🐈 dua belas

1.4K 280 16
                                    

Jeno menatap Juhee yang tengah berbaring dengan tenang. Ia sedang menunggu keluarga Juhee yang dalam perjalanan menuju ke rumah sakit. Sedangkan Haechan dan Jaemin sudah pulang duluan karena disuruh orang tuanya.

Hari mulai gelap. Juhee telah tertidur dari sore tadi setelah ia sadar sampai pukul setengah tujuh malam ini. Kata dokter itu biasa terjadi karena raganya terlalu lemah dan harus kembali beristirahat, tetapi keadaan akan baik - baik saja.





Tiba - tiba jemari Juhee bergerak yang disusul dengan mata yang terbuka perlahan.

"Jeno," panggil Juhee lirih.

Jeno mendekatkan dirinya pada Juhee. "Ya Juhee? Ini aku."

Juhee terbangun dari tidurnya lalu menarik badan Jeno agar masuk ke dalam dekapannya. Juhee memeluk Jeno cukup erat dengan badan lemasnya.





"Maaf. Terima kasih." Juhee menggumam tepat di depan telinga Jeno membuat lelaki itu bergidik geli tetapi ia cukup tersentuh.

"Tidak tidak. Mengapa kau harus minta maaf dan berterima kasih?" Jawab Jeno yang sesekali mengelus punggung Juhee untuk menenangkannya.





Juhee melepaskan pelukan lalu menundukkan kepala.

"Hei, ada apa denganmu hm?" Jeno mendorong dagu Juhee agar dapat melihat raut wajah gadis tersebut.

"Oh kau harus tetap berbaring sekarang." Jeno mendorong pundak Juhee sehingga kembali berbaring di kasur.





Pintu kamar terbuka dan menampilkan Jungwoo juga orang tua Juhee dengan wajah lelah campur khawatir.

"Juhee?" Panggil mamanya saat melihat anaknya telah sadar dari koma.

"Mama?" Gumam Juhee. Dan tak lama mamanya memeluknya dengan erat.

"Akhirnya kau sadar juga nak..." gumam mama Juhee dalam pelukan. Juhee hanya terdiam di tempat sampai mamanya melepas pelukan.





Lalu gantian Jungwoo yang memberi pelukan yang langsung dibalas oleh Juhee dengan senang hati.

"Adikku. Akhirnya kau kembali," tangis Jungwoo pecah membuat Juhee harus menahan tawa.





"Kamu baik - baik aja kan nak?" Sekarang gantian papa yang berbicara.

Juhee mengangguk kecil.





"Terima kasih nak Jeno. Sudah mau nemenin Juhee selama ini." Mama Juhee berterima kasih lalu mengusap lembut kepala Jeno.

"Gak apa, tante," jawab Jeno tidak lupa dengan senyuman manisnya.

Lalu mereka kembali menatap Juhee dan perhatian pun teralihkan.

"Aku pengen ujian besok," kata Juhee pelan membuat Jeno membulatkan matanya.

Jeno berada di rumah Juhee sekarang, lebih tepatnya di kamar gadis tersebut. Setelah dua hari sadar dari koma dan menjalankan beberapa terapi, Juhee dapat pulang.

Sepulang sekolah Jeno menemani Juhee yang masih libur dari masa reahabilitasinya.

"Kamu yakin mau ujian besok?" Tanya Jeno memastikan yang langsung dijawab dengan anggukan semangat dari Juhee.

"Tapi... dari kemarin kamu gak belajar. Kamu juga baru dua hari sadar dari koma, masa kamu tiba - tiba ujian? Gak mau belajar dulu?"

"Bawel." Juhee menjulurkan lidahnya pada Jeno.

"Ya pastilah aku mau belajar dulu. Kalau langsung ngerjain soal ujian, mau dapet nilai berapa?" Ketus Juhee.

Jeno tersenyum dalam diam. Ia bahagia akhirnya Juhee kembali ke sifat asalnya.

"Maksudku kamu kan udah sebulan gak sekolah. Dan sebulan itu cukup banyak materi yang kamu tinggalin," jelas Jeno selembut mungkin.

"Ya aku tau juga Jeno~ makanya aku pengen cepet ujian biar cepet belajar~" Juhee mengikuti gaya bicara Jeno.

"Terus?" Jeno menaikkan alisnya.

"Ya kamu pulang aja sana. Aku mau mulai belajar!" Juhee bangkit dari tidurnya lalu mendekati rak buku.

"Yakin nih aku pulang? Kamu sendirian loh di rumah."

"Lagian aku sering ditinggal sendirian di rumah. So, don't treat me like a baby."

"Alright then. See you tomorrow."

Setelah Jeno benar - benar keluar dari kamar, Juhee segera menghembuskan nafas leganya lalu mengipas wajahnya yang memanas.

"Astaga. Lelaki itu, Jeno, bagaimana ia bisa manis sekali?" Gumam Juhee dengan pandangan kosongnya.

"Oh?" Juhee meraba dada bagian kirinya. Ia merasakan jantungnya berdetak dengan cepat.

"Astaga. Tidak mungkin aku menyukainya," elak Juhee, menggeleng kepalanya dengan cepat.

Selang beberapa waktu Juhee terdiam di tempat. Ia mengingat di masa ia melihat cahaya terang saat hendak berpindah raga.

"Ternyata itu pelajaran yang membuatku kembali ke wujud semula," gumam Juhee dalam senyumannya.





Juhee mengingat disaat ia menolong kucing kuning yang pernah ia tabrak sebelumnya. Dan ia menyimpulkan bahwa pelajaran yang ia dapat adalah kepedulian.

Kita tidak boleh menyia - nyiakan. Entah itu ruang maupun waktu, perasaan, kesempatan, apalagi nyawa.

Kita tidak boleh membiarkan sesuatu hilang begitu saja sebesar apapun kita membencinya.

Seperti Juhee tidak menyukai kucing.








Juhee terdiam.

Sebenarnya Juhee tidak membenci kucing. Tidak. Itu sangat salah.

Sebenarnya Juhee tidak sengaja menabrak kucing - kucing itu sebelumnya. Bukan bentuk kebencian membuat dirinya harus pergi meninggalkan kucing sekarat tersebut. Tetapi ia merasa bersalah dan tak sanggup melihatnya.





Sebenarnya Juhee menyukai Jeno sudah lama. Bahkan ia tidak dapat membedakan antara perasaan suka dengan Jeno sebagai lelaki dan nyaman karena Jeno teman dekat selama hidupnya sampai sekarang.

Jeno begitu sayang dengan kucing. Lebih dari Jeno menyayangi kakak kandung sendiri, Taeyong.

Juhee itu manusiawi dan memiliki perasaan tentunya. Maka dari itu ia tidak suka kucing karena Jeno begitu perhatian dengan makhluk tersebut.

Bisa dikatakan Juhee cemburu atas perhatian Jeno pada kucing.

I'M YOURS × JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang