02 H-1 Kejadian di bandara

52 15 14
                                    

Rayan menatap layar laptopnya dengan pandangan yang sulit diartikan. Ia baru saja menerima email dari Karel -sahabat karibnya sejak kecil- sahabat yang telah meninggalkannya selama dua tahun yang lalu.

Isi dari email tersebut memberitahu bahwa ia akan kembali lagi ke Indonesia. Memberitahu seolah-olah tidak terjadi apa-apa antara mereka sebelumnya. Rayan benci orang seperti itu.

Setelah menutup email dari Karel, ia melihat-lihat email yang lain. Matanya tertuju pada email yang dikirim dua hari yang lalu dari Gia -orang yang dulu sangat berarti baginya- Untuk pertama kali, ia membuka email dari cewek itu.

Rayan langsung menyandarkan dirinya pada kursi meja belajar. Ia menghela napas pelan. Mereka -Gia dan Karel-
akan kembali ke Indonesia besok. Mau tak mau Rayan akan bertemu keduanya besok karena email Karel yang mengatakan bahwa ia meminta tolong pada Rayan untuk menjemputnya. Kalau ibunya Karel tidak memohon pada Rayan untuk menjemput Karel, Rayan tidak akan datang ke sana, tapi takdir berkata lain.

Rayan tersenyum kecil melihat banyak email dari Gia yang belum di bacanya. Jujur, di dalam hatinya ia sangat merindukan perempuan itu.

"Apa kabar, Gi?"

➰➰➰

"Apa?!"

Ghea tersenyum sambil memasang ekspresi memohon. "Gue minta tolong,"

"Kenapa nggak lo aja sih? 'Kan besok lo keluar, jadi sekalian aja jemput dia," protes Raya.

"Gue besok kuliah pagi, Ray. Gue mau buat beberapa tugas di sana. Nggak akan terkejar waktunya. Jarak kampus gue dengan bandara jauh,"

"Lagian kalau besok 'kan anak sekolah libur. Lo bisa ke bandara tanpa buru-buru," lanjut Ghea.

Raya terdiam. Ia memikirkan betapa canggungnya nanti kalau ia menjemput Gia -saudari tirinya-

"Tapi kak," ia terdiam sebentar. "Gue baru sekali ketemu sama dia, itu pun waktu pernikahan ayah. Lo nggak tau sih nanti bakal canggung kalau gue yang jemput dia," lanjutnya.

Ghea menghela napas, "Apa bedanya sama gue? Gue juga baru sekali ketemu sama dia, bahkan nggak sempat ngobrol, mungkin lebih canggung lagi. Kalian 'kan seumuran, pasti nanti ada aja bahan obrolan." jelas Ghea.

Raya diam beberapa saat. Ghea benar. Lagian tidak ada salahnya ia menjemput saudari tirinya, mungkin ia bisa akrab nantinya.

"Iya, besok gue jemput," putus Raya.

➰➰➰

Rayan membuka laci meja belajar yang sebelumnya dikunci. Ia mengambil sebuah kalung dengan mainan piano sebagai penghias kalungnya. Setiap ia melihat kalung ini, pasti kejadian saat ia membelinya selalu teringat di kepalanya.

12 Februari 2016

Untuk pertama kalinya, seorang Rayan pergi ke toko perhiasan untuk membeli sebuah benda yang akan diberikannya pada Gia dua hari lagi.

"Permisi mbak, saya mau beli benda yang cocok buat hadiah. Bagusnya apa ya?" Tanya Raya langsung melihat banyak perhiasan di bawah kaca.

"Hadiahnya ulang tahun? Atau kelulusan? Atau valentine?" Tanya si penjual toko.

"Valentine,"

"Ooh, bagusnya kalung atau cincin," saran si mbak.

"Cincin deh, mbak. Yang itu," Rayan menunjuk sebuah cincin dengan satu permata diatasnya.

Mbak penjual mengambil cincin beserta kotaknya.

"Yang ini?" Tanya nya setelah mengambil cincin yang ditunjuk Rayan  tadi.

Raya RayanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang