Seoul, October 2016
Dua bulan, kini telah berlalu sejak aku pindah ke Seoul. Serta baru sebulanan ini aku menekuni pekerjaanku sebagai guru pengganti dan pegawai toko buku. Tebak saja, dari pertanyaan ragu-raguku kala itu rupanya membuahkan hasil dengan di terimanya aku di sana. Memang, bukan pekerjaan sulit ataupun berharga, tapi aku menyukainya. Berada di antara buku-buku ini.
Kali ini aku tengah duduk di salah satu bangku bus yang akan mengantarkanku ke taman kanak-kanak. Hari ini bukan jadwalku, seharusnya. Tapi pagi tadi Mi Young membobardir kembali notifikasi pesanku. Mengatakan jika ia tak bisa mengajar hari ini sebab jadwal kuliahnya di majukan sehari. Jangan lupa dengan kekesalannya atas data seluler ponselku yang kumatikan sejak semalam. Sebagai gantinya, ia mengatakan jika besok aku tak perlu mengajar.
Mengalihkan pandangan pada jendela, kulihat jalanan yang sedikit ramai pagi ini. Tentu saja sebelumnya aku telah meminta izin pada Jong Eun, selaku partnerku selama bekerja di toko buku untuk masuk telat. Beruntung ia lelaki yang baik, maka ia mengizinkanku untuk terlambat masuk, padahal bukan dia ownernya.
Pikiranku melayang dengan sendirinya saat melihat remaja memakai jaket hitam di pinggir jalan. Entah bagaimana caranya aku mengingat perjalananku kemari saat dulu, seorang namja yang bertemu denganku di bus kala itu. Sudah dua bulan berlalu, dan tanpa alasan yang jelas aku mengingatnya. Bahkan akupun tak tau siapa namanya dan seperti apa wajahnya, dikala itu ia mengenakan topi hitam yang menghalangi pemandanganku. Sementara ia dengan bebas melihat ekspresi polosku.
Aku mendengus geli beberapa detik kemudian, teringat hal-hal kecil yang kuucapkan kala berpisah dengannya.
"Yah, kita belum bertemu lagi." Gumamku, hampir saja tertawa jika tak mengingat aku masih di dalam bus umum. Itu konyol, hal konyol yang terungkap begitu saja. Tapi biarlah, tak ada yang tau dengan apa yang akan terjadi bukan.
Menyadari area jalan yang kukenal telah mulai nampak di mataku. Badanku kembali tertegak, lantas berdiri dari dudukku, bersiap untuk turun. Pintu bus pun terbuka tak lama setelah ku tekan bel tepat di depan halte. Melangkahkan tungkai dengan riang, pagar dari gedung penuh keramaian itu terlihat tak lama kemudian. Kupikir aku terlalu cepat melangkah.
Segera setelah memasuki area gedung, langkahku lekas menuju ruang para guru dan meletakkan tasku disana, meski hanya guru pengganti tetap saja aku berhak memiliki fasilitas bukan. Tepat kala kakiku menyentuh lantai ruangan, seseorang menyapaku,
"Kau datang lebih pagi Yo Joo," ujar seseorang, satu-satunya orang yang menghuni ruang guru saat ini.
Aku menoleh saat sampai di mejaku, tersenyum kecil membalas senyum ramahnya yang tengah mengerjakan sesuatu di buku tebalnya.
"Ne eonni, aku tak mau mengecewakan anak-anak itu," jawabku.
She In eonni, begitulah aku memanggilnya. Ia terkekeh kecil mendengar jawabanku.
"Arasseo, fighting Yo Joo!" Ucapnya mengepalkan sebelah tangannya, membuatku tertawa melihat tingkahnya.
"Gomapseumnida eonni, aku duluan," pamitku dan ia mengangguk.
Aku pun berlalu dari ruangan itu sambil membawa sebuah buku kecil di tangan. Meninggalkan She In eonni yang masih menunggu kelasnya satu jam lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reason
RomantikSaat kau berpikir untuk bertahan, kaulah yang tersakiti. Tapi jika kau memilih pergi, kau takut orang lain yang akan tersakiti. Lantas, apa alasanmu menjalani ini?