4. Cafe

10 1 0
                                    

Seoul, September 2016

Ku anggukkan kepalaku kala seorang pelayan meletakkan 2 piring cake serta Latte dan Ice Choco di depan kami. Si pelayan tersenyum ramah lantas beranjak begitu saja. Mataku melirik malas ke arah Mi Young yang masih menunjukkan raut sama seperti saat kami sampai di Cafe ini. Meraih cangkir Latte-ku, ku sesap cairan itu pelan sembari sesekali melirik ke arah Mi Young.

Meletakkan cangkir pada tatakannya, ku angkat sebelah alisku menatapnya. Tampak jelas ia tak mampu menahannya lagi,

"Bwahahahahahaha.....!!!!"

Dan endingnya tawa itu tetap keluar kan?

Memutar bola mata, aku memilih beralih pada cake di depanku daripada menemaninya tertawa yang bahkan tak ku ketahui apa penyebabnya. Sepotong cake itu masuk ke mulutku dalam kunyahan yang pelan. Meresapi manisnya cake itu ditemani tawa yang masih belum berhenti.

Lagi, di suapanku yang ke-2 Mi Young masih saja tertawa. Tentu saja ia tampak kepayahan menahan tawanya itu, bahkan sebelah tangannya telah beralih memegangi perutnya dan sisanya membekap mulutnya sendiri. Tak ayal membuatku terheran, apa yang ada di pikiran gadis itu heh?

"Diamlah, lagipula apa yang lucu?" Ujarku datar, bosan dengan ketidakmengertian ku sendiri.

Masih berusaha menghentikan tawa, ku sondorkan Ice Choco miliknya. Mengisyaratkannya agar segera meminumnya. Mi Young menyambut sondoranku dan lantas meminumnya. Benar saja, tawa itu mereda ketika cairan melintasi kerongkongannya. Tentu saja bukan, siapa pula yang nekat tertawa saat tengah minum kecuali ia ingin tersedak.

Menelan cairan terakhir di mulutnya, ia pun tersenyum lebar yang membuatku kembali memutar mata.

"Kau seharusnya tau bagaimana wajahmu saat di kelas tadi Yo Joo-ya. Ah... Menyesal rasanya aku tak mengabadikan momen itu," ucapnya antusias dengan cup Ice Choco yang masih ia pegang.

Lihatlah binaran matanya itu, apa yang menarik dari ekspresiku tadi? Masih menatapnya tak mengerti, justru membuat senyumannya bertambah lebar. Baiklah, antusiasme gadis itu meningkat dengan pesat sekarang. Menyesal memasang wajah tanya pun percuma, sesi berceritanya akan di mulai sebentar lagi.

"Kau tadi sangat imut Yo Joo-yaaaaa... Rasanya aku tak bisa membedakan imutan kau atau anak-anak itu. Ahhh... Neo neomu kyeopta....!!!" Ujarnya riang.

Baiklah, kali ini dia berlebihan. Kebiasaan menyebutku imut tak pernah berubah sedari dulu. Dan kini dia kembali menyerukan kata legenda itu dengan nada yang sama. Layaknya ia tengah memuji penyanyi kesayangannya itu.

Masih berkutat dengan cake-ku, kubiarkan dia bercerita semaunya. Terkesan jahat memang, tapi percayalah takkan ada hal penting dari sesi berceritanya itu. Tentu saja ia hanya akan bercerita sederet ekspresi familiarku yang menurutnya imut itu dari sejak kami bertemu hingga tadi. Jangan lupa jika ia akan membandingkan kejadian itu dengan sederet kejadian lainnya yang telah kami alami, hingga tentunya aku hafal di luar kepala.

Sedikit mengalihkan pandangan, mataku melirik ke arah bangunan di sebrang cafe ini. Seperti biasa, kami selalu memilih tempat dekat jendela kaca dimanapun cafe atau tempat yang kami kunjungi. Dan kali ini, mataku memperhatikan papan yang ada di depan bangunan itu.

Cukup jelas untuk mataku yang masih normal mengetahui tempat apa itu. Terpampang jelas pula beberapa rak besar yang terlihat pada jendela kaca. Rak yang terisi penuh oleh buku. Jelas bukan tempat apa itu, yap toko buku. Dan sorak sorai memenuhi pikiranku sekarang. Tentu saja, membaca papan namanya saja membuatku senang bukan kepalang, apalagi jika aku masuk dan membawa pulang beberapa buku dari sana. Jangan menganggapku rakus, aku memang menyukai buku dan senang mempelajari isinya. Lagipula, mataku telah lama tak melihat lembaran cerita di atas kertas, sebab beberapa bulan ini aku hanya membaca cerita online.

Yah, bukan berarti aku tak menyukai cerita online. Hanya saja, ada kepuasan tersendiri jika aku membacanya dalam wujud novel. Hanya asumsiku saja. Dan nampaknya aku perlu segera ke sana nanti.

Kembali ku suapkan cake di mulutku, masih asik dengan sederet daftar buku yang ingin ku beli. Di antara pikiran itu, kunyahanku tiba-tiba melambat. Netraku beralih menatap seorang bocah perempuan dengan tas gendong pink yang tampak mendorong pintu kaca toko dengan riang. Dahiku menyernyit, bukankah dia salah satu anak yang tadi ada di kelasku? Anak cerewet yang ingin banyak tahu, itulah caraku mengenalinya.

Sedangkan aku sendiri lupa nama anak itu. Maklum saja, ini adalah hari pertamaku mengajar dan itu pun sangat mendadak -jika boleh jujur entah mengapa aku merasa Mi Young menjebakku-.

'Anak itu masuk ke dalam sana masih dengan tas punggungnya. Apa dia tak pulang ke rumah?' Batinku.

"Joo-ya."

"Yo Joo."

"Yo Joo-ya."

"Ahn Yo Joo!"

Tersentak, ku alihkan kembali pandanganku ke arah Mi Young. Mi Young? Ah ya, aku bahkan hampir lupa jika tadi aku mengabaikan ocehannya. Dan tampaknya gadis itu pun menyadari tingkahku, terbukti dari tatapan kesalnya sekarang. Membuatku hanya meringis pelan melihatnya.

"Apa yang kau perhatikan huh?! Sampai kau tak menyimak ceritaku!" Kesalnya sembari meminum Ice Choco-nya yang tinggal setengah gelas.

Kembali memakan cake-ku yang tinggal sepotong dengan sedikit menunduk, ku sembunyikan senyuman kecilku. Aku menggeleng pelan dengan mulut yang masih mengunyah. Mengabaikan tatapan penuh selidik Mi Young yang masih mengemut sedotan besar di cup Ice Choco-nya.

"Eopseo. Habiskan makananmu itu lalu kita ke toko buku," jawabku tenang lalu kembali meminum Latte yang mulai terasa dingin.

Membuat Mi Young mencebikkan bibirnya kesal dan meletakkan cup-nya kasar. Gadis itu memilih merajuk dan fokus pada makanannya. Jangan tanya apa yang ku lakukan, tentu saja aku meminum sisa Latte-ku dengan damai dan senyuman kecil sembari sesekali melirik ke arah toko buku.

-

Kamus Mini :

1. Eopseo : Tak ada
2. Kyeopta : Imut
3. Neo : Kau
4. Neomu : Sangat

-

Hai all!
Lama up kah? Kendala kuota hehe (^^)v
Part ini dikitan dulu, besok Joonie lanjut ok
Vomment please

ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang