8. Who?

5 0 0
                                    

Seoul, October 2016

Menunggu Jong Eun mengunci pintu, kuketukkan sepatu pada trotoar yang mengeluarkan pendar cahaya abu-abu sebab pantulan lampu jalan.

"Sudah?"

Kutolehkan kepalaku pada laki-laki itu kala ia berjalan kearahku. Mengangguk, ia berkata dengan semangat sembari merenggangkan tangannya.

"Akhirnya aku pulang!"

Aku hanya terkekeh kecil melihat tingkahnya, mungkin ia memiliki banyak pekerjaan sebelum aku datang tadi. Perlu diingat jika hari ini aku berangkat terlambat sebab jadwal dadakan Mi Young itu. Berjalan beriringan, kami sama-sama menuju halte terdekat.

Hari ini berjalan tak seperti biasanya, tidak selama sebulanan aku bekerja tanpa absen dari toko buku. Langit gelap menyapa ketika kami baru saja menyelesaikan dus terakhir yang harus ditata, kiriman buku secara mengejutkan datang begitu saja. Padahal tepat di jadwal kami berdua seharusnya pulang. Dan kini di udara musim gugur pada malam hari serasa sedikit membekukanku. Merapatkan outer cream di tubuhku, kurasa ini cukup membuatku sedikit terhangatkan mengingat aku yang cukup sensitif terhadap udara dingin.

Di sebelahku Jong Eun mengusapkan tangannya lantas meniup kedua telapak tangannya bergantian. Kami berjalan tanpa satupun dari kami berbicara, dan jujur saja situasi seperti itu memang sering terjadi. Lagipula apalagi yang akan dibicarakan, kami sama-sama lelah dan merindukan aroma dari rumah kami masing-masing.

Dering pada saku jeansku membuat langkahku berhenti, mengambil ponsel di sana notif panggilan dari Mi Young lantas menyambutku. Jong Eun yang mendengar dering itu ikut berhenti, memandangku dengan sebelah alis terangkat. Kuangkat tangan kiriku dengan 5 jari kuacungkan, tanda memintanya menunggu sebentar.

"Yeobseyo Mi Young-ah,"

"..."
"Ne, wae?"

"..."

"Eo? Bagaimana bisa?"

"..."

Menoleh ke arah Jong Eun, kulihat dia masih menungguku sembari memperhatikan pejalan kaki lainnya.

"Ah, aku bersama Jong Eun. Kami sedang menuju halte bersama."

"..."

"Ani, aku akan pulang sendiri."

"..."

"Hm, ne."

Meletakkan kembali ponsel pada sakuku, ku tarik lengan Jong Eun agar kembali berjalan. Bukan tanpa alasan, tapi dari kejauhan kulihat bus yang nampaknya akan berhenti di halte tujuan kami.

"Kau membuatku terkejut!"

Jong Eun mendengus sembari mengambil tempat duduk di sampingku. Kami masih sempat mengejar bus yang memang benar berhenti di halte terdekat dari toko buku, memasuki bus dengan segera dan duduk dengan tenang. Tapi nampaknya Jong Eun sedikit kesal dengan kelakuanku yang menariknya seenakku saja.

Tertawa pelan, kuacungkan jari telunjuk dan tengah dari kedua tanganku. Menempatkannya pada dua sisi pipiku sambil menampakkan deretan gigiku.

ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang