Seoul, August 2016
Gadis itu menatapi pemandangan dari balik kaca bus. Mendekatkan diri pada jendela yang sedikit terbuka itu, membiarkan angin menerpa wajahnya. Udara yang berbeda telah ia rasakan sejak memasuki kota ini. Hal yang sangat dinantikannya, kebebasan.
Iris coklat bening itu memantulkan bayangan sungai Han. Aliran air yang sudah terkenal di mana-mana, dan ini adalah pertama kalinya melihat sungai itu secara langsung. Mungkin lain kali ia harus datang kala malam, pikirnya.
Perjalanan panjang dari Busan ke Seoul tak membuat raut lelah tercetak di wajahnya. Meski ia sempat tertidur di awal perjalanan. Tak mengalihkan tatapan dari penampakan Seoul di depannya, ia membiarkan earphone putih masih menempel sejak 2 jam yang lalu di telinganya. Memutarkan hampir semua lagu di playlists ponselnya. Dan kini, ia mulai bersenandung pelan mengikuti irama lagu, padahal sedari tadi ia hanya diam mendengarkan.
Sebuah notifikasi yang masuk membuatnya mengalihkan pandangan, meraih ponsel putih di pangkuannya untuk mengecek notif tersebut. Sebuah pesan melayang tampak setelah pattern ia gambar. Bibir mungilnya tersenyum, lantas mengetik cepat balasan untuk pesan itu. Dan tak sampai satu menit, notifikasi kembali masuk ke sana. Lihatlah, sebegitu antusias kah si pengirim pesan hingga begitu sigap untuk membalas?
Lagi, gadis berkucir pony tail itu tak mampu menahan senyumnya kala membaca isi pesan. Seperti sebelumnya, ia dengan cepat mengetikkan balasan. Lantas menggenggam ponselnya erat sembari mengalihkan pandangan ke jendela, masih dengan senyuman di bibirnya. Tak ada notifikasi lagi, hanya ada lagu yang terdengar melalui earphone milik si gadis.
"Jeogiyo,"
Gadis itu menoleh saat di rasanya panggilan lirih menyambangi telinganya. Lekas mencabut sebelah earphone di telinga kanannya, ia tersenyum ramah.
"Nde, ada yang bisa ku bantu?" Tanya gadis itu pada namja berjaket dan topi hitam yang berdiri di depannya.
"Boleh aku duduk di sampingmu? Kursi lainnya penuh," ujar namja itu disertai senyuman kecil.
Pandangan gadis itu lantas mengedar sekilas, dan yang dilihatnya memang semua kursi penuh kecuali kursi di sampingnya. Ah, tak juga sebab ada koper yang menghuni kursi itu. Meringis kecil, ia menyadari kesalahannya sebab tak sadar ada satu satunya orang di bus itu berdiri karenanya. Dengan sigap ia menurunkan koper yang tak terlalu besar itu di dekat kakinya.
"Ah silahkan, maaf aku tak tau kau satu satunya yang berdiri," ucap si gadis dengan senyuman kikuk.
Namja itu mengambil tempat duduk di samping si gadis sambil memangku tasnya dengan sebelah tali tas masih menghuni bahu kanannya. Topi yang dikenakannya menghalangi pemandangan si gadis untuk tahu wajah namja itu. Si namja masih tersenyum geli melihat kesungkanan gadis di sebelahnya.
"Tak masalah agasshi, kamsahamnida untuk tempat duduknya," ujarnya.
"E-eh... Tak perlu berterimakasih, ini kendaraan umum. Siapapun layak mendapat tempat duduk," jawab si gadis.
Namja itu terkekeh pelan melihat reaksi si gadis. Suasana hening tercipta setelahnya. Gadis itu memilih kembali memandangi hal-hal di balik jendela masih dengan earphone di sebelah telinganya, sedangkan si namja hanya diam dengan pandangan lurus ke depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reason
RomanceSaat kau berpikir untuk bertahan, kaulah yang tersakiti. Tapi jika kau memilih pergi, kau takut orang lain yang akan tersakiti. Lantas, apa alasanmu menjalani ini?