Never allow someone to be your priority
While allowing yourself to be their option***
"We need to talk"Satu cekalan di pergelangan tangannya, membuat Alvin yang baru saja keluar dari ruang kuliahnya tersentak dan menghentikan langkah di depan pintu.
Alvin menoleh dan berusaha untuk tidak terkejut melihat Fea yang saat ini menyegat langkahnya.
"We need to talk", ulang gadis itu.
Alvin melepas cekalan Fea di tangannya. Lalu menegedikkan bahu ke samping. Memberi isyarat untuk bergeser dari depan pintu. Terlalu malas menjadi pusat perhatian. Lagi.
"Ada apa?"
Alvin bersandar pada tembok ruang kelas di belakangnya. Sedangkan, Fea berdiri termangu di hadapannya. Mereka berada di koridor kampus yang cukup sepi saat ini. Walau tidak sepi-sepi amat karena masih ada satu dua mahasiswa yang berlalu lalang. Dan sesekali mencuri lihat ke arah mereka.
Fea menarik napas dan menatap Alvin tajam. "Kenapa kamu menghindar?"
Alvin menaikkan alisnya mendengar pertanyaan Fea.
"Kenapa kamu ngehindarin aku?" Fea mengulang karena Alvin tak juga menjawab.
"That question... Seriously?"
"Vin, ka-"
"I told you clearly last night. And you too smart to not understood that message."
Fea mendengus. "Aku ngerti." Ia melirik mahasiswi berhijab ungu yang baru saja melintas di belakangnya, lalu menatap Alvin lagi. "Tapi, kamu yang bikin aku nggak ngerti."
"Di bagian yang mana?"
"Stop your stupid acting, Vin!" sembur Fea. Akhirnya murka melihat Alvin yang justru tampak tenang. Lebih tepatnya pura-pura tenang.
Alvin menegakkan badan. Memasukkan kedua tangan ke dalam saku Ripped jeans nya. Dan membalas tatapan tajam Fea. "Apa yang kamu mau?"
Sekali lagi Fea mendengus. Berusaha untuk tidak lebih kehilangan kendali menghadapi Alvin yang seperti ini. "Penjelasan."
"Apa yang kamu mau tau?"
"Kenapa kamu ngehindarin aku?"
"Gak ada teman yang ngehindarin teman. Kalau emang gitu, aku pasti udah ninggalin kamu dari tadi." Alvin menjawab enteng.
"For god sake, Vin. Kamu tau yang aku maksud bukan itu."
Alvin terusik, "Aku gak tau. Emang apa yang kamu maksud?"
"Vin, please..." Fea mendesah frustasi. Bukan Alvin seperti ini yang ingin ia hadapi.
Alvin menjetikkan jari di depan wajah Fea dengan senyum tipisnya yang jelas tidak mencapai mata. "Mungkin maksud kamu kenapa aku gak berperan jadi rebound guy-mu lagi?"
Fea membelalak. Tidak pernah dalam pikirannya yang manapun terlintas bahwa Alvin bisa berkata seperti itu.
"Kenapa Fe? Kamu kesepian?"
Alvin masih menikmati wajah kaget Fea yang menatapnya ngeri. Meski bisa dirasakannya bahwa gelegak kemarahannya pun sudah tersulut begitu mudah.
"Kamu merasa kehilangan aku?" Alvin terus mencecar Fea dengan kata-katanya yang kejam dan dingin. Percayalah, Alvin seminggu yang lalu tidak akan pernah mengatakan hal yang demikian pada gadis yang di gilainya sejak SMA itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Another Happiness
RomanceMungkin nanti, akan ku temui kamu pada takdir yang lain. Atau mungkin, pada kesedihan yang lain. Apalah kita yang bersandar pada segala sesuatu yang tak kekal.