. Sebaliknya, dia senang. Brenda tidak pernah berhenti membuatnya sadar, bahwa dia memiliki teman-teman yang peduli kepadanya. “Aku baik-baik saja, Brenda.”
Brenda terkikih. “Aku tidak percaya kamu menghitungnya, Thomas.”
Thomas hanya tersenyum. Mereka tidak berbicara lagi hingga tiba di dapur.
Orang-orang berbaris di depan meja penuh makanan. Thomas justru berhenti beberapa langkah dari antrean. Begitu pula Brenda. Frypan dan timnya terlihat sibuk melayani orang-orang yang kelaparan. Tangan mereka bergerak begitu cepat. Meski sesibuk itu, Frypan tidak berhenti tersenyum. Dia terlihat sangat menikmati pekerjaannya.
Thomas mendekat setelah barisan manusia surut. Dia ikut mengantre setelah Brenda. Frypan dengan cepat melihatnya, ternyum lebih lebar. “Halo, Fry.”
“Halo Thomas. Bagaimana keadaanmu?” Frypan menumpahkan kentang rebus dan daging rusa panggang ke piringnya.
“Aku baik, Fry.” Thomas melepaskan senyum seulas. “Tapi, tidak tahu setelah aku memakan ini. Aku berharap kamu benar-benar bisa memasak.” Dia menyeringai.
“Kamu benar-benar orang yang lucu Thomas.” Frypan tertawa. “Aku jamin, kamu akan meminta lagi setelah menghabiskan ini.”
“Kamu harus memastikan masih ada sisa untuk makan malam keduaku. Atau aku akan memakanmu.”
Mereka tertawa lebih keras. “Oke, Fry. Kamu harus berhenti berbicara atau aku akan membuat orang yang mengantre di belakangku pingsan kelaparan.”
KAMU SEDANG MEMBACA
After the Crank (FF TMR)
Fanfiction[The Wattys 2020 fan fiction winner] Aku berada di surga. Thomas mengingatkan dirinya. Dia sudah seharunya menjalani hari demi hari dengan suka cita. Dia aman dari flare, ada ataupun tidak ada obatnya. Dia juga terbebas dari WICKED dan segala omong...