03 Kejadian di bandara

54 14 26
                                    

Raya menatap pengharum mobil berbentuk beruang putih kesayangan Rayan. Ia mengangkat alisnya, sepertinya Rayan baru membelinya. Raya pun mendekatkan diri pada pengharum itu. Tangannya menyentuh tombol bulat pada bagian perut beruang tersebut.

Saat ditekan, tiba-tiba suara tawa dari beruang itu terdengar membuat Raya langsung terlonjak ke belakang karena kaget.

Rayan yang melihat itu berusaha untuk menahan tawanya. Ia tak bisa untuk tidak tersenyum melihat tingkah dan wajah sahabatnya yang lucu.

Raya langsung menoleh ke Rayan, "kapan lo beli ini?"

Selain sibuk sendiri, Raya sangat tidak peka. Ia tidak tahu bahwa daritadi Rayan memperhatikannya dan berusaha untuk tidak menertawainya. "Ooh, itu. Kemarin dikasih mama," jawabnya sambil menoleh pada Raya.

Raya membulatkan mulutnya. "Lo masih maniak bernard ya," cetus Raya.

Rayan tersenyum, "yah, seperti yang lo lihat,"

"Lo maniak apa, Ray?" Tanya Rayan saat mobil berhenti karena lampu merah.

"Gue? Nggak tau lah ya," jawab Raya agak bingung.

"Lo ada suka sama sesuatu nggak?" Rayan bertanya lagi sambil menyandarkan kepalanya pada stir pengemudi menghadap Raya.

Raya tampak berpikir sebentar, "ada," ia terdiam sebentar. "Gue suka salju," ungkapnya pelan.

Jika Rayan tidak fokus, mungkin ia tidak mendengar ungkapan Raya. Alis Rayan terangkat sebelah.

"Salju?" Ulangnya.

Raya mengangguk. "Suatu saat nanti, gue pengen ke tempat yang ada saljunya," ucap Raya.

Rayan terdiam. Mendengar Raya mengucapkan hal itu, membuat ia teringat ucapan Gia dua tahun yang lalu.

"Gue pengen ke tempat yang bersalju suatu saat nanti,"

Kalimat itu membuat Rayan terdiam sehingga tidak menyadari lampu sudah berwarna hijau.

"Kalau hewan, lo suka hewan apa?" Tanya Rayan mengalihkan topik pembicaraan.

"Panda," jawab Raya disertai senyumannya.

Rayan kembali terdiam untuk kedua kalinya.

➰➰➰

Setelah sampai di bandara, mereka turun dari mobil dan berjalan masuk ke dalam. Rayan mengecek jam di pergelangan tangannya.

"Kita kecepatan setengah jam, Ray," decak Rayan.

Raya yang berada di samping Rayan menoleh ke arah cowok itu. Ia menatap sekeliling hingga matanya menemukan sebuah restoran. Kebetulan ia belum makan siang. "Kalo gitu mending lo temani gue makan," Raya langsung menarik tangan Rayan menuju restoran yang dilihatnya.

"Lo yakin mau makan di sini? Tempat ini mahal-mahal loh, Ray," tanya Rayan memastikan.

Raya mengangguk yakin. "Sesekali 'kan nggak papa, yuk masuk," Raya sudah masuk duluan, yang disusul oleh Rayan setelahnya.

Mereka duduk di dekat pintu masuk. Ketika pelayan datang, Raya langsung mulai memesan.

"Baksonya satu, sama teh es satu," kata Raya, karena itu yang paling murah. Pelayan itu menuliskan pesanannya.

Raya menatap Rayan yang berada di hadapannya. "Lo pesan apa, Yan?" Tanya Raya.

"Samain aja deh, buk," pelayan itu mengangguk, dan berlalu dari hadapan mereka.

"Coba aja pelayannya nggak ibu-ibu. Pasti udah gue godain, lumayanlah buat--aah," ucapan Rayan terputus ketika kakinya diinjak oleh Rayan.

"Tobat, Yan. Ingat, dosa lo udah banyak," ceramah Raya.

Raya RayanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang