Konflik

472 40 0
                                    

Langkahku bagaikan sang panglima perang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langkahku bagaikan sang panglima perang. Kepercayaan diriku mulai berkembang, mengingat Jennie berada di pihakku. Tak perlu waktu lama, aku sampai dikelasku tercinta yang sangat membosankan tanpa adanya Jennie.
Belum tiba rupanya Jennie pagi ini. Pagi yang dipenuhi titik embun yang membasahi rambutku.
"sret!". Sesorang menarik almamaterku kearahnya. Kimsan pikirku. Ku tundukkan pandanganku, rasa takut itu mulai menghampiriku. Ditambah lagi suasana kelas yang masih sepi. Semakin lengkaplah penderitaanku ini setelah mengetahui orang itu benar-benar Kimsan. "hahaha,, santai saja. Aku tak akan memukulmu hari ini, jika kau menjawab pertanyaanku dengan benar, itupun kalau aku ingat. Hahaha". Ujar Kimsan kepadaku. Aku tetap tertunduk pasrah menghadapinya. "Kemarin aku mengawasimu, dan lagi-lagi Jennie bersamamu. Bagaimana bisa kau tak menghargai kebaikanku setelah kesempatan hidup yang ku beri padamu?!". Tambahnya lagi sembari merenggangkan otot tangannya didepanku. "jawab aku sekarang. Kau benar-benar menyukainyakan?". Aku tak menjawab, dan aku tak akan menjawab. Keputusanku rupanya membuat kimsan semakin marah.
" Kau benar-benar tak punya mulut untuk bicara ha!". Kata Kimsan yang sudah mengepalkan tangannya untuk memukul wajahku.
Rencana untuk memukul wajahku dihentikan ketika segerombol siswa masuk di kelasku. Kimsan pergi meninggalkanku sembari menepuk bahuku. Huh lega rasanya.
Ku keluarkan kameraku, mengambil gambar adalah hobyku. Tapi bukan untuk kesenian ada yang lebih indah dari itu, ialah yang biasa orang sebut cinta. Kugunakan kamera ini untuk mengambil potret Jennie. Sudah 3 tahun ku melakukannya tanpa diketahui oleh Jennie sendiri. Albumpun ada 3 dirumahku hanya untuk potret Jennie.
Ku lihat senyumnya, ia tengah bercanda dengan kawannya. Tingkah konyolnya, tawanya. Semua itu ku abadikan di kameraku. Didapatinya aku yang tengah mengambil gambar itu oleh Jay.
"hah kau masih melakukannya?". Tanyanya padaku.tanpa menghiraukannya, tetap kulanjutkan hobyku itu. "Simdan kau tahu apa yang membuatmu terlihat bodoh, meskipun sebenarnya kau pintar?". Tanyanya lagi. Aku mulai memperhatikannya. "Kau terlalu banyak berharap pada sesuatu hal yang tak mungkin kau dapatkan. Dan salahnya lagi kau itu orang payah. Bagaimana bisa seleramu begitu tinggi. Simdan kau tau tak ada mimpi bagi orang payah seperti kita". Ujar sahabatku yang menurutku ada benarnya.
Usai sudah pelajaran hari ini. Aku bergegas pulang. Tanpa di temani Jay lagi. Tapi hari ini berbeda, aku pulang agak sedikit petang. Yang membuat aku harus cepat dengan langkahku.
"Sial!!". Batinku, saking terburu-burunya aku sampai salah jalan. Jalan yang seharusnya berjarak 200 meter sekarang aku harus memutar lebih jauh untuk sampai kerumahku. Ku jajaki jalanan yang sudah semakin sepi. Bulu kudukku mulai merinding.
Tapi rasa itu, dapat ku tepiskan setelah melihat seorang gadis dengan rambut panjangnya, bak seorang bidadari keluar dari lorong sempit itu. Bagaikan petunjuk arah, ku ikuti ia dari belakang. Setelah ada penerangan yang cukup, terlihatlah wajahnya. Ia adalah Jennie, ya dia lagu mungkin dia jodohku.
Terus ku ikuti, terlihat ia memasuki sebuah cafe dewasa di pinggir jalan. Mataku terbelalak, untuk apa ia masuk kesana. Batinku. Dengan lantang ia memasuki tempat itu, jelas terlihat ditemuinya seorang pria tua dengan wanita paruh baya.
"zrashh". Jennie menyiram pria tua itu dengan air dihadapannya.
" Apa kalian tahu betapa menjijikannya, kalian?. Hah benar-benar tak habis pikir. Mengapa kelakuan kalian sama sekali tak bisa dibedakan dengan binatang?!". Umpat Jennie dengan amarahnya. "Jennie! Tutup mulutmu,, jaga sopan santunmu. Cepat pulang! Kau seharusnya belajar sekarang". Ujar wanita paruh baya itu sembari memegang tangan Jennie. "Jangan sentuh aku dengan tangan kotormu. Tak sudi bahkan aku untuk memanggilmu ibu. Sopan santunmu bahkan tak ada menjual harga dirimu hanya demi uang. Apa kau tahu bagaimana persaan ayah?!". Ungkap jennie sambil menangis, kemudian berjalan keluar. Ia terkejut melihatku berada dihadapannya. Aku pun kaku, dengan masih memegang kameraku yang refleks ku gunakan setiap kali melihat Jennie.
"Apa?!, apa yang kau potret?". Ujar Jennie padaku sembari mengambil kameraku. "Apa yang kau lakukan?!, kau ingin mempermalukanku?, yah kalau begitu lakukanlah. Dan perlu kau tahu kau itu payah, kau tidak lebih baik dari sampah!". Kata Jennie dengan air matanya yang mengalir. " Jennie bukan begitu aku tidak berencana begitu. Biar ku jelaskan". Kataku terbata. Jennie menatapku dengan kebencian, pergi dan melemparkan kamera didadaku. Tak kusangka akan seperti ini jadinya, gadis yang selalu baik kepadaku kini pun ikut merendahakanku. Mengapa aku begitu ceroboh?? Aku baru merasakan kebahagiaan mengapa begini lagi.

Bersambung

vampire & sweet bloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang