13 Teman

60 9 39
                                    

Senin pagi yang melelahkan. Raya dan Rayan harus membersihkan toilet sebagai hukuman karena mereka terlambat datang ke sekolah.

"Capek," gumam Raya sambil duduk di koridor depan toilet. Rayan yang sudah selesai membersihkan toilet laki-laki menoleh pada Raya yang sedang duduk di koridor.

"Baru bersihin toilet satu lantai aja udah capek," respon Rayan. Cowok itu duduk di samping Raya yang kelelahan.

"Ya ampun, Yan. Lo nggak tau sih ini toilet cewek paling bau," bela Raya.

Rayan terkekeh. "Udah selesai belum?"

Cewek itu hanya mengangguk mengiyakan. Ikatan rambutnya mulai longgar, dan menyisakan beberapa helai rambut yang menempel di pipi akibat keringat. Rayan langsung mengalihkan tatapannya, entah kenapa jantungnya mulai berdetak lebih cepat dari biasanya.

"Yaudah, ikut gue, yuk." Rayan bangkit dari duduknya, dan membantu Raya berdiri.

"Nggak ke kelas?" Tanya Raya bingung saat mereka melewati kelas.

Laki-laki itu menggeleng, ia melirik jam yang ada di pergelangan tangannya. "Nanggung, Ray. Setengah jam lagi istirahat. Sekali-kali bolos nggak papa lah," cetus Rayan sambil merangkul Raya.

Raya mendengus. "Sekali-kali? Lo mah udah berulang kali,"

"Itu 'kan waktu gue SMP dulu. Udah, nggak usah diingat lagi," cecar Rayan.

Raya terkekeh. "Lo 'kan dulu urakan nggak jelas," gumamnya.

Mereka sampai di kantin sekolah. Raya menatap Rayan dengan alis yang mengerut. "Ngapain ke kantin?"

"Buang hajat," jawab Rayan asal.

"Ya buat makanlah Rayana. Emang lo nggak laper apa. Ada-ada aja pertanyaan lo," lanjut Rayan.

Raya mengerlingkan matanya, lalu mencari tempat duduk yang biasa ditempatinya. "Yan, gue mau bakso," ucapnya pada cowok itu. Rayan mengangguk, dan berjalan menuju stan bakso.

Raya menoleh ke belakang, dan memandang Rayan yang sedang memesan bakso. Ia menatap cowok itu dengan tatapan nanar. "Dari sekian banyak orang, kenapa gue harus suka sama lo?"

➰➰➰

Gia berusaha untuk menyelesaikan latihannya, namun pikirannya tidak fokus, hingga membuat guru yang mengajarnya menoleh heran pada cewek itu. Tidak biasanya Gia bersikap seperti itu.

"Gia," tegur guru itu.

Gia terlonjak kaget, lalu menoleh pada gurunya.

"Kenapa melamun? Udah siap latihannya?"

"Ini mau ngerjain," ucapnya lalu beralih pada buku tulis. Gia tidak boleh seperti ini terus.

Saat sesi belajar selesai, cewek itu mengambil ponselnya, dan menelpon Raya.

"Halo, Ray."

"Kenapa, Gi?"

"Lo nggak belajar? Biasanya jam segini masih belajar."

"Tadi gue dihukum karena telat, karena udah siap gue makan deh, hehe. Tumben lo nelfon gue, Gi."

Gia membulatkan mulutnya, lalu ia bersandar pada balkon kamarnya, memandang pantulan dirinya lewat kaca transparan di pintu.

"Rayan juga telat? Nanti pulang sama gue ya, Ray. Langsung aja ke kafe tempat lo kerja. Gue cuma mau ngomong aja sama lo."

"Iya. Dia juga ikut. Oke. Eh, udah dulu ya, gue mau makan. Bye, Gi."

Gia menurunkan ponselnya dari telinga saat sambungan telah terputus. Ia melipat tangannya di depan dada, masih dalam posisi menyandar.

Gadis itu berusaha untuk meyakinkan dirinya bahwa semuanya baik-baik saja. Ya, semuanya akan baik-baik saja jika dia bertindak lebih awal. Lagi pula, jika Rayan memang memiliki perasaan terhadap Raya, Gia bisa mencegahnya sebelum perasaan itu semakin dalam.

Raya RayanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang