Seoul, November 2016
Krek!
"Ahhhhh leganyaaaaaa!"
Aku berseru senang kala suara dari persendianku terdengar nyaring di telinga, mengangkat kedua tanganku keatas tinggi-tinggi dengan saling bertautan, ku ikut sertakan badanku agar berjinjit, menariknya. Dan suara itu terdengar lagi. Yang membuat senyuman merekah di bibirku.
Bruk!
Ku dudukkan tubuhku pada kursi kayu taman, menggeleng ke sekitar yang sepi. cup certas dari coffee yang baru saja ku beli. Meraih cup kecil dengan uap panas yang menguar ke wajahku. Meniupnya, ku sesap cairan itu pelan. Tidak ada yang lebih baik selain menghabiskan sore di taman dengan guguran oranye dedaunan serta secup coffee. Waktu yang begitu santai.
Ini adalah awal November, tepat di tanggal satu. Udara yang mulai mendingin membuatku memilih memakai coat cokelatku sebagai penghangat. Sepatu kets putihku mengetuk-ketuk tanah, kembali kutolehkan kepala ke sekitar. Melihat apakah ada orang selain aku?
Oh, rupanya beberapa orang tampak duduk di bangku kayu lainnya. Beberapa tengah berjalan-jalan bersama pasangan mereka, ada juga yang duduk di atas dedaunan. Memainkan daun-daun gugur itu.
Meminum cairan hitam yang mulai mendingin, kupejamkan mata sembari menyenderkan punggung pada sandaran kursi. Hari yang cukup melelahkan, hari ini aku dan Jong Eun diberi waktu pulang lebih awal setelah seharian bekerja menata ulang toko buku. Dan yang baru kuketahui adalah tata ulang toko dilakukan sebulan sekali, di awal bulan. Pagi tadi Jong Eun tertawa senang melihat ekspresi jengkelku yang berkali-kali mengeluhkan kejailannya dengan tak mengatakan info penting semacam itu padaku. Terlebih Go Chan ahjussi justru mendukung kejailan Jong Eun kali ini, ia hanya terkekeh sembari mengusak rambutku.
Bagaimana aku tak kesal, mengingat semalam aku tak bisa tidur dan menghabiskan waktu di depan laptop hingga dini hari menyapa. Tanpa di komando tubuhku yang terlalu lelah tidur begitu saja setelah merebahkan diri di kasur. Dan hari yang kukira akan berjalan normal justru membuat sekujur tubuhku sangat pegal. Beberapa kali bahkan aku terjatuh saat memindahkan barang, akibat kantuk yang menyerang begitu saja. Jangan tanya apakah partner itu membantuku atau tidak, ia justru tergelak lantas mengataiku hati-hati. Lalu setelah itu kepalanya akan menjadi sasaran dari buku lusuh yang kulempar.
Yah, sudah semingguan ini tidurku tak nyenyak sama sekali. Mencetak kantung hitam di bawah kelopak mataku, sukses membuat Mi Young berdecak bahkan mengomeliku agar beristirahat dengan benar. Tentu saja kuangguki ucapannya itu, sebab aku terlalu lelah untuk menanggapi omelannya. Anehnya setiap malam, kantukku selalu enggan menyapa. Dan saat dini hari tiba barulah aku bisa tertidur pulas, namun tetap saja. Tidur beberapa jam takkan cukup menggantikan kelelahan selama seharian beraktifitas.
Satu November, tepat seminggu setelah kejadian rumahku kedatangan tamu yang tak kuketahui. Tapi sampai sekarang, dia tak muncul. Jika saja dia memang ingin menemuiku, mengapa ia tak datang lagi? Aku masih bisa menerimanya sebagai tamu baik-baik, mungkin. Tapi mengingat bagaimana ia memperhatikan rumahku kala itu entah mengapa membuatku masih merasa merinding. Mi Young sendiri sampai menginap selama 3 hari di rumahku, meminta untuk menemaniku yang jelas-jelas ketakutan. Harus kuakui itu memang benar adanya. Lalu setelahnya, aku meminta ia untuk kembali ke rumahnya. Mengatakan tak apa sebab 3 hari telah berlalu dan tak terjadi apapun. Melihat keras kepalanya diriku, Mi Young akhirnya menyerah dengan syarat aku harus selalu menghubunginya.
Tapi sayangnya, setelah 4 hari kulalui sendirian seperti biasa aku belum bisa mengusir kegelisahanku. Atau mungkin hanya aku yang terlalu paranoid.
"Hahh..."
Menghela nafas, mataku masih terpejam. Menikmati sapuan angin dingin yang sangat menyejukkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reason
RomanceSaat kau berpikir untuk bertahan, kaulah yang tersakiti. Tapi jika kau memilih pergi, kau takut orang lain yang akan tersakiti. Lantas, apa alasanmu menjalani ini?