-11- Take Me Away

351 44 8
                                        

Rumah makan di bilangan Jakarta Selatan selalu penuh saat jam makan siang seperti ini. Meski sudah dua puluh menit berlalu dari dimulainya jam makan siang masih banyak pengunjung yang datang dan mengambil tempat di restoran yang mengusung tema makanan rumahan dengan jamuan modern itu.

Via masuk ke dalam restoran. Matanya memindai seluruh isi ruangan mencari sosok ayahnya. Ia sedang berada di sebuah toko buku tak jauh dari restoran itu ketika sang ayah meneleponnya untuk menawari -lebih tepatnya sedikit memaksa- untuk makan siang bersama.

Langkah Via bergerak ke meja yang terletak di bagian barat restoran ketika ia menemukan Arjuna yang kini melambai kepadanya. Ragu-ragu langkah yang diambilnya, karena di samping sang ayah juga sudah ada ibu dan kakaknya. Sesuatu yang lantas diyakini Via, bahwa ini bukan sekedar makan siang biasa.

"Hi, Pa..." Via mengecup pipi Arjuna begitu tiba di meja mereka, kemudian berganti mencium pipi ibunya dan mengambil tempat di samping Fea.

"Hi, sweetheart. Papa harap kamu nggak bosan duluan karena macet."

Via tersenyum tipis mendengar godaan ayahnya. Setelah seminggu lebih berada di Jakarta, Via memang sering kali mengeluhkan macetnya jalanan ibu kota. Sesuatu yang sangat jarang terjadi ketika ia di kampung Kakeknya. Kalaupun ada, itu juga bukan jenis macet yang akan menahanmu di jalanan selama berjam-jam. "Kebetulan Lexi lagi di toko buku dekat sini, Pa. Tinggal nyeberang dikit."

Suara decakan pelan, membuat Via menoleh ke ibunya. "Sayang, kamu kan disini buat liburan. Masa kesini cuma ke toko buku terus sih." Ibunya mengerutkan dahi, "Kamu kan bisa ikut Fea jalan sama teman-temannya, hangout kemana gitu lo, nak." Nania menatap anak sulungnya. "Fe, adikmu ini di ajak main dong. Kan jarang-jarang dia pulang."

Via sudah akan menjawab tapi Nania sudah berbicara lagi. "Tuh pakai bajunya juga. Mama kan sudah sering bilang, Lexi memang cantik. Tapi lebih cantik lagi kalo mau pakai bajunya cewek." Sang ibu mengamati penampilan putrinya yang saat ini memakai Ripped jeans dan jaket bomber merah. Juga hair-do untuk rambut pendeknya dengan high bun. Tidak ada yang salah memang. Namun, menurutnya style Via terlalu boyish untuk anak perempuan.

"Ma.." Fea menyentuh pelan lengan ibunya. "Nggak ada yang salah kok sama bajunya Lexi."

Via melirik kakaknya itu. Tampak cantik dan berkelas dengan White lace dress-nya yang sebatas lutut. Diam-diam Via menghela napas lelah. Hal sederhana yang selalu tidak bisa diterima ibunya bahwa ia dan Fea akan selalu berbeda dalam setiap hal. Apalagi tentang selera berpenampilan.

"Mama kan juga pengen lihat anak mama pake baju cantik, Fe. Lagian juga nggak bakalan lama disini. Apa susahnya sih kalo jadi cantik selama di Jakarta." Sekilas ekspresi sedih muncul di wajah wanita cantik itu. Namun, hanya sesaat lalu ia mengibaskan tangannya. "Habis ini ikut mama belanja ya. Biar mama bisa pilihin baju buat Lexi."

Via tidak menjawab. Ia hanya menunduk dan memilin-milin jari tangannya. Kehabisan kata mendebat ibunya. Via tahu, ia tidak akan pernah menang.

Arjuna yang hanya menjadi pendengar setia sejak tadi, melirik putri bungsunya itu dengan sedih. Walau begitu, ia tak lantas bisa menyalahkan istrinya. Karena sejatinya ia mengerti. Apa yang di lakukan Nania adalah apa yang dilakukannya pada Fea ketika anak itu bertumbuh besar dan remaja. Mengajari Fea menggunakan make up hingga membanjirinya dengan baju-baju dan sepatu cantik setiap saat. Sesuatu yang tidak bisa dilakukannya pada Lexi dulu. Dan mungkin keinginan terpendam itu menuntut untuk dipenuhi saat anak itu kini ada di tengah-tengah mereka.

"Sweetheart, you look so cute." Arjuna menyentuh rambut Via. "Gimana sih rambutnya kok bisa lucu gitu?"

Via mendongak. Mendapati sang ayah yang terlihat tertarik menatapi rambutnya yang di high bun itu. Lalu tersenyum ketika Arjuna membelai rambutnya sambil tersenyum hangat. Ia tahu, ayahnya sedang berusaha menghiburnya.

Another HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang